Hari yang aku tunggu telah tiba. Aku langsung menyiapkan apa saja yang harus dibawa nanti dengan iringan musik. Sesekali aku ikut bernyanyi.
"Ok, baju udah, handuk udah, sikat gigi dan teman-temannya juga udah, tinggal cemilan nih," ucapku seraya melihat tas.
Aku menyimpan tas di samping tempat tidur lalu mengambil ponsel sambil berbaring.
'Kei, tahun baru ada acara?'
Pesan dari Arwan yang sudah aku terima dari 20 menit yang lalu.
'Iya, aku ada acara. Emang kenapa?'
Aku pun langsung membalas pesan tersebut. Tidak butuh waktu lama aku kembali menerima pesan dari Arwan.
'Tadinya sih mau ajak kamu tahun baruan bareng, tapi kamu udah ada acara.'
'Maaf ya Arwan, coba kamu lebih cepet hehehe.'
'Iya juga ya hahaha ... ngga apa-apa kok, have fun ya.'
'Ok siap laksanakan!'
Aku beruntung sekali berteman dengan Arwan. Meski baru ketemu tidak sampai 3 kali, tetapi ia terlihat sangat ramah dan bersahabat. Kalau aku satu sekolahnya pasti akan menyenangkan.
***
Ting!
Sebuah pesan masuk dari Farel untuk Mia. "Gila!" pekik Mia.
"Apaan sih yang gila?" sahut Nadine yang berada di sampingnya.
Saat ini Nadine sudah berada di rumah Mia. Ia datang pada pukul 1 siang untuk membicarakan kembali rencana nanti malam. Ia yakin sebagian besar ingatanku akan kembali.
"Farel ajak ketemu dong! Tumben banget ngga sih? Biasanya aku mulu yang ajak," seru Mia sembari memilih baju.
Nadine nampak curiga, Nadine tahu betul Farel sama sekali tidak memiliki perasaan pada Mia. Sebagai seseorang yang sudah Nadine kenal sebelumnya, gerak-gerik atau perilakunya pada Mia tidak mencerminkan adanya rasa suka. Namun, Nadine tidak ingin berkata demikian pada Mia. Biarlah Mia menikmati waktunya dengan Farel.
"Bagusan yang mana? Ini atau ini?" Mia memperlihatkan setelan baju yang berbeda pada tangan kanan dan kiri.
Nadine nampak berpikir sejenak. "Ini," Nadine menunjuk baju yang berada di tangan kanan.
"Selera kamu sama ya kaya aku, aku tadinya mau pilih yang ini tapi ragu," ujarnya menyimpan kembali baju yang tidak akan dipakai.
"Itu lebih terlihat feminim sih, bisa menambah daya tarik kamu," ucap Nadine memperhatikan Mia yang tengah asik mempercantik diri.
"Iyakan? Emang ya rok itu selalu cocok dengan perempuan."
Nadine hanya mengangguk sebagai respon terhadap ucapan Mia.
30 menit sudah terlewati dan Farel sudah ada di depan rumah Mia.
"Beneran bisa gila aku," gumam Mia.
Entah kenapa Nadine memiliki firasat buruk mengenai hubungan mereka. Nadine langsung menggelengkan kepalanya dan menepis perasaannya. "Ngga itu ngga bener," batinnya.
"Aku tinggal dulu ya ... kamu kalau mau tidur, tidur aja. Kei datengnya sore ini," ucap Mia sebelum keluar kamar.
"Ok," balas Nadine yang langsung berbaring di kasur Mia.
Mia berpamitan pada mama dan papa. Farel juga ikut berpamitan, ia harus tetap menjaga sopan santun kepada orang tua.
"Ayo Farel," ucap Mia ketika menaiki motor.
Farel menjalankan motornya tanpa membalas ucapan Mia.
***
Sepanjang perjalanan Farel harus bertekad untuk mengakhiri hubungan ini. Ucapan sang adik membuat Farel selalu kepikiran. Kini Farel tidak ingin memanfaatkan seseorang untuk melindungiku. Ia tidak ingin sama seperti Nadine dan Mia.
Mereka sudah tiba diparkiran. Farel melirik Mia, terlihat sekali bahwa dia sangat senang. Kalau Farel tidak salah ingat, sekitar 3 atau 4 bulan ia menjalin hubungannya ini.
