Saat ini aku sedang bersiap untuk pergi main bersama Nadine, Mia dan Shella. Awalnya Shella menolak, namun aku sedikit memaksa sampai Shella menerimanya. Untungnya saja Nadine dan Mia tidak mempersalahkannya.
Ting!
Aku mendapatkan pesan dari Nadine yang berisikan kalau dia sudah berangkat. Pas sekali, aku juga sudah siap. Aku segera memesan ojek online dengan tujuan ke Mall X. Mall yang berada di pusat kota.
Butuh sekitar 50 menit untukku sampai Mall X karena perjalanan yang cukup memakan waktu. Aku berjalan masuk, lalu melihat Mia sedang berdiri sambil memegang ponselnya.
"Hai Mia!" sapaku.
"Oh hai Kei ..." balas Mia.
"Udah lama?" tanyaku basa-basi.
"Ngga kok, baru 5 menit. Mau ke toko buku dulu ngga sambil nunggu?" usul Mia.
"Mau banget ... ayo!" balasku semangat.
Kami berjalan beriringan, sesekali kami mengobrol. Begitu kami sampai, kami langsung ke tempat kumpulan novel. Banyak novel bagus disana. Aku melihat dari covernya yang menarik serta sinopsis. Lalu aku melihat Mia, sepertinya Mia tidak jauh beda denganku.
Saat sedang asik melihat-lihat novel, datanglah Nadine beserta Shella. Tak aku sangka mereka akan datang berbarengan.
"Asik banget sih ... lagi lihat apa?" sahut Nadine berdiri diantara aku dan Mia.
"Ini lho novel, kita berdua tertarik buat beli novel ini," ucapku menunjukan novelnya.
"Ngga aku sangka kalian memiliki kesukaan yang sama," ucap Nadine.
"Kami juga baru tau," Mia langsung menanggapinya.
"Kalau gitu aku bayar dulu ya, Mia kamu jadi beli?" ujarku.
"Hmm ... nanti aja deh, lagian aku bisa pinjam punya kamu hehehe ..." balas Mia.
"Hahaha ... ok deh. Kalau gitu, kalian nunggu diluar dulu aja," Aku segera berjalan ke kasir.
"Ngga aku sangka kamu bakal bareng Shella," celetuk Mia ketika aku sudah berjalan ke kasir.
"Aku juga ngga jangka. Sebenarnya sih ngga mau ... ya karena Kei jadinya mau ngga mau," ucap Nadine tanpa rasa bersalah sedikitpun.
"Kalian ngga perlu repot. Aku juga ngga suka kalian. Aku ikut hanya karena Kei," sahut Shella.
Mia tersenyum miring, "baguslah kamu tahu diri. Aku peringatkan ya, jangan sekali-sekali menghalangi kita!"
Shella menunjukkan ekspresi datar tanda ketidakpeduliannya. Tak lama setelah itu aku datang dengan novel yang sudah aku masukan ke dalam tas.
"Yuk! Kita nonton!" ajakku ketika menghampiri mereka.
Kami berjalan dengan Mia dan Nadine yang berada di depanku dan juga Shella.
Aku memperhatikan ekspresi Shella, entah mengapa aku merasa seharusnya Shella tidak ikut main. Aku menjadi merasa bersalah.
"Kenapa?" tanya Shella yang sadar dirinya telah diperhatikan olehku dengan melirikku sekilas.
"Maaf ya ... aku maksa kamu buat ikut," lirihku.
Shella menghela napasnya. Pikir ada masalah serius, namun ternyata hanya prasangka buruk diriku.
"Kamu ngga perlu minta maaf. Setelah aku pikir-pikir ini keputusan yang baik menerima ajakkanmu karena sebetulnya aku butuh hiburan," jelas Shella.
"Beneran?"
"Iya, maka dari itu ngga usah merasa bersalah lagi."
Aku tersenyum menanggapinya.
***
Sesudah kami menonton film bergenre romance dan drama yang diadaptasi dari novel, kamu memutuskan untuk makan di Foodcourt.
Kami telah menemukan tempat duduk, secara bergiliran kami memesan makanan yang diinginkan. Sambil menunggu makanan datang, kami berfoto bersama serta berbincang-bincang.
"Duh bentar lagi pembagiian raport nih," celetuk Nadine.
"Iya bener, aku takut nilaiku turun ..." sahut Mia melirik sebentar ke Shella.
"Bener banget! Kalau Shella pasti ngga usah khawatir, pasti kamu juara umum lagi. Udah langganan juga sih ..." sambung Mia.
