Meminta untuk mengecek isi ponsel seseorang, membongkar perangkat lunak dan segala isinya keluar, lalu mendapati hal yang baru kudengar, yaitu tentang hubungan Brandon dengan Reccon.
Dia selalu melebihi ekspetasi yang telah kuketahui tentangnya. Mungkinkah karena data yang minim kudapatkan tentangnya?
"Maafkan aku. Seharusnya kita tidak membahas hal itu lebih jauh lagi." Kata Benjamin akhirnya karena Brandon tidak mau menjawab apapun.
Bukankah Benjamin juga memiliki hubungan dengan Reccon? Tetapi, melihat Anna yang lebih dekat dengan Brandon, kurasa kita tahu jawabannya.
Brandon masih tidak berkata apa-apa. Kurasa dia masih merasa sangat kesal karena semua data pribadinya terbuka semua. Dia masih menggenggam ponsel kotaknya dengan erat dan menatapnya. Saat ada cahaya muncul dari kotak itu dan memutari ponselnya, Brandon langsung merubah kotak itu menjadi mode ponsel pipih.
Seseorang memanggilnya. Dan aku bisa melihat siapa yang meneleponnya. Kelly meneleponnya.
"Permisi sebentar." Katanya lalu keluar dari bengkel Benjamin.
"Sangat disayangkan." Kata Benjamin setelah tidak melihat keberadaan Brandon di ruangan ini.
Aku masih menjadi orang ketiga dari konflik di antara mereka. Selain hanya mampu melihat, aku juga hanya bisa mendengar saja. Kalaupun ada waktunya, aku pasti menanggapinya.
"Kurasa itu berlebihan, Ben." Kataku. "Aku berniat membawanya kemari karena kurasa dia akan menyukainya."
"Kukira kau akan membuatku merasa senang jika kau mempertemukanku dengannya. Dan kau salah akan satu hal, Rei. Aku tidak membuka semua data pribadinya. Aku berniat membuka data tentang ponsel tersebut." Dia menekan-nekan mejanya untuk membuka layar hologram lagi.
Ben meletakan sebuah benda kecil di atas meja tersebut. Lalu dia memberikan perintah agar benda itu memberikan informasi tentang data perangkat keras dan lunak yang diinginkan.
"Lihat. Aku melakukannya dengan benar." Katanya. "Aku tidak mengerti mengapa tadi bisa salah. Dan karena itu, aku yakin penjaga dari sistem keamanannya langsung memanggilnya."
"Apa maksudmu? Dia hanya ditelpon oleh pacarnya."
Pernyataanku membuat garis wajahnya berubah. Dia terlihat begitu penasaran dengan apa yang baru saja kukatakan padanya. Lalu dia tersenyum, dia merasa tertarik.
"Harusnya, pengelola keamaan sistem dari JayaChandra yang bertugas untuk memastikan apa yang terjadi. Dan seharusnya, dia memanggil Brandon untuk memastikannya secara langsung. Tapi, pacarnya? Kelly? Itu tidak bisa dikatakan sebagai sebuah kebetulan, bukan?"
Ini menyadarkanku akan sesuatu. Apa yang dikatakan oleh Benjamin bisa benar dan salah, tapi bukan berarti tidak bisa dipertimbangkan. Sejak kemarin, aku secara perlahan mendapatkan informasi yang tidak pernah kudapat dari Andri. Dan data yang diberikan, harusnya, cukup lengkap dan membantuku. Tapi hanya kali ini saja, aku dikejutkan dengan beberapa hal yang berada di luar bayanganku.
Mungkin Saphira benar, aku harus sedikit berhati-hati dengan mereka. Masih banyak yang belum kuketahui tentang mereka, meski aku telah memegang kartu As.
"Rei, apakah kau tahu Kelly mengambil jurusan apa?" tanya Benjamin kemudian.
"Dia sangat jenius, dia mengambil dua jurusan sekaligus. IT dan Fisika." Jawabku.
Agak aneh menjawabnya karena berita tentang Kelly telah menyebar di kampus. Dia seharusnya sudah tahu informasi biasa seperti ini.
"Primadona kampus ya..."
Jadi dia benar-benar tidak tahu ya."
"Ya, dia memang mahasiswa super istimewa untuk kampus."
"Rei, apa kau tahu dia bekerja sama dengan perusahaan apa saja?"
"Dia tidak bekerja sama dengan perusahaan apapun, kudengar dia menolak semua permintaan dari berbagai perusahaan, termasuk Reccon. Tapi dia sedang melakukan sebuah projek kampus yang sebenarnya permintaan dari sebuah perusahaan besar."
