Chereads / Blue Aloe / Chapter 31 - 30 - Walls Could Talk III

Chapter 31 - 30 - Walls Could Talk III

"Maaf menunggu terlalu lama." Benjamin akhirnya muncul bersama dengan robot kereta kecilnya. Dia mulai mengambil robot android Rin dan diangkut kereta itu pergi.

Saat ini, Anna sudah pergi dan diantarkan oleh Benjamin. Lalu setelah itu, laki-laki itu baru melakukan pekerjaannya.

Aku menarik Brandon untuk mengikuti Benjamin yang berjalan ke arah bengkelnya. Dilihat dari halaman rumahnya yang luas, pasti cukup melelahkan untuk berjalan ke bengkel. Apalagi dia tidak memandang siapapun itu, termasuk Anna, dan membiarkan tamu-tamunya datang berjalan ke area rumahnya. Oh ya, bengkelnya berada di bagian samping rumahnya. Jadi, kami berjalan ke arah rumahnya namun tidak masuk lewat depan rumahnya. Tapi kami harus masuk ke dalam bengkelnya.

Apa yang dipikirkan tentang bengkel adalah tempat yang kotor, banyak oli berceceran, dan tempatnya yang relatif gelap. Sebenarnya itu tidaklah salah. Masih banyak bengkel yang tempatnya sekotor itu di JFTU yang selalu menjadi sisi gelap yang selalu dihindari kebanyakan mahasiswa. Namun, tempat kerja Benjamin bisa berbanding terbalik dengan kondisi bengkel pada umumnya. Tempat itu bersih dan sangat rapi, seperti sebuah klinik kesehatan. Hanya saja, klinik ini untuk semua permesinan yang mau diterimanya.

Ah... tampak dalamnya memang berbeda dengan tampak luarnya. Maksudku tentang area rumahnya ini. Tempat yang seperti berkumpulnya semua rongsokan besi yang sengaja ditumpuk sembarangan di halaman depan, namun tempat yang mirip seperti rumah sakit ditemukan saat masuk ke dalam bengkelnya. Mungkinkah ini yang dimaksud dengan 'don't judge the book by it's cover'? Benjamin memang membawakan banyak kejutan di dalam kehidupannya, termasuk setelah mendengar namanya dan mengenalnya lebih jauh.

Masuk ke dalam bengkel, ada beberapa robot maid yang berwujud manusia menyambut kehadiran tamu Benjamin. Mereka bergerak seperti sudah diatur, sehingga pergerakan kaku mereka selalu terarah sesuai dengan situasinya. Para maid itu langsung membungkukan badan mereka saat kami muncul di hadapan mereka. Lalu kembali berdiri tegap dan berjalan berurutan menuju ke sebuah ruangan.

Aku mengecek jam berapa sekarang.

"Ah, Rei. Aku perlu me-scan ulang robot kembaranmu ini." Kata Benjamin. Dia membuka sebuah pintu ruangan dimana robot keretanya masuk ke dalamnya.

Setelah melirik ke arah Brandon sebentar, dia meneruskannya,

"Ya, aku baru saja meng-upgrade beberapa hal dan ingin kuuji."

"Mesin scan itu?" tanyaku.

"Ya!" Dia menjawabnya dengan bersemangat. Dia selalu begitu jika ada orang yang terlihat tertarik dengan karyanya.

Sebenarnya, aku hanya penasaran apa yang akan dilakukannya dengan robot Rin.

"Aku mengembangkannya di sini, ruang khusus untuk mengembangkan berbagai mesin pendukung pekerjaanku. Kau bisa melihat mesin yang sama di ruang sebelumnya, tapi ini mesin kedua yang memiliki program prototype di dalamnya. Beberapa minggu yang lalu, aku mendapatkan beberapa sistem update dari developer, aku langsung mencobainya pada semua mesin ini. Hanya saja..."

Mau tak mau, aku harus menerimanya. Dia pasti sudah mempersiapkan hal ini hanya untuk eksperimennya, termasuk kelinci percobaannya yang selalu datang tiap bulannya.

"Aku belum memiliki subjek uji cobanya."

Dia memiliki banyak robot di dalam rumahnya, tapi dia hanya ingin robot Rin menjadi uji cobanya. Dia memang seharusnya memiliki robot rongsokan khusus untuk mengikuti serangkaian eksperimen barunya. Namun, dia sangat menyayangkan hasil karyanya dirusak dengan hal baru.

Ini seperti kau harus memastikan makananmu tidak beracun dengan memberikannya kepada orang lain terlebih dahulu.

Seharusnya, L memberikan banyak sekali sambal ke pecel lele yang dimakan Benjamin semalam.

