Teriknya matahari yang menyengat tidak membuat Claudy menyerah untuk meyusuri setiap inci kota Jakarta. Sudah tiga restaurant dan dua Caffe yang ia kunjungi, namun tidak ada satupun yang menerima dirinya.
"Maaf, kami sedang tidak membuka lowongan kerja untuk anak seusiamu"
Itulah kalimat yang diucapkan para pemilik restaurant dan Caffe.
"Huhh" Claudy membuang nafasnya kasar sembari mendudukkan diri di sebuah kursi di Taman kota.
Haus. Lapar. Ditambah posisi matahari yang tepat di atas kepala membuat gadis itu terlihat sedikit berantakan. Anak rambut sudah tidak tertata rapi, wajahnya terlihat lelah, sendu, dan lesu.
Claudy memejamkan matanya sejenak berharap rasa lelah dan laparnya sedikit terusir. Apalagi sedari tadi penciumannya selalu mencium aroma dagangan abang sate yang menggugah selera. Ah, tapi Claudy tidak memiliki uang. menyusuri kota ini saja dengan berjalan kaki Karena tidak ada uang untuk membayar ongkos ojek atau angkot.
Plukk
Serasa ada benda yang jatuh di hadapannya. Claudy membuka mata, ia melihat sebuah dompet coklat panjang tergeletak. Claudy mangamati sekitar dirinya. Tidak ada siapa-siapa selain abang sate yang sibuk mengipasi satenya dan seorang ibu-ibu yang setia berdiri di samping gerobak sate.
Dengan memberanikan diri, Claudy mengambil dompet yang tidak tahu siapa pemiliknya itu dan melihat isinya. Claudy yakin pemilik dompet ini adalah orang berada. Banyak surat-surat penting milik si pemilik dompet ini, tidak lupa lembaran-lembaran uang.
Dengan melihat data si pemilik, Ia akan pergi menuju alamat yang baru saja ia baca di ktp atas nama Monika Rahayu
Baru saja Claudy bangkit. Terdengar kepanikan seorang ibu-ibu dari arah abang sate.
"Aduh, sebentar mas. Dompet saya kok enggak Ada?!" panik ibu itu seraya mengobrak abrik isi tasnya
"Ketinggalan engga, buk?" tanya abang sate dengan mengangkat tentengan sate milik si ibu.
"Enggak. Tadi saya sudah masukin ke tas saya." jawab ibu itu, "Mana surat-surat penting saya ada di dompet itu lagi!"
Claudy tersenyum. Claudy yakin dompet ini milik ibu-ibu itu. gadis itu bergegas menghampirinya. "Maaf, ibu. Apakah ibu sedang kehilangan dompet?" tanya Claudy seraya tersenyum manis.
"Iya. iya benar." jawab ibu itu mengangguk antusias.
"Apa benar nama ibu adalah ibu Monika Rahayu?"
"Iya benar, nak. Itu benar!"
Claudy tersenyum menenangkan. "Ini dompet ibu. Tadi dompet ini tergeletak di dekat kursi yang sedang saya duduki di sana!" tunjuk Claudy
Langsung saja mata Bu Monika berbinar, "Wah! Terimakasih banyak, nak." kata Bu Monika seraya mengambil dompet yang di pegang Claudy.
"Sama-sama, Bu." ucap Claudy sambil mengangguk. "Kalau begitu saya pamit terlebih dahulu, permisi."
"Eh, tunggu dulu nak." kata Buk Monika. "Mas ini uangnya!"
Claudy menghentikan aksinya dan menatap teduh Buk Monika. "Ada yang bisa saya bantu, Buk?"
Buk Monika menggelengkan kepalanya dan tersenyum sambil menyerahkan tentengan sate yang baru saja ia bayar. "Ini untuk Kamu saja, nak."
Claudy terkejut, "Mmm. tidak usah, Buk." kata Claudy seraya menggelengkan kepalanya.
"Tidak apa-apa. Ambil saja!"
