"Ahhhhh Dirgahh emhhhhh"
Seketika tubuh Claudy diam membeku, tangannya mengambang seolah ada kekuatan yang mengunci pergerakan tangannya. Kakinya sulit sekali dilangkahkan. Suara itu, suara yang akan mengotori kesucian rumah mewah ini.
Claudy tidak habis pikir dengan sang tuan rumah. Dimana otaknya itu. Dangkal sekali pemikirannya. Claudy tersenyum sinis. Percuma mendapat gelar profesor diusia muda, tapi tidak memiliki moral.
Dari pada rumah ini menjadi saksi bisu perbuatan kotor mereka, lebih baik Claudy masuk. Tidak peduli apa yang akan dia lihat. Yang penting kebenaran tetaplah kebenaran.
Ceklek
Claudy tidak mampu berkata-kata. Tangannya membekap mulutnya tidak percaya. Air mata jatuh begitu saja. Pemandangan yang sangat menjijikan sekaligus menyakitkan bagi seorang istri. Ingatlah, Claudy istri sah secara agama dan negara.
Sedangkan dua orang yang sedang dipenuhi nafsu. Tidak lain dan tidak bukan, ialah Pak Dirga dan Arlinda. Penampilan mereka tampak kacau dan pakaian mereka ada yang tercecer dimana-mana. Arlinda yang menggunakan Bikini merah menggoda dengan Pak Dirga yang sudah tidak memakai atasan lagi. Aktivitas ciuman mereka terhenti, dan menatap Claudy dengan tatapan yang sulit diartikan. Namun, ada sedikit ekspresi terkejut di wajah Pak Dirga.
Arlinda yang begitu tampak marah aktivitas panasnya diganggu. Wanita itu berjalan kearah Claudy tanpa menghiraukan penampilannya.
Plakkkkkk
Plakkkkkk
Telinga Claudy berdengung, sudut bibirnya mengeluarkan darah. Pipi Chubby yang menggemaskan itu tampak merah, serta tamparan yang membekas.
"Pembantu tidak tau sopan santun. Lo di sini cuman sebagai pembantu, tapi lo berani ganggu aktivitas gue sama majikan lo yang notabenya pacar gue!!!" Teriak Arlinda sambil menjambak rambut Claudy.
Claudy diam, barang sekalipun tidak melawan sama sekali. Matanya terpejam, kepalanya terasa pusing akibat jambakan Arlinda.
"Tolong, lepas." Isak Claudy lemah dengan mata sendu yang memancarkan luka.
Pak Dirga yang sedari tadi hanya menonton dari sofa tamu, hatinya mendesir iba melihat Claudy. Namun, sedetik kemudian dia tepis. Tidak mungkin dia kasihan.
"Tidak, hanya Arlinda wanitaku" Batin Pak Dirga
"Hah, lepassss?!" Teriak Arlinda yang membuat Pak Dirga sedikit terjengkit kaget, "Setelah lo ganggu gue sama Dirga, lo minta Lepas?!"
Demi apapun kepala Claudy serasa terpisah dengan leher. rasanya pusing dan sakit. Jambakannya semakin kuat.
"Ma-maaf, M-mbak. T-tolong lep-lepas."
Jujur, hati Pak Dirga mendesir iba melihat Claudy seperti itu. "Lepas, Linda!" Ucap Pak Dirga seraya bergerak menghampiri mereka.
"Sayang, kamu bela dia?" jawab Arlinda tidak terima, "Ingat sayang, dia sudah menganggu kita."
"Lepas" Ujar Pak Dirga dengan muka datarnya.
Arlinda mendengus kesal, "Sekarang gue bisa lepas jambakan gue dari rambut lepek ini. Lihat saja nanti!"
Claudy tidak menjawab, cewek itu memejamkan matanya sebentar. Berharap rasa pusingnya hilang. setelah merasa cukup waktu untuk memajamkan mata, Claudy mendongak menatap Pak Dirga dan Arlinda secara bergantian. Mata indah yang terlihat sayu, rambut acak-acakan, ada setitik darah disudut bibirnya.