Benjamin kemudian menghidupkan sebuah mesin scan khusus robot. Sebenarnya, ada berbagai macam ukuran mesin scan tersebut, dan yang paling besar adalah tingginya separo dari ruangan ini. Mesin itu tidak digunakan untuk pekerjaannya, seperti katanya, benda itu untuk menguji coba eksperimennya. Ada benda besar seperti itu di ruangan lain yang masih tertutup rapat oleh pintu garasinya.

Untuk ukuran robot mini dan robot manusia, mesin scan-nya tidak setinggi dari bahuku. Semua robot bisa dimasukan di dalamnya dengan ditidurkan. Ini seperti sebuah scan barang di bandara, hanya saja ini seperti mesin rontgen[1] untuk robot. Dengan begitu, pada monitor di samping mesin itu, aku bisa melihat semua isi dalam bentuk fisik dari robot Rin.

Benjamin melebarkan layar di monitor itu dengan menggunakan layar hologram untuk melihat lebih dari apa yang ditunjukan oleh mesin scan itu.

Dalam gambar robot Rin di monitor, ada beberapa tanda merah yang menandakan tidak bagus. Dan anehnya, semua tanda itu sama persis dari apa yang Brandon katakan padaku sebelumnya.

Ini membuatku bertanya-tanya.

"Apa maksudnya itu, Benjamin?" tanyaku kemudian.

"Mohon tunggu sebentar." Jawab Benjamin dengan sedikit panik. Dia sepertinya tidak tahu apa yang terjadi di sini.

Aku melirik ke arah Brandon yang terus mengawasi layar monitor.

Setelah beberapa detik kemudian, Benjamin mendapatkan laporan kerusakan pada bagian merah yang ditunjukan.

"Kerusakan kecil dan... oh tidak, kurasa robot Rin memang harus dipoles ulang."

"Bisa beri tahu aku detailnya bagaimana?"

"Maafkan aku, Rei. Robot kembaranmu ini ternyata memiliki kerusakan secara fisik. Sebelumnya, ponselku tak mendapati kerusakan fisik seperti ini. Dan seperti apa yang diberitahukan kepadaku lewat laporan ini, ini lebih merujuk pada hal-hal yang kecil seperti chip engine, kawat-kawatnya, dan beberapa material di dalamnya. Ini sangat mendetail untuk dikatakan kerusakannya."

"Apa yang akan kau lakukan?"

"Tanpa merusak fisiknya, aku bisa memperbaiki sistem di dalam robotnya, meng-upgrade sistemnya sambil menyesuaikan perangkat kerasnya agar tidak terjadi kerusakan lagi. Jika memang ada kerusakan perangkat keras yang sedetail ini, aku perlu membedahnya. Apalagi pada lengannya ini, bekas kerusakannya bisa membuat beberapa kabel kecil terpotong."

Entah mengapa, aku mendengarnya seperti persiapan untuk operasi manusia. Robot sebagai manusia, besi sebagai tulang, dan kabel sebagai pembuluh darah. Cukup mengerikan jika kubayangkan Rin yang asli seperti itu.

Dan masalahnya sekarang adalah waktunya. Kurasa waktunya tidak akan secepat apa yang dikatakannya sebelumnya.

Rin pasti mengamuk akan hal ini.

"Jadi, berapa lama kau akan memperbaikinya?"

"Aku tak yakin. Dua minggu dengan melembur, kurasa."

Dia lama-lama bisa gila dengan begitu. Dan aku juga bisa gila jika selama itu Rin mengamuk padaku. Ini dilemaku.

"Jangan terlalu paksakan dirimu, Benjamin. Kau punya banyak pekerjaan untuk dilakukan. Aku tak masalah jika harus menunggunya lebih lama."

"Apa kau yakin dengan sikap kembaranmu itu?"

"Ya, aku tak masalah jika dia bisa belajar dari itu."

Ya, dia pasti merasa muak karena harus terkurung lagi di kamarnya selama beberapa minggu. Dan untungnya, sekarang aku punya penangkalnya.

"Benjamin..." tiba-tiba Brandon berkata. "Apa kau yakin dengan itu? Banyak kerusakan lainnya, bukan?"

"..."

Benjamin tidak berkata apa-apa untuk menanggapinya.

"Apa itu?" tanyaku dengan mendesak.

"Aku tak tahu apa yang kau lihat, tapi ini bagian dari sistem yang dipasang di robot android Rin. Aku bukanlah developer dari mesin ini, dan itu bukan urusanku. Aku hanya bekerja untuk memperbaiki kerusakan sistem dan perawatan mesin."

