Hari ini adalah harinya! Sebuah pesta dari kembaranku dan sahabatku untuk merayakan anniversary hari jadi mereka. Akan banyak orang yang datang, seperti teman dekat atau rekan bisnis, untuk merayakan kebahagiaan mereka.
Menurutku, itu sedikit berlebihan karena Rei tidak berniat untuk meneruskan hubungannya ke jenjang lebih tinggi. Aku sudah memeringati Keiza, tapi dia terlalu berfantasi dengan apa yang dia suka dan dengar dari teman-temannya yang lain. Dan sebenarnya, aku juga tidak keberatan jika memang Keiza mau bertindak seperti ini, asalkan aku yang mengurus pesta itu untuknya. Karena aku tahu bahwa pestanya akan berjalan tidak sesuai ekspetasinya.
Ya, dia sangat ingin dilamar oleh kembaranku di hari anniversary mereka. Dan entah mengapa, kemarin dia sempat menangis karena meraa dicurangi. Padahal, dia mencurangi dirinya sendiri. Aku tahu Rei takkan pernah berpikir sejauh sana. Tidak. Kembaranku itu... dia masih memiliki dunianya sendiri yang tidak ingin dibagikan kepada siapapun, termasuk ke Keiza sendiri.
Namun sayangnya, aku tidak bisa ikut langsung dan harus terjebak di rumah dalam. Aku hanya bisa melihat semuanya dari atas lewat jendela saja.
Kei sudah datang pagi ini, tepat setelah aku selesai sarapan. Rei sudah menghilang entah kemana, dan kami sangat jarang sekali bertemu di pagi hari saat sarapan. Keiza tidak senang melihatku yang masih lusuh karena pajamas dan wajahku yang baru bangun tidur. Aku juga belum bersiap-siap untuk sesi konsul dengan dokter pribadiku pagi ini.
"Oh, Rin. Kau harus bersiap-siap." Katanya sambil memutari meja dan meletakan berbagai tas di atas meja makan. Semua itu hanyalah berisi busana dan berbagai macam aksesoris sederhana. Keiza pasti baru saja mengambil semua baju-baju itu dari laundry untuk dipakai hari ini.
Setelah dapat melihatku, Keiza menyadari sesuatu yang membuatnya menjadi tidak senang. Aku membuang pandanganku darinya.
Sayang sekali ya.
"Apa kau tak ingin berdandan cantik? Aku yakin Brandon akan datang."
"Lupakan. Dia takkan datang. Dia cukup sibuk."
"Oh, Rin." Kei duduk di depanku. "Apa itu yang membuatmu tidak bersemangat hari ini?"
"Tiba-tiba saja dia memberitahuku begitu. Dia harus pulang ke rumah asalnya karena ada urusan keluarga."
"Rin, kau tidak boleh begitu. Kau begitu optimis! Kalau begini, kau jadi menyedihkan. Bagaimanapun, kau harus tetap cantik."
Aku melirik ke arah Keiza yang memberikanku semangat. Sudah berapa kali dia menyemangatiku untuk minggu ini? Lebih dari sepuluh kali, kurasa. Dan aku sudah tidak ingat berapa kali juga aku merasa begitu lesu.
Seakan tubuhku ini semakin melemah. Aku pun sebenarnya memikirkan kondisi tubuhku yang selalu dibilang baik-baik saja oleh semua orang, termasuk dokter pribadiku sendiri. Tapi, secara emosional aku sudah bosan untuk mendengar hal yang sama selama bertahun-tahun tanpa ada perkembangan.
Sesekali mendengar perkembangan, itu tidak membuatku menjadi merasa lebih hidup.
"Kau tidak berniat mengacau untuk hari ini, kan?" Kei bertanya. Dia seperti memohon padaku.
"Aku akan tidur saja seharian."
"Bukan itu maksudku, Rin. Kau mengacau dirimu sendiri. Oh ayolah. Jika Rei tiba-tiba saja naik, apakah kau akan tetap menyedihkan seperti ini?"
"Aku akan ke kamar sekarang."
"Itu bukan maksudku juga, Rin." Keiza mencoba untuk menahanku. Tapi aku sudah terlanjur berdiri dan menjauh darinya.
"Tidak ada alasan untuk merasakan energi negatif ini, Rin. Kau harus bisa bangkit dan..." Keiza mengejarku dan berhasil menahanku dengan memegangi lengan atasku.
Aku mencoba untuk melepaskannya saat Rei tiba-tiba saja muncul dari pintu masuk rumah dalam. Mengapa waktunya tepat sekali saat aku berdiri di dekat pintu itu?
"Oh, kalian di sini."
Rei seperti akan memberi tahukan sesuatu, tapi dia menjadi teralihkan dan bertanya,
"Apakah kau tak apa-apa, Rin?" dia menjadi khawatir seketika setelah melihatku.
Sialan!
"Totally fine!" Jawabku ketus sambil melepaskan lenganku dari Keiza dengan paka lalu pergi masuk ke kamarku.
"Rin, apa kau yakin?" Itu suara Rei. Dia mengikutiku dan kini mengetok-ngetok pintu kamarku yang kututup rapat-rapat.
Aku mengabaikannya.
"Kau benar-benar aneh hari ini." Dia membuka pintu kamarku. Seharusnya aku menguncinya tadi.
"Apa masalahmu?!"
"Itu bukan kembaranku."
Aku tidak tahu harus berkata apa lagi soal ini. Jadi aku langsung mengabaikannya dan mengambil beberapa pakaian di dalam lemari.
