Chereads / Blue Aloe / Chapter 35 - 34 - Dried Flower II

Chapter 35 - 34 - Dried Flower II

Tok tok tok tok.

Tidak mungkin dia tak datang kepadaku. Memangnya apa tujuannya datang kemari selain karena aku?

Hari ini sungguh hari yang tidak baik untukku. Selain harus terjebak di tempat ini seharian, aku harus menerima kabar buruk soal robot android-ku. Aku hampir tak percaya Rei mengatakan tentang kerusakannya, padahal laporan yang kuterima tidak seperti itu. Pasti benda itu sudah usang dan harusnya diganti saja daripada aku harus menunggu lebih lama.

Memangnya enak terkurung di tempat ini? Tubuh lemah ini sudah terlalu lama menderita di bawah atap ini, dan akan mati kebosanan.

Lalu yang lebih parah. Sesuatu yang sangat tak terduga. Sudah dua kali aku tidak menyadari kedatangannya, oh kesayanganku, Brandon. Dia seperti hantu yang bisa saja datang di waktu yang tak terduga. Sialnya, dia melihatku marah!

Tidak, tidak, tidak!

Dia tidak boleh melihatku bertingkah seperti itu! Brandon harus melihatku yang lembut dan manis. Bagaimanapun itulah Rin yang sangat disukai Brandon. Baginya, aku sangat cantik karena perilaku yang disukainya.

Benar. Aku harus menahan emosiku.

Hingga saat ini... aku juga masih belum bisa membukakan pintu untuknya. Aku sedikit takut dengan reaksinya padaku. Apalagi jika dia menolak datang kemari besoknya.

"Rin, bisa tolong buka pintunya? Aku sudah bawa yang aku janjikan kemarin."

Brandon membawa pudding karamel kesukaanku! Dia berhasil melewati inspektur Rei dan Kei, itu luar biasa! Laki-laki yang cintai pasti memang mampu melakukannya dengan baik.

Karena penyakitku, aku dilarang untuk makan makanan sembarangan dari luar. Aku hanya boleh makan makanan yang kusebut sebagai 'makanan dokter'. Dokter Hans memberikan beberapa resep makanan untuk membantuku menentukan makanan yang layak.

Aku harus segera membukakan pintu itu, namun aku menyadari sesuatu saat aku tidak sengaja melihat diriku di depan cermin. Warna pucat dan selang oksigen yang selalu menghiasi wajahku kini terasa menjijikan. Penampilan ini tidak pantas untuk bertemu dengan Brandon. Dia sudah melihat diriku yang seperti ini, oh tidak, dan dia pasti merasa sangat jijik dengan wajah jelek ini. Sehingga pada akhirnya aku membutuhkan sedikit waktu untuk merias wajahku. Kei mengajariku untuk memberikan warna pada wajahku agar tidak terlihat lebih pucat dengan beberapa cream wajah yang berwarna merah muda. Lalu aku juga melepaskan selang oksigenku dan menyembunyikan selang dan tabungnya ke dalam lemari. Dengan begini, Brandon takkan melihatku seperti orang yang sangat lemah karena penyakit sialan ini.

Aku harus terlihat kuat.

Akhirnya aku membukakan pintunya secara perlahan. Aku sengaja tidak menggunakan sistem, tapi aku membukanya langsung karena aku ingin menyambut Brandon-ku. Dan benar saja, dia masih berdiri di sana dengan sepiring puding karamel.

Dia begitu menawan!

"Masuklah..." kataku setelah dapat membuka pintu kamarku sepenuhnya.

Brandon memiliki tubuh yang tinggi. Aku saja sedadanya, sehingga aku selalu mendongak untuk melihat wajah tampannya. Aku tak perlu menyayangkan leherku jika aku harus melihatnya terus seperti ini. Dia memang pantas untuk dipuja.

"Wow! Aku tidak tahu bahwa dari sini kau bisa melihat semuanya."

Brandon sudah memberikanku piring itu dan langsung berjalan ke arah jendela kamarku yang lebar. Karena kamarku tidak memiliki beranda dan karena jendela itu langsung menuju ke halaman belakang rumah, aku bisa langsung melihat apapun yang terjadi di halaman rumah. Untuk sekarang, dia pasti bisa melihat taman belakang yang masih berantakan karena banyak barang yang belum selesai ditata untuk dekorasi pesta.