"Wow lama juga ya," batin Farel.
Mia yang berjalan di samping Farel tidak tinggal diam. Ia menggandeng tangan Farel. Tidak tahu apa yang terjadi tidak ada penolakan dari Farel karena itulah kedua sudut bibir Mia terangkat.
"Mau kemana?" tanya Farel.
"Nonton yuk! Aku pengen nonton ini sama kamu," Mia mencari film yang ia mau di ponselnya, lalu menunjukan pada Farel. Film yang sudah ia tonton bersamaku dan Nadine.
"Ohh ini, boleh aja. Ayo," ajak Farel yang ternyata mengetahui filmnya. Gimana ngga tahu kalau kemarin adiknya merengek untuk menonton film tersebut. Baik Mia maupun Farel sama-sama menonton film untuk yang kedua kalinya.
Tidak ada yang spesial, mereka hanya fokus pada film. Sesekali Mia melirik Farel, berharap tangannya digenggam Farel. Farel menyadari lirikan Mia yang membuat ia terganggu.
Sesudah menonton film mereka memutuskan untuk makan di Foodcourt, mereka bergantian memesan makanan. Seperti biasa Mia mengabadikan moment. Ia harus mencetak foto ini. Sedangkan Farel mau tidak mau.
Ditengah-tengah mereka menyantap makanan, Mia memberanikan diri untuk bertanya.
"Hmm Farel ..." cicit Mia.
Farel menghentikan aktivitasnya, ia menatap lurus ke arah Mia.
"Kamu udah mulai tertarik sama aku? Habisnya baru kali ini kamu duluan yang ngajak main," ucap Mia pelan.
Farel ingin mengumpat, namun mengerti mengapa Mia berpikir demikian. Siapa yang ngga seperti itu jika pacarmu yang sudah berbulan-bulan mengajak main terlebih dahulu.
"Kamu mau aku jujur?" tegas Farel.
Tanpa ragu-ragu Mia mengangguk.
"Habis makan aja ya, abisin dulu," ucap Farel membuat Mia penasaran.
Bukan tanpa alasan Farel berucap demikian, ia hanya tidak mau makanan tersisa hanya karena drama yang akan berlangsung nanti.
Mia menghabiskan makanannya dengan menanti jawaban. Mia langsung menatap Farel lekat-lekat sebagai tanda untuk memberikan jawabannya.
Farel mengerti maksud dari tatapj Mia. "Sebenarnya ada alasan kenapa aku ngajak kamu duluan. Aku merasa belum jadi pacar yang baik untuk kamu, maka dari itu aku minta maaf dan maaf juga hubungan kita hanya sampai disini saja."
Mia membeku tak percaya akan apa yang didengarnya.
"M-maksud kamu? Kita putus?" tanya Mia memastikan.
"Iya," Farel menjawab dengan cepat dan tanpa ragu-ragu.
Tes ... tes ...
Mia menitihkan air mata. "Aku ngga mau!" bentak Mia yang tidak mempedulikan ia menjadi pusat perhatian.
"Maaf ya ..." Farel memilih untuk meninggalkan Mia.
Mia tidak percaya Farel memutuskannya begitu saja. Ia yakin meski sedikit Farel menaruh suka pada dirinya.
"Pasti ini gara-gara Kei!" pikirnya yang segera meninggalkan Foodcourt dengan mengusap air matanya.
***
Perasaan lega menyelimuti Farel. Ucapan adiknya ternyata benar. Namun, apakah Farel dapat mengungkapkan perasaan pada wanita yang ia cintai. Bertahun-tahun ia menyimpan rasa ini sampai ia bertemu lagi.
Disamping itu Mia pulang dengan memesan ojek online. Dari menunggu, selama perjalanan sampai ia tiba di rumah, Mia memikirkan bagaimana cara membalas dendam padaku. Sudah pasti rencana Nadine mengembalikan ingatanku, Mia juga harus menyusun rencana agar aku menderita.
Mia langsung menceritakannya pada Nadine. Ternyata firasat buruk Nadine benar. Nadine memberikan ide agar aku melakukan semua pekerjaan atau persiapan dan ada insiden yang disebabkan olehku. Mia senang mendengar ide Nadine.
"Ayo Nadine kita mulai menyambut sasaran empuk kita," seru Mia.
Nadine tersenyum senang.
***