Lalu Benjamin menatapku.

"Maafkan aku, Rei. Kau mungkin tak suka mendengarnya, tapi memang perkembangan dari robot android ini selalu diawasi oleh developer. Kau tahu harus bertanya pada siapa tentang ini."

Aku tidak terkejut jika memang sedang diawasi. Dan aku sudah menduganya. Tapi sepertinya, masalahnya lebih serius lagi.

"Bagaimana kau tahu soal itu, Brandon?" tanya Benjamin akhirnya. Dia sudah memberitahu apa yang ditanyakan Brandon padanya, kini gantian Brandon untuk membayarnya.

"Semuanya terlihat di monitormu."

"Dan seperti itu tidak bisa dibaca manusia biasa. Boleh kuperiksa ponselmu?"

Brandon langsung menolaknya. "Itu tak ada hubungannya."

"Jelas ada. Kau tahu bahwa dunia digital tidak sesederhana kita lihat, bukan?"

Mereka berdua terlihat makin memanas. Aku hanya sedikit paham dengan apa yang mereka bicarakan.

Melihat Brandon, dia seperti mempertimbangkan sesuatu.

"Baiklah." Brandon langsung mengeluarkan sesuatu di balik kantong celananya. Benda itu cukup kecil, segenggam tangannya, dan berbentuk kubus.

Benjamin melihatnya dan menerimanya.

"Ikuti aku." Dan kami dibawa ke ruang yang sebelumnya disambut oleh para maid robot.

Di sana ada sebuah komputer milik Benjamin yang akan digunakan untuk melihat isi dari ponsel Brandon. Kuakui bahwa momen ini cukup menegangkan karena mereka berdua menjadi lebih membenci satu sama lain.

Padahal aku cukup senang saat tahu kalau Benjamin sedikit tertarik dengan Brandon. Tapi karena ini, mereka menjadi memiliki konflik sendiri.

Maafkan aku, Kelly.

"Ponsel Pandora, bukan benda yang murah." Kata Benjamin. "Kau memang harus memiliki sesuatu yang sekelas denganmu. Tapi, sepertinya dalamnya lebih mahal daripada cangkangnya."

Ponsel kotak Brandon diletakan di atas meja. Dengan perintah Benjamin, ponsel itu langsung menunjukan semua hal di dalam pemancar hologram yang tersedia. Di sana, kami semua bisa melihat isi dari ponsel milik Brandon.

Bukannya ini melewati batas? Bahkan Benjamin bisa membongkar hal privasi milik Brandon. Ada banyak sekali fotonya yang diambil bersama dengan Kelly, mereka terlihat bermesraan satu sama lain; lalu ada berbagai macam film dan musik; beberapa dokumen pribadinya; dokumen penting tentang perkuliahannya dan dokumen penting perusahaan JayaChandra. Ini sudah melewati batas.

"Bukannya kau ingin tahu sistem apa yang bekerja di dalamnya?" tanya Brandon sedikit garang.

"Ya. Aku berniat untuk membuka perangkat apa saja yang kau pakai. Anehnya, semua ini yang muncul."

Dia menambah masalah.

"Kurasa kau telah salah memberikan perintah." Brandon dengan kesal menjentikan jarinya. Semua layar hologramnya tertutup dan hanya menyisakan sebuah jendela yang menunjukan informasi tentang ponsel Brandon.

"G5 Reccon, Uplison Level." Lalu Benjamin tertawa sendiri. "Maafkan aku, Brandon. Aku mungkin kurang ajar karena memaksamu untuk memperlihatkan ini padaku dan Rei. Tapi, kau benar-benar menarik."

Hah?! Apakah aku tidak salah dengar? Bukannya mereka baru saja memancarkan kebencian satu sama lain?

Benjamin menutup layar hologram itu dan memberikan ponsel itu kembali ke Brandon.

"Rei, kau mungkin kurang mengerti. Tapi, dalam dunia digital ini, setiap orang memiliki tingkatannya yang berbeda-beda. Tingkatanku adalah Phi, empat tingkat paling bawah sejauh ini ditemukan. Kau adalah tingkatan Psi, Rei, dua tingkat paling bawah setelah Omega. Dan Brandon JayaChandra, dia memiliki tingkat satu di atasku, Uplison. Aku tak mengerti mengapa dan bagaimana, tapi sepertinya kau memiliki hubungan yang cukup penting dengan Reccon, Brandon."

.

[1] mesin pendukung tindakan medis dalam menggunakan radiasi untuk mengambil gambar bagian dalam tubuh manusia.

.

Bab 30

Walls Could Talk III