Chereads / 8.760 hours in the wound / Chapter 7 - Confused

Chapter 7 - Confused

Suasana kamar yang remang-remang dengan sinar bulan membuat kesan tersendiri. Si pemiliknya sedang asik berendam di bathtub, guna menyegarkan diri setelah melakukan aktivitas sehari penuh. Mulai dari sekolah dan menyelesaikan pekerjaan rumah.

Sudah hampir sebulan, sejak perkataan Pak Dirga yang tidak akan membiayai sekolahnya, membuat Claudy berfikir keras bagaimana nasib sekolahnya.

Sementara, ini saja bulan pertama disemester ganjil sebentar lagi akan habis. otomatis akan ada penagihan SPP bulanan. Nominalnya juga cukup besar karena tempat sekolah Claudy termasuk sekolah elite.

Mengingat nama Pak Dirga. Entah kemana pria itu. Sering sekali pulang larut malam. Pulang hanya untuk mengganti pakaian atau hanya sekedar mengata-ngatai Claudy.

Gadis itu mendongakan kepala dan memejamkan matanya sekejap. ia ingin merasakan sensasi air hangat yang merendam tubuhnya serta ketenangan.

Kring Kring Kring

Claudy mendengus. gadis itu bangkit meraih handuk yang ia gantung di sebelahnya untuk jaga-jaga seperti ini.

"Hmm?" gumam Claudy.

"Bagi jawaban kimia! Mata gue suram duluan gara-gara liat soalnya." kata dari sebrang sana disertai cengengesan.

Claudy memutar matanya. "Dasar!"

"Hehehe, bagi ya. Besok gue traktir siomay bik nunung lengkap satu porsi plus gorengan,"

Mendengar siomay langsung saja Claudy berbinar. Lumayanlah, selama ini Claudy sudah tidak pernah memakan siomay terenak sejagat raya yang pernah ia temui. Terlebih uang jajan yang sangat minim membuat Claudy jarang pergi ke kantin.

"Oke. Chek WhatsApp kamu!" putus Claudy.

πŸƒπŸƒπŸƒπŸƒπŸƒπŸƒπŸƒπŸƒπŸƒπŸƒπŸƒ

"Put, kamu seriusan ngasih aku gorengan sebanyak ini?!" tanya Claudy tidak percaya. "Ini saja siomaynya belum habis."

"Serius donk. Udah makan aja enggak usah banyak nanya biar gemukkan tu badan lo!" jawab Putri sambil memasukan Siomay ke dalam mulutnya.

Claudy mendengus. 'Kalo enggak habis mubadzir tau!"

Satu porsi siomay ditambah dua piring aneka ragam gorengan. Putri perlu diingatkan, Claudy bukan tukang bangunan yang membutuhkan makanan berporsi-porsi agar tenaganya kuat untuk mengaduk semen.

"Tenang aja, enggak mubadzir kok. Kalau enggak habis tawarin aja ke anak-anak di kelas kita, dijamin ludes." ucap Putri, "Udah jangan ngoceh mulu. Makan!"

Claudy menuruti saja apa kata Putri. Perutnya juga sudah berdemo meminta asupan.

Bel masuk sudah berbunyi. Kedua gadis itu berjalan ke kelas. Putri menenteng kresek berisi gorengan untuk ditawarkan kepada teman-temannya di kelas. Sebenarnya tidak perlu ditawarkan juga akan habis. Namanya juga gratisan.

"Eh, put. Bawa apa lo?" tanya Sudin di depan pintu kelas.

"Harta karun. Mau lo?" kata Putri sambil mengangkat tentengannya. "Nih ambil aja!"

"Harta karun kepala lo bau bunga rafflesia. Goreng tahu sama cabe lo bilang harta karun." omel Sudin setelah melihat isinya.

Putri bersedekap. "Oh enggak mau?"

"Maulah. Orang perut gue belum diisi," jawab Sudin sambil berlalu.

Tuhkan benar. belum apa-apa saja sudah dibegal Sudin duluan.

Sekarang jam pelajaran kimia. Buk Lilis sendiri yang mengajar pelajaran itu. Namun, Claudy hanya menatap kosong papan tulis yang sudah berisi angka-angka dan rumus yang kata Putri bikin otak klenger.

Kepala Claudy tidak memikirkan sama sekali pelajaran yang sedang berlangsung. pikirannya bergelut tentang rupiah yang harus ia peroleh untuk membiayai sekolah. Jika ia tidak membayar, sudah dipastikan pihak sekolah akan membuat keputusan yang tidak diinginkan. kalaupun Claudy harus berhenti sekolah ini sangat disayangkan. Sebagai seorang berprestasi pasti selalu ingin meningkatkan prestasinya dan meraih mimpi-mimpinya.

"Claudy?!" panggil buk Lilis. "Mengapa kamu melamun pada saat pelajaran saya?!"