"Tempat ini untuk sun bathing dan meredakan stress kalau sedang boring." Kataku sambil duduk di sofa yang sudah kususun menghadap ke jendela. Di sana juga ada sebuah meja kecil yang kuletakan piring puddingku.

"Pasti menyebalkan ya karena tidak bisa keluar untuk waktu yang cukup lama." Katanya sambil duduk di sampingku.

"Aku tidak tahu kalau kau pakai robot untuk keluar, aku sangat terkejut melihatmu di dalam mobilnya Rei tadi. Apa kau juga memakainya saat aku datang kemari?"

"Kau tadi ke bengkel Gaffar?!"

"Ya, Rei mengajakku ke sana."

Itu terdengar bagus dan juga buruk. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan di sana tentangku dengan melihat robot androidku. Rasanya sangat memalukan.

"Aku memakainya jika aku ingin keluar dari tempat ini, kadang pergi ke mall bersama Kei atau ke rumah Kei."

"Apakah tidak merasa aneh menggunakan robot itu untuk bergerak di luar sana?"

"Tidak. Kau bisa lihat kemarin kalau robotnya bergerak sangat smooth."

Apakah dia secemas itu memikirkanku? Aku sangat senang dia mau sepedulu itu padaku. Tapi, dia tak perlu menghawatirkannya terlalu jauh.

"Tapi, untuk orang awam, itu pasti hal yang aneh. Jika mereka berbicara denganku di luar sana, mereka pasti tidak menyangka bahwa mereka mengobrol dengan robot."

"Menurutku, kau bukan robot. Kau jelas berbeda dari robot-robot itu."

"Hahaha... ya memangnya harus begitu. Benda itu hanya membantuku keluar."

Memanggilku robot ya? Aku tidak akan menyangka bahwa orang-orang akan memanggilku demikian. Robot androidku terlalu terlihat humanoid, susah sekali dilihat secara langsung dan diidentifikasikan sebagai robot. Mereka pasti langsung menyangkanya sebagai manusia, namun lebih sedikit dingin dan kaku. Seperti seseorang yang jarang keluar rumah dan bersosialisasi.

"Dan robot itu dibuat untuk menyusaikan semuanya dengan tubuhmu? Kalian sangat mirip."

Aku tak mengerti mengapa Brandon sangat tertarik untuk membahas robotku ini. Jujur saja kalau aku sedikit cemburu dengan sebuah benda mati yang selama ini aku gunakan.

"Ya. Karena jenisnya humanoid, perkembangan tubuh manusia harus disesuaikan dengan penggunanya. Karena bentuk tubuh cukup rumit dan kompleks, yang sering dirubah adalah tinggi badannya saja. Tubuh lebarnya, aku disarankan untuk menjaga pola makan agar tidak mengalami banyak perubahan bentuk tubuh. Tujuannya agar aku bisa menggunakannya dengan nyaman juga."

Brandon terdiam. Sepertinya sedang memikirkan sesuatu.

"Apa kehidupan di masa depan akan seperti dirimu?" tiba-tiba dia bertanya seperti itu.

Mengapa Brandon menanyakan hal yang benar-benar acak dan semakin jauh? Aku sedikit merasa tidak nyaman karena pembicaraan ini. Ya maksdku adalah karena aku ingin berbicara dengannya tentang kami berdua saja. Dan dia malah membicarakan tentang kehidupan yang rumit.

Apakah dia tidak pernah berbicara dengan perempuan sebelumnya? Apakah dia membicarakan ini dengan... si Kelly itu?

Membosankan!

"Aku tak yakin." Jawabku. Kemudian aku mengambil piring puddingku untuk mengalihkannya. "Kau ingin?"

Berbagi makanan dengannya adalah keharusan.

Brandon langsung menolaknya. Itu membuatku sedih.

"Tidak. Kau harus menikmatinya sendiri."

"Menikmati bersama-sama pasti sangat menyenangkan."