"Maaf, jika saya sudah menganggu kalian. Tapi, itu memang tujuan saya. Agar rumah ini tidak kotor karena perbuatan kalian." Kata Claudy diakhiri senyuman kecil.
"Sialan!!!" Ucap Arlinda yang ingin menampar Claudy, namun ditahan Pak Dirga.
"Ayangggg" Rengek Arlinda
"Biar ini menjadi urusanku." Jawab Pak Dirga seraya mengusap kepala Arlinda yang dibalas dengan rangkulan manja oleh Arlinda.
Kini Pak Dirga menatap Claudy tajam. "Apa perlu saya membuat poster dan saya pajang di halaman rumah saya, bahwa rumah megah ini milik pribadi saya. Bukan milik kamu ataupun orang lain!"
Claudy menggelangkan kepalanya, "Saya tidak pernah mengatakan ini rumah saya atau milik orang lain."
"Lalu, kenapa kamu ingin menghentikan aksi saya dengan alasan agar rumah ini tidak kotor dengan perbuatan saya bersama kekasih saya?!"
Claudy tersenyum, "Kebenaran tetap kebenaran. aksi bapak sangat melenceng dari kebenaran, bahkan berbalik arah. Berhubungan tubuh tanpa ikatan sah bukan hal sepele. Terlebih, jika posisi bapak sudah menikah." Kata Claudy dengan menekan dua kata bagian akhir.
"Cih, tau apa kamu tentang kebenaran?!!" Remeh Pak Dirga, "Jangan berlagu sok suci kamu anak bau kencur!"
"Meskipun saya anak bau kencur, setidaknya saya masih menggunakan hati dan fikiran untuk bertindak"
Plakkkkk
Tangan lebar Pak Dirga menampar pipi yang sudah memerah sejak tadi. "Kamu mengatakan saya bodoh?!!"
Claudy menahan pusing yang luar biasa, sudut bibirnya mengeluarkan darah kembali. Namun, Claudy tetaplah Claudy. Sang awan yang tetap putih meski keadaan sedang mendung. tetap tersenyum walaupun tersandung.
"Mengingat bapak lebih tua dari saya, ditambah pendidikan yang tinggi. Mungkin pertanyaan bapak tidak perlu saya jawab." jawab Claudy.
Rahang Pak Dirga tampak mengeras. Amarahnya selalu saja naik ke ubun-ubun, jika dirinya berdebat dengan Claudy.
"Permisi, Pak. Saya ingin membersihkan diri dan saya rasa tidak baik debat di depan pintu masuk seperti ini." kata Claudy.
Perlu diingatkan kepada Pak Dirga dan Arlinda. Sudahlah hampir saja melakukan perbuatan kotor di ruang tamu, kini malah membuat keributan di depan pintu masuk. Tidak pernahkah berpikir sedikit saja. Apa mereka tidak takut menjadi bahan gosipin tetangga. Ayolah, rumah di daerah ini sangat Padat. CCTV offline lebih ganas pada saat ini.
"Terima Kasih untuk tamparannya" Kata Claudy sebelum meninggalkan mereka.
🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃
"Hallo, Assalamualaikum, Ibu Monika."
"Waalaikumsalam, sayang." Jawab dari sebrang sana.
Senyum Claudy mengembang lebar kala mendapat jawaban hangat dari Buk Monika.
"Maaf, ibu. Hari ini Claudy enggak masuk kerja. Claudy akan ganti di hari lain."
"Tidak masalah, sayang. Suara kamu kenapa, nak. kamu habis menangis?"
"Ah, tidak ibu. Claudy hanya kurang enak badan saja. maka dari itu Claudy izin kerja." Bohong Claudy.
"Kamu sakit, nak. Apa perlu ibu datang kerumah kamu?"
"Tidak perlu, ibu. Claudy hanya kecapekan saja, nanti juga akan segera membaik."
"Yaudah, istirahat ya sayang. jangan terlalu memforsir tenaga kamu."
"Iya, ibu. Terima Kasih."