"Apa ada kabar buruk yang kau dengar? Kondisi tubuhmu?"
"Pertama, kau yang biasanya tahu kondisi tubuhku daripada aku! Kedua, aku hanya ingin sendiri untuk hari ini! Seperti biasanya, kau membiarkanku sendirian dan itu membuatku senang." Jawabku dengan sangat kesal.
Rei masih berdiri di ambang pintu, menatapku dengan mengoreksi diriku. Dia sedang mencoba membaca apa yang sebenarnya terjadi padaku, dan dia takkan pernah mengerti tentang ini.
Dia takkan pernah tahu apa yang sebenarnya kurasakan saat ini. Meski kami memiliki ikatan darah yang kuat, dia tidak memiliki ikatan batin kuat denganku. Apapun yang terjadi denganku, dia takkan memahaminya. Yang dia tahu hanyalah pekerjaannya saja.
"Ini masih tidak benar. Kau mau membicarakannya?"
Aku melepaskan selang oksigen di hidungku dan meletakannya dengan lembut di suatu suduh ruangan. Benda itu akan tidak berguna untuk hari ini.
"Obatku habis."
"Kau biasanya berteriak soal itu dan menyuruhku untuk segera membelikannya. Pasti hal lainnya."
"Ya, Rei. Itu benar. Tandanya kau harus segera pergi dan membelikannya."
Rei juga terlihat kesal. Itu bagus. Dan aku berhasil mengusirnya untuk sekarang.
Lalu Keiza muncul di baliknya.
Aku sedikit kesal karena ini tidak ada habisnya. Dan aku berjalan keluar dari walking closet-ku untuk menutup pintu kamar dan menguncinya.
Dia melihat ke kanan dahulu, ke arah lorong luar untuk menghubungkan ke ruang keluarga, di mana dia bisa memastikan sesuatu dahulu.
"Kita sudah janji bahwa kau takkan menunjukan sisi ini pada Rei. Aku sudah pernah bilang bahwa dia sangat peduli denganmu. Kau membuatnya menjadi sangat khawatir."
Aku bisa melihat wajah Rei yang khawatir terhadap sikapku yang tiba-tiba saja berubah. Itu sebenarnya aku tidak tiba-tiba berubah. Tidak. Aku hanya menutupi semuanya dari Rei. Seperti kata Keiza, kami berjanji melakukannya agar Rei tidak banyak pikiran tentang diriku.
Aku tak yakin soal itu, bahwa Rei benar-benar memikirkanku sampai sejauh itu.
Selain itu, ini pertama kalinya Rei melihatku seperti ini.
"Dia akan cepat melupakannya." Kataku.
"Apa maksudmu? Rin, apa kau tidak mengerti tentang Rei?"
Mengapa tiba-tiba dia bertanya seperti itu? Ah, aku lupa kalau Keiza pasti ingin mengetahui dan mengerti soal ini. Tapi dia melompat sedikit jauh.
Dan ya, dia harusnya sudah tahu soal ini. Tapi dia selalu sedikit ragu-ragu tentang apa yang dipahaminya sendiri.
"Kei, aku tak yakin. Bisakah kau tinggalkan aku sendiri untuk hari ini? Nikmati pestanya juga."
Aku mendorong tubuhnya keluar dari kamarku.
"Bagaimana bisa aku menikmatinya tanpamu?" Kei berteriak dari balik pintu yang sudah kututup.
Sekarang aku kembali sendirian. Banyak sekali distraksi yang menyebalkan, meski hanya Kei dan Rei saja. Mereka sudah cukup menyebalkan! Dan aku tidak ingin ada siapapun datang kemari dan menggangguku hari ini.
Cukup. Kesabaran terakhirku hanya untuk Dokter Hans untuk hari ini.
~Blue Aloe~
Keiza tampak frustasi melihat kondisi Rin yang begitu lagi. Awalnya, dia sudah cukup tenang dengan keberadaan Brandon yang bisa membuatnya tenang dan waras. Ya, cukup waras hingga pesta ini berakhir. Dan kejadian seperti inilah yang menjadi salah satu pilihan terburuk yang terjadi pada Rin saat hari H. Dia sudah berusaha untuk menghindarinya, dan berusaha untuk menaikan mood Rin agar dia mau sedikit lebih ceria.
Tapi, Rin lupa akan janjinya. Mereka telah berjanji untuk merahasiakan ini dari Rei. Dan ini menyakitinya.
Kei dengan sedih harus kembali ke ruang makan untuk mengambil semua pakaian yang dibawanya untuk Rin hari ini. Dia sudah mengeluarkan uang pribadinya sendiri dengan membeli banyak sekali pakaian dan aksesoris yang nantinya bisa dipilih Rin untuk pesta hari ini. Dia juga sudah meminta izin kepada teman-teman yang membantu mengurus pestanya ini untuk menemani Rin sampai sore ini. Tujuannya apa? Keiza melakukannya agar hari ini tampak sempurna tanpa harus melihat kondisi Rin yang menghawatirkan.
Ini memang melukai hatinya, tapi tidak ada pilihan lain selain harus membiarkan Rin seperti itu.
Dan Rei? Ah, dia...
"Rei?!" Keiza terkejut karena Rei berdiri di balik dinding dekat lorong yang menghubungkan kamar Rin. Keiza menjadi cemas sendiri menyadari keberadaan pacarnya itu.
"Kei, katakan sejujurnya tentang apa yang kau sembunyikan bersamanya."
.
Bab 36
Dried Flower