"Tidak usah, Buk. kebetulan saya sudah makan." Tolak Claudy halus.
Bohong. Claudy bohong. Padahal ususnya sudah melilit-lilit lapar minta diisi.
Buk Monika tersenyum. "Jika Kamu tidak mau. Mari kita makan bersama sate ini di sana!" tunjuk Buk Monika ke kursi yang tadi di duduki Claudy.
"Mmm, untuk ib-,"
"Tidak ada penolakan!" potong Buk Monika sambil menarik tangan Claudy.
Mereka menikmati sate dengan tenang. Claudy yang sesekali di perhatikan oleh Buk Monika dengan intens membuat ia kikuk dan canggung.
Buk Monika terkekeh. "Jangan canggung begitu, nak! Saya tidak memakan manusia kok."
Claudy mengangguk canggung, "I-iya, Buk!"
"Nama kamu siapa? Kelas berapa? Sepertinya kamu masih sekolah." tanya Buk Monika
"Claudy Sabella. Saya kelas 12." jawab Claudy sopan
"Claudy" ulang Buk Monika, "Nama yang cantik seperti orangnya."
Claudy tersipu malu, "Ibu bisa aja"
"Hmm. Karena Kamu sudah menolong ibu, ibu akan mengantarkan Kamu pulang." ucap Buk Monika sambil mengusap surai gadis itu. "Dimana rumah Kamu?"
Claudy terdiam. Ia terharu mendengar wanita paruh baya ini menyebut dirinya ibu. Bolehkah Claudy menangis. Claudy sungguh rindu dengan sang mendiang ibu kandung.
"Hey, kamu kenapa seperti ingin menangis?" tanya Buk Monika heran.
"Eh. tidak apa-apa, Buk" jawab Claudy sedikit terkejut. "Ibu pulang saja terlebih dahulu. Saya Masih harus melanjutkan perjalanan saya."
"Perjalanan? ibu juga suka melakukan perjalanan. Ayo kita melakukan perjalanan bersama-sama mumpung ini hari minggu."
"Mm. maksudnya bukan perjalanan seperti jalan-jalan, Bu." jawab Claudy gerogi
"Lalu?"
Lidah Claudy kelu. harus menjawab apa. apa harus jujur saja?
"Hey. kenapa Kamu diam, nak?" tanya Bu Monika
"Mmm-,"
"Kamu sebenarnya ingin kemana?" tanya Buk Monika lagi dengan lembut.
"S-saya masih harus mencari pekerjaan" jawab Claudy sambil menunduk.
Buk Monika terkejut, "Kamu mencari pekerjaan?"ulangnya tidak percaya
Claudy mengangguk
"Untuk apa Kamu mencari pekerjaan? Kamu masih sekolah."
"Untuk membayar sekolah saya, Bu."
"Emang orang tua Kamu kemana, nak?"
Claudy terdiam dan menggelengkan kepala. Ini privasi hidup Claudy.
Buk Monika mengerti. mungkin gadis ini memiliki cerita hidup tersendiri.
"Baiklah, jika Kamu tidak ingin menjawabnya ibu mengerti." ucap ibu itu seraya mengusap punggung gadis itu. "Apa kamu sangat membutuhkan pekerjaan ini?"
Claudy mengangguk, " Saya sangat butuh!"
"Tapi bagaimana dengan sekolahmu?" tanya Buk Monika.
"Saya akan bekerja part time" jawab Claudy sendu.
Hati Buk Monika terenyuh. Memang sedari tadi ia memperhatikan gadis ini. Mulai dari tatapan matanya yang terlihat menanggung sebuah beban berat dan senyuman manis yang bermakna menutupi kepura-puraan di atas luka.
"Baiklah. Kebetulan ibu punya sebuah restaurant di sekitar sini. Apa kamu mau bekerja di restaurant ibu?" tanya Buk Monika, "Kamu bisa jadi apa pun yang kamu mau. Terserah mau jadi pelayan, Chef atau kasir."