Di saat aku memberitahunya, Benjamin membuka layar hologram di depannya untuk membuka informasi tentang Kelly. Yang dia temukan tentu saja data informasi umum tentang Kelly Wijaya yang bisa ditemukan di web sekolah.
Tapi, untuk seorang Benjamin, dia pasti bisa mendapatkan lebih dari itu. Dia bisa meretas lebih jauh dan mendapatkan informasi yang diinginkan.
"Sepertinya kau mengetahuinya banyak tentangnya, Rei."
"Dia sangat menarik."
"Ya, tentu saja. Orang sepertimu pasti melihat peluang besar dari pribadinya daripada melihat pakaian yang dipakainya sekarang."
Maksudnya adalah aku tidak melihat Kelly dengan latar belakangnya, tapi melihat kejeniusannya. Akibat posting Ms. JN, dia mendapatkan hujatan dari para netizen kampus karena latar belakangnya yang tidak disukai oleh mereka. Jenjang kelas sosial yang sangat jauh bisa membuat semua orang cemburu, apalagi dia mendapatkan lebih dari apa yang seharusnya.
"Bisakah kau mempertemukanku dengannya?"
"Ya, tentu saja. Tapi aku tidak bisa menjamin dalam waktu dekat."
"Kau tak perlu terburu-buru. Aku pasti menantikannya."
Benjamin pasti sudah tidak sabar. Dia tersenyum sangat lebar yang menunjukan bahwa dia sangat menunggu momen ini. Di sisi lain, Kelly juga sangat tertarik dengan Benjamin setelah aku memberitahunya. Aku masih ingat dengan ekspresi wajah dan suaranya setelah mendengarnya. Lalu dia juga yang memintaku untuk membawa BJ kemari.
Oh ya, aku masih penasaran dengan 'tangan ajaib' yang dimaksud Kelly.
Akhirnya Benjamin mematikan layar hologram. Itu terjadi di waktu yang sangat tepat, karena akhirnya Brandon kembali.
"Ah, Brandon. Kukira kau akan langsung pergi dari sini setelah menerima panggilan tersebut."
"Di sinilah aku akan mengatakannya padamu, bahwa aku permisi untuk pergi." Balas Brandon dingin.
Siapapun yang mendengarnya pasti langsung dapat membeku.
"Maafkan atas ketidaksopaanku yang tadi dan barusan. Tapi sebenarnya, aku ingin meminta maaf dengan layak. Aku sudah menyiapkan makan siang dan kuharap kau mau bergabung denganku."
Jika Benjamin yang menawariku, aku pasti langsung menerimanya. Momen ini seperti ini sangatlah tidak boleh dilewatkan. Dengan makan siang bersama, aku bisa memanfaatkannya untuk lebih mengenalnya dan mengakrabkan diriku dengannya. Ini sangat bagus untuk mendapatkan koneksi yang lebih dapat dipercaya.
Tetapi, jawaban ini dipegang oleh Brandon. Dan dia tidak boleh menolak bagaimanapun caranya.
Aku berencana untuk memaksanya jika perlu.
"Aku tersanjung dengan tawarannya, Benjamin. Terima kasih. Tetapi, aku haru-"
"Dia pasti sangat menyukainya." Putusku. "Kau tidak pernah makan makanan hidangan timur tengah yang asli, bukan? Ibu Benjamin sangatlah jago dengan hidangan timur tengah. Bahkan untuk lidah orang Asia."
Sepertinya bujukanku tidak berhasil. Sebab, Brandon langsung memberikanku kilatan listrik dari kedua matanya. Hanya dengan tatapan itu, dia bisa memotong lidahku.
"Ya, itu sangat terdengar menarik. Tapi tetap maafkan aku, Benjamin. Aku dipanggil untuk mengurusi sesuatu juga sehabis ini, dan harus terpaksa melewatkan makan siang."
Sialan. Dia memang tidak berniat untuk membangun sebuah hubungan baik dengan Benjamin.
"Kau terlihat sibuk, Brandon. Lain kali aku pasti meminta maaf dengan layak."
"Jangan pikirkan, aku sudah melupakannya."
Brandon akhirnya pamit dengan gesturnya: tersenyum ramah dan menundukan kepalanya sebentar. Namun, semunya berubah saat dia menatapku. Dia hanya menampilkan senyuman dingin dan tatapannya yang tidak menyenangkan. Rasanya seperti diancam olehnya,
'Ikut denganku atau tidak?'
Ya, sepertinya aku harus merelakan kesempatan ini. Padahal aku sudah mempersiapkan hal ini sebelum datang kemari.
"Ben, aku titip robot Rin ya. Panggil aku jika sesuatu terjadi."
"Oke, Rei."
Aku kemudian mengikuti Brandon yang sudah menghilang dari bengkel Benjamin.