"Rin, kau sudah sangat lama tidak makan makanan seperti ini. Kau harus egois untuk menikmatinya sendiri."

Mengapa dia malah mengajariku egois?

"Brandon, memakan pudding bersama-sama juga nikmat."

"Dan oleh sebab itu, kau harus berani menghabiskannya sendiri."

Lho?!

"Kita tidak tahu kapan kau memiliki kesempatan yang jarang ini, Rin. Kau tidak boleh sia-siakan kesempatan emas ini. Toh, aku bisa membelinya dan memakannya sewaktu-waktu. Kau tak perlu membaginya denganku. Aku takkan mengeluarkan liurku. Aku janji."

Ya begitulah dia. Itulah mengapa aku mencintainya.

Akhirnya, aku memakannya sendiri sambil dilihati oleh Brandon. Rasanya seperti sedang diawasi agar aku makan dengan benar. Hingga suapan terakhir puddingku, aku menyadari bahwa kenikmatan makanan ini tiada tandingannta.

Aku sangat berterima kasih padanya.

"Aahh... sungguh enak!"

Brandon melihatku dan tersenyum lebar. Dia terlihat senang kalau aku menghabiskan makananku.

Sejak dulu sekali dia seperti itu.

"Kau benar-benar harus mencoba... nya."

Aku tiba-tiba mendengar sebuah perut berbunyi. Karena ruanganku begitu sunyi, suara perut itu terdengar cukup keras. Dan aku menemukan Brandon yang langsung memerah.

"Kau memang harus memakannya tadi." Kataku tidak enak. Daripada dibilang air liurnya, perutnya yang protes sekarang.

"Hahaha... ya, aku sampai lupa." Brandon tertawa sendiri. Dan aku juga harus ikut tertawa dengannya. "Banyak hal terjadi."

"Apa kau sudah makan?"

"Belum. Tapi tak apa."

"Jangan begitu! Perutmu sudah memprotesmu. Jangan sampai aku mendengarnya lagi!"

"Ya... kau takkan mendengarnya..." tiba-tiba suara perutnya terdengar lagi. Perut itu tidak setuju dengan mulutnya sendiri!

"Kau tahu, perutmu lebih jujur daripada mulutmu, Brandon."

Dan dia tertawa mendengarku.

Aku bangkit berdiri.

"Ayo makan! Akan kumasakan sesuatu. Begini-begini, aku jago masak!"

Ajakanku kali ini tidak membuatnya harus menyela. Brandon setuju dengan ajakanku dan berdiri sekarang. Tubuhnya yang begitu tinggi membuatku sedikit menengok ke atas.

"Ya, koki sudah menyuruh makan." Katanya.

Aku menarik tangannya untuk keluar kamarku. Takutku, dia tiba-tiba berubah pikiran meskipun itu mustahil. Dia tahu bahwa aku memergokinya kalau dia sedang lapar. Tidak ada alasan lain baginya untuk menolak makanan sekarang. Tidak seperti pudding tadi.

Saat aku akan meraih pintu kamarku, Brandon tiba-tiba menarik tanganku. Dia menahanku untuk keluar. Aku menatapnya dengan penasaran.

"Kau perlu alat bantu, bukan?" Katanya.

Apakah maksudnya adalah selang oksigenku?

"Ah, tidak apa-apa. Dapur masih menjadi bagian area rumah dalam. Keadaannya-"

"Rin. Jangan paksakan hal ini. Aku tahu kau membutuhkannya."

"Brandon, aku sudah bilang kalau itu tidak masalah."

"Rin, kau tahu bahwa aku baru saja datang kemari. Aku tahu kau sedang sangat sakit. Aku tidak tahu apa saja yang kau butuhkan untuk perawatanmu. Dan kumohon kau untuk tetap menjaga dirimu. Aku tidak ingin hal buruk terjadi nantinya."

Sepeduli itukah dirinya padaku? Aku hampir pinsan karena mendengarnya. Dia benar-benar mengatakannya langsung padaku sambil memohon padaku.

Ini membuatku sangat tersentuh.

"Baiklah." Kataku sambil tersenyum lebar.

.

Bab 34

Dried Flower II