Mata Claudy berbinar senang. "Ibu serius?"
Buk Monika tersenyum dan mengangguk.
"Saya mau, Buk. Sangat mau!"
"Mari kita ke sana!" ajak buk Monika, "Ibu akan menelpon supir dulu."
Claudy mengucapkan beribu-ribu syukur dalam hatinya. Tuhan tidak pernah tidur. Tuhan telah memberikan jalan untuknya melalui Buk Monika.
Kini mobil hitam yang dikemudikan oleh supir Buk Monika berhenti di sebuah restaurant mewah dan ramai. ternyata benar, Buk Monika orang berada.
"Restaurant Cempaka" gumam Claudy yang masih dapat didengar buk Monika.
"Ayo masuk! ibu akan mengenalkan kamu dengan pegawai lain."
Buk Monika memberikan arahan langsung kepada Claudy. Pekerja lainnya di restaurant ini sangat welcome dengan kedatangan dirinya.
Claudy sangat bersyukur.
"Kamu bisa kerja setelah pulang sekolah sampai jam 8 malam saja. kamu juga butuh belajar!" pesan Buk Monika.
Tanpa permisi langsung saja Claudy memeluk Buk Monika. "Terimakasih banyak. Hati ibu sangat baik." Bisik Claudy.
"Kebaikan harus dibalas dengan kebaikan. Jika tuhan saja maha baik, mengapa manusia sebagai makhluk ciptaanya tidak berbuat baik juga?!" balas Buk Monika sambil mengusap punggung gadis itu.
Claudy melepas pelukannya dan menatap Buk Monika. "Kebaikan ibu akan selalu saya kenang."
Buk Monika tersenyum hangat. "Tanyakan apa yang tidak kamu mengerti kepada ibu atau pegawai lain. Kamu boleh langsung bekerja hari ini."
Claudy mengangguk dan pamit untuk mengganti pakaiannya dengan seragam pelayan.
Claudy mulai bekerja sebagai pelayan. kerjanya sangat gesit dan hati-hati. Buk Monika sang pemilik restaurant tersenyum. Ia tertarik dengan gadis itu. gadis yang menurut penglihatannya sedang menanggung sebuah beban hidup.
"Ibu ingin mengangkat kamu sebagi anak ibu, Aldo pasti senang dia mempunyai adik perempuan seperti kamu."
ππππππππππππ
Sekitar pukul 20.30, Claudy sampai di rumah. Rumahnya tampak gelap. Lampunya seperti tidak dihidupkan.
Cklek
Sungguh terkejut, hampir saja Claudy terjengkang apabila tidak tidak ada dinding yang menahan. Di hadapanya ada sosok lelaki yang berdiri dengan mata tajam.
"Dari mana saja kamu gadis tidak tau aturan?"
"Ak-,"
"Pergi pagi pulang malam. berkeluyuran tanpa batas. Dasar Bitch!" potong Pak Dirga. "Cih, saya semakin ilfil dan mungkin saya akan mempercepat penceraian dengan kamu."
Tubuh Claudy membeku. Disebut Bitch oleh suami sendiri? Sungguh Claudy lelah. lelah batin, lelah pikiran, lelah raga. Dan coba sekali saja jangan membawa-bawa kata cerai.
"Pak aku mohon jangan mudah mengatakan cerai. Apakah bapak benar-benar tidak ada hati sedikit pun untuk mempertahankan pernikahan ini?" ucap Claudy disertai air mata yang meloloskan diri.
"Jangankan niat. Menginginkan saja tidak ada!" sombong Pak Dirga.
"Bapak lebih dewasa dariku, Bapak pria cerdas dan berpendidikan. Aku yakin bapak tahu tentang pernikahan!"
"Jadi kamu akan bertahan dan mempertahankan pernikahan ini? tanya Pak Dirga remeh.
Claudy mengangguk
"Kita lihat saja, apa kamu mampu bertahan dan mempertahankan atau tidak!" kata Pak Dirga sebelum berlalu menaiki tangga.