Dia tidak jauh, dia masih berjalan seperti tidak memperhatikan sekitarnya yang tampak berantakan oleh ronsokan besi. Tatapannya pasti lurus ke depan, menuju tujuannya sekarang yang berada sekitar 150 meter di depannya.
Aku harus sedikit berlari untuk dapat sejajar dengannya. Tanpa harus menengok siapa yang mengejarnya, dia terus berjalan dalam diam.
Dia masih marah tentang tadi. Dan aku hanya bisa diam tadi tanpa bisa membantunya.
Lagi yaa...
Aku memandangi langit yang cerah dan sangat panas. Siang ini matahari sedang berada di pucaknya.
***
"Kau CURANG! Dasar pecundang!"
"Curang?! Kau yang tak bisa main saja." Dengan tatapan merendahkan kepada seorang bocah yang kedua lututnya terluka, bocah dengan badan lebih besar lalu tertawa melihat bocah itu hampir menitikan air matanya.
"Ini bukan mainan anak kecil, aku kan sudah bilang." Ejek bocah yang lainnya.
Brandon kecil yang sedari tadi diejek hingga dilukai secara fisik hanya bisa menitikan air matanya saja. Dia tak berteriak ataupun merengek karena sakit dari luka fisik ataupun hatinya. Dia hanya menitik air matanya sambil menahan kekesalah di dalam dirinya. Dia tidak ingin hal itu terjadi lagi, membuat pertengkaran dengan seorang anak dan membuat ibunya dipanggil ke sekolah.
Di dekatnya, ada temannya yang ikut bermain sepak bola. Namun, dia hanya bisa berdiri dan terdiam. Dia tidak tahu harus berbuat apa.
"Kalian juga harusnya tak bermain sepak bola. Kalian juga masih anak kecil." Balas Brandon setelah dia bisa bangkit berdiri. Luka di kedua lututnya masih terasa sangat perih, bahkan darah di lututnya sampai mengalir.
Lalu, Brandon menarik Rei di sampingnya dan berlari menjauh dari bocah yang lainnya. Dia tahu bahwa mereka pasti akan mengejarnya.
Di wilayah yang berisi banyak kompleks perumahan, ada sebuah lapangan besar yang selalu dipakai anak-anak untuk bermain sepak bola. Meski juga dekat di kawasan elit, lapangan ini selalu menjadi spot favorit anak-anak. Dan dikarenakan keributan anak-anak tadi, itu menjadi tontonan beberapa orang di sana. Termasuk kejar-kejaran yang sedang terjadi.
Dari lapangan tersebut, rumah terdekat adalah rumah Rei. Brandon berniat untuk bersembunyi di sana. Kawasan perumahan itu juga memiliki seorang satpam yang menjaga di depan gerbang. Mereka pasti akan aman di sana.
"Siapa yang pengecut?! Sini kau bocah!" Teriak salah satu bocah.
Brandon yang larinya lebih cepat, terus menarik Rei yang berusaha mengikuti kecepatan larinya. Mereka terus berlari sampai akhirnya masuk ke halaman rumah Rei lalu tiduran di atas rerumputan di halaman depan rumah.
Mereka tersengal-sengal, apalagi Rei yang harus mengeluarkan seluruh energinya untuk mengikuti temannya. Dan rasanya, dia hampir kehilangan kesadarannya.
***
Aku tanpa sadar sudah sampai di dekat mobilku. Brandon juga sama.
"Jangan gunakan aku sebagai alatmu, Rei. Aku tak tahu apa yang dikatakan Kelly padamu tentangku dan apa yang dia minta padamu. Jangan suruh aku untuk melakukan hal ini lagi. Tidak semua orang cocok denganku."
Aku terdiam. Lebih ke tidak mengerti dengan kepribadiannya. Apapun yang kudengar tentangnya sebelumnya, sekarang tampak sangat berbeda. Mulai dari Jason dan Kelly yang mengatakan bahwa dia adalah orang yang easy going. Dia orang yang bisa bergaul dengan siapapun, menanggapi semuanya dengan santai dan menyenangkan. Tapi kini, yang kulihat bahwa dia seperti enggan bertemu dengan orang baru. Dia tidak ingin membangun sebuah hubungan yang baik dengan orang lain, tak hanya sekedar berteman atau sebatas tahu.
Dia jelas bukan kurang pergaulan, meski selama dua tahun ini menutup diri. Tapi dia secara sadar dan sengaja sedang menutupi sesuatu dengan membangun dinding di sekitarnya.
Tiba-tiba aku teringat dengan apa yang dikatakan oleh Kelly.
"BJ yang kukenal selama dua tahun ini sedikit berbeda dengan BJ yang kukenal saat SMA dulu."
.
Bab 31
Walls Could Talk IV