"Tidak perlu terima kasih, sayang. kesehatan kamu lebih penting. Ibu tutup ya telponnya, Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Gumam Claudy.
🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃
"Dy, lo kenapa sih. Tumben-tumbenan ke sekolah pakai masker medis begitu?" Tanya Putri
Claudy hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.
Saat ini, mereka sedang menunggu guru mata pelajaran masuk. Merasa tidak puas dengan jawaban Claudy. Putri terus mengintrogasi sahabatnya itu.
"Lo sakit?"
Claudy menggelengkan kepalanya lagi.
"Lo Fluu?
Claudy menggelengkan kepalanya.
"Lo alergi debu?"
Lagi dan lagi. Claudy menggelengkan kepalanya.
Merasa gemas dan penasaran. Tanpa izin, Putri melepas tali masker yang bersembunyi di telinga kiri Claudy.
Putri menganga tidak percaya melihat wajah lebam-lebam sahabatnya, Sudut bibirnya pecah dan sedikit membengkak.
"Siapa, Dy? Siapa?" Tanya Putri Emosi.
Bukannya Claudy marah, Claudy malah terlihat kesal melihat Putri yang membuka maskernya begitu saja tanpa membenahinya lagi.
"Dy, jujur sama gue. Siapa yang udah buat lo kaya gini?!" Tanya Putri lagi.
Claudy sedikit ragu untuk memberitahu Putri. terlihat dari tatapan matanya yang bimbang.
"Jawab, Dy!!!" Ucap Putri seraya mengguncangkan bahu Claudy.
Claudy menarik nafas kasar. "Pak Dirga dengan Kekasihnya." Cicit Claudy.
"APA?!!" Ucap Putri cukup berteriak hingga membuat seisi kelas menjadikan Claudy dan Putri objek utama.
Claudy menepuk jidatnya sendiri. Suara sahabatnya ini seperti speaker sekolah yang menggema. Putri yang sadar menjadi perhatian seisi kelas. Bukannya malu, melainkan emosinya semakin meningkat.
"Apa lo pada. Udah sono lanjut gibah masing-masing. gue colok mata lo satu-satu kalau masih liatin gue!"
Melihat suasana sudah kembali seperti semula. Putri kembali mengintrogasi Claudy. "Kenapa mereka bikin lo kaya gitu?"
Claudy melihat sekitar sejenak, dirasa tidak ada yang menguping. Claudy mulai berbicara dengan berbisik-bisik.
"Semalam mereka ingin melakukan hubungan tubuh di ruang tamu. kebetulan Aku baru pulang sekolah. Aku sengaja menghentikan mereka, setidaknya rumah itu tidak hilang kesuciannya. mereka tidak terima. Lalu, mereka menampar dan menjambakku."
"Bedebah!" Ucap Putri, "Lo kenapa diam aja, Dy. Lo kenapa engga lawan?"
Claudy hanya tersenyum dan menggelengkan kepala. Mata Claudy juga sudah berkaca-kaca, namun cewek itu tahan.
Putri membuang nafasnya kasar, "Kenapa lo engga nelfon gue semalam?"
"Untuk apa, Put?"
"Setidaknya pipilo ada yang ngompres."
"Aku tidak apa-apa, put."
Putri memukul kecil tangan Claudy, "Lo selalu begitu, coba bentar aja jangan jadi orang baik terus. Lo tu terlalu baik." kata Putri yang entah sejak kapan air matanya mengalir.
"Apa perlu lo tinggal sama gue, Dy? Lo nikah tapi suami lo brengsek."
"Eh, enggak usah, Put."
"Tapi, gue enggak siap liat lo begini, Dy."
"Aku enggak apa-apa." Jawab Claudy
"Terserah loo. Intinya balik sekolah lo harus ke rumah gue. Kita obatin wajah lo."
"Eh, jangan. Ga enak sama orang tua kamu."
"Gak ada penolakan. We're best friend, bahkan gue anggap lo sodara gue. Kalau ada apa-apa, gue akan jadi rumah lo. Lo enggak sendirian."
"Put-,"
"You have me!"