"Ngga juga sih ... siapa tau ada juara umum yang baru," balas Shella cuek.
"Sudahlah kalian ... sejelek-jeleknya nilai kalian pasti masuk 5 besar. Daripada aku? Masuk 10 besar aja ngga," keluhku.
"Hahaha ... aku juga kok Kei, jadi kamu ngga usah pesimis gitu. Kali aja semester ini kamu masuk 10 besar," ucap Nadine.
"Aku harap sih gitu, emang Nadine sebelumnya ranking berapa?" tanyaku penasaran.
"Paling rendah sih 7 hehehe ..." jawab Nadine.
Aku memasang wajah datar, "sudahlah tidak udah dibahas lagi."
Tak lama setelah itu makanan kami datang dan kami langsung menyantapnya.
***
Waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam, saatnya kami pulang ke rumah masing-masing. Seperti biasa, aku menaiki ojek online.
Sesampainya di rumah, samar-samar aku melihat Arwan.
"Arwan? Ah mana mungkin malam-malam gini ke rumah," gumamku.
Aku membuka pagar dan sangat terkejut ketika ada yang memanggil namaku.
"Keisha!" panggil Arwan.
Aku menengok ke sumber suara, benar saja itu Arwan. Ternyata mataku tidak salah lihat.
"Bisa ngga udah ngagetin ngga?" omelku.
"Hehehe ... maaf maaf," ucap Arwan memperlihatkan giginya.
Aku menatap Arwan dengan sebal.
"Udah dong keselnya, aku kesini mau ngasih kamu ini," Arwan menunjukkan paperbag berwarna cokelat.
Aku memiringkan kepala, "apaan tuh?"
"Macaroni schotel! Makanan kesukaan kamu," ucap Arwan semangat.
"Hhmmm ..." Aku memicingkan mata karena curiga.
"Curigaan banget sih ... ngga aku racunin kok, nih ambil dijamin enak," Arwan memberikan paperbagnya.
Aku ragu-ragu menerimanya.
Arwan mengusap kepalaku, "dimakan ya," seperti biasa, Arwan memperlihatkan senyumnya. "Sana masuk," Arwan membalikkan badanku, lalu mendorongku masuk.
Aku berbalik mengucapkan terima kasih, dilanjut menutup serta mengunci pagar. Arwan tidak pergi sampai aku sudah masuk rumah dengan lampu yang menyala.
Aku langsung masuk kamar mandi guna membersihkan diri. Setelahnya aku merebahkan diri. Lalu, mataku menangkap paperbag cokelat. Setelah dipikir-pikir bagaimana dia tahu kalau makanan kesukaanku adalah macaroni schotel?
Aku bangun melihat isi dari paperbag tersebut dan benar saja ini macaroni schotel.
"Kayanya enak," gumamku mengambil sendok yang sudah ada dalam paperbag.
Aku berharap ini benar-benar macaroni schotel pada umumnya. Satu sendok macaroni schotel telah masuk dalam mulutku dan benar saja ini enak bahkan lebih enak dari yang biasa aku beli.
"Wow, ngga aku sangka seenak ini," ucapku yang langsung mengambil ponsel untuk mengabari Arwan.
'Arwan maaf tadi aku udah berprasangka buruk sama kamu. Macaroni schotel yang kamu bawa enak banget! Makasih ya. Oh iya, aku boleh tau ngga siapa yang bikin?'
Send! Pesan sudah terkirimkan.
Arwan yang baru saja sampai rumah tersenyum senang ketika membaca pesanku. Arwan langsung membalasnya.
Betapa terkejutnya aku saat mengetahui kalau Arwan yang membuat macaroni schotel.
"Aku harus minta diajarkan cara membuat macaroni schotel sama Arwan!" tekadku menghabiskan macaroni schotel dengan saos sambal yang sudah aku ambil di dapur.
***
Seorang anak laki-laki sedang berdiri menunggu sang penghuni rumah tiba. Ia sengaja tidak mengabari terlebih dahulu karena ia ingin mengejutkanku. Namun, pada akhirnya ia yang dikejutkan karena mendapati rumahku yang gelap menandakan tidak ada orang di rumah.
Sudah 20 menit ia menunggu. Ia menahan diri untuk tidak menghubungiku. Setelah 30 menit berlalu, datanglah orang yang ia tunggu. Tidak sia-sia ia menunggu kedatanganku.
"Keisha!" Arwan memanggilku.
***