"Em-, " Claudy tergagap mengerjapkan matanya. Ia melihat semua siswa di kelas sedang menatap dirinya. "Ma-maaf, Buk."

"Kerjakan soal ini sekarang, Claudy!" perintah Buk Lilis sambil mengetuk papan tulis dengan spidol.

Claudy menurut saja. Seingatnya, pelajaran ini pernah ia pelajari. Dengan tenang tangan Claudy bergerak menulis angka-angka di papan putih itu.

Buk Lilis mengangguk-nganggukkan kepala tanda setuju dengan jawabanya.

"Suttt, Ssut." panggil putri sambil menyenggol lengan Claudy. Claudy hanya menoleh dan mengangkat sebelah alisnya.

"Lo kenapa ngelamun?" bisik putri yang hanya dijawab gelengan oleh Claudy.

Setelah melalui pelajaran yang membuat kepala nyut-nyutan. Akhirnya, bel pulang berbunyi.

"Put, kamu pulang duluan aja!" kata Claudy sambil memasukan buku ke dalam tasnya.

"Loh, Lo mau kemana lagi?" tanya putri heran.

"Aku Mau ke suatu tempat."

"Ikut donk!"

"Tidak usah ini tempatnya membosankan."

"enggak masalah. Kan ada elo,"

"Tidak usah. kamu pulang saja!"

Putri menarik nafasnya kasar dan menatap Claudy. "Lo kenapa sih? akhir -akhir ini lo beda banget."

Claudy terdiam. Menurutnya, Putri belum saatnya tahu tentang ini.

"Aku enggak papa kok." ucap Claudy sambil tersenyum.

"Enggak papa nenek lo joging pake Kebaya. Lo sering ngelamun gitu, terus badan lo juga kurusan." kesal Putri.

"Itu menurut perasaanmu saja. sudahlah kamu pulang saja duluan!"

"Oke. tapi gue mau ngingetin sama lo, gue selalu terbuka untuk mendengar apapun yang lo alami!" kata Putri dengan tulus. "Gue duluan. Take care!"

Claudy tersenyum. Senang rasanya memiliki sahabat seperti Putri. "kamu belum saatnya tau,put." gumam Claudy sambil keluar kelas.

Gadis itu sekarang sedang duduk di atas hamparan rumput di tepi danau yang tidak jauh dari sekolahnya.

Danau itu sangat tenang. tidak ada orang lain selain dirinya. Udaranya juga segar karena banyak pepohonan hijau. Cocok untuk menenangkan pikiran.

Pandangan Claudy jauh menerawang kesana. kepala dan hatinya tidak pernah berhenti bergelut dan membatin.

Claudy harus apa?

Kedua lengannya ditaruh di belakang tubuhnya sebagai tumpuan. Kepalanya mendongak menatap birunya cakrawala.

"Mom, what can I do?" gumamnya.

Kepala gadis itu memutar kenangan bersama mendiang ibunya. kepalanya seperti mendapat cahaya ilahi, ia menjentikan jari cantiknya. "Akukan masih memiliki tabungan di celengan ayam-ayaman!"

Kemudian Claudy diam sejenak. "Tapi bagaimana untuk selanjutnya?!" kata gadis itu dengan lesu.

"Mungkin aku harus bekerja part time." lirih gadis itu, "Tapi dimana, lalu siapa yang mau menerima anak sekolahan sepertiku untuk bekerja?"

Setelah berpikir keras selama dua jam. ia memutuskan akan mencoba melamar menjadi pelayan di sebuah restaurant atau cafe.

"Hari minggu besok aku akan mulai mencari pekerjaan!" gumam gadis itu.

Terasa waktu sudah semakin sore, ia bangkit untuk pulang. Mungkin memesan ojek online tidak terlalu, buruk, pikirnya.

"Ini pak uangnya, terimakasi." ucap Claudy sambil tersenyum.

Claudy melihat mobil Pak Dirga sudah terparkir rapi di garasi. Tumben sekali sore begini sudah pulang.

Baru saja Claudy membuka pintu. Pak Dirga sudah berdiri tegak dengan kepala terangkat dan mata tajam. "Sekolah dimana kamu jam segini baru pulang?"

Claudy meringis, bingung harus menjawab apa. "Tidak." kata Claudy yang diakhiri senyuman.

"Jangan mentang-mentang kamu masih anak sekolahan yang bisa mengahabiskan waktu remaja sesukamu. kamu sudah menikah, harap tau diri!"

Claudy menarik nafas panjang, lalu tersenyum dan menganggukkan kepala. Lelah. sangat lelah. Lebih baik mengalah saja.

Claudy ingin berlalu membersihkan diri. badannya terasa lengket. baru saja ingin melanjutkan langkahnya Pak Dirga mengatainya lagi.

"Gadis tidak tau diuntung!"

Claudy tidak menghiraukan, ia hanya tersenyum dan tersenyum.