Libur semester telah usai. Saatnya, kembali ke rutinitas sekolah. Tidak ada yang istimewa bagi Claudy. Mulai dari liburan yang diisi dengan kenyataan-kenyataan pahit, hingga luka yang menjadi candu untuk menghampiri gadis itu.
Sepertinya, hanya dirinya yang memiliki hari libur yang sangat monoton. Mungkin teman-temannya memanfaatkan hari libur ini untuk merasakan segarnya udara di Puncak Bogor, melihat sepeda warna-warni di Kota Tua, berkunjung ke rumah sanak saudara, atau seperti sahabatnya, berjalan-jalan ke luar negri. Sudahlah, mungkin Tuhan memiliki hadiah yang lebih indah untuknya.
Dengan tenang, gadis berseragam abu-abu itu menyantap sarapan yang ala kadarnya, hanya selembar roti tawar dan secangkir air putih.
"Percaya diri sekali kamu ingin melanjutkan sekolah." Celetuk Pak Dirga.
Pak Dirga tampak sudah rapi dengan jas abu-abu yang pas di tubuhnya. Semakin bertambah gagah saja, pikirnya.
"Maksud bapak, bapak tidak mengijinkanku untuk melanjutkan sekolah?" tanya Claudy
Pak Dirga mendudukkan diri di pantri, "Tidak. Saya tidak melarang kamu untuk melanjutkan sekolah. Menurut saya, adanya kamu di rumah ini tidak berguna juga. Jadi, saya tidak akan melarang kamu dan saya tidak peduli itu." kata Pak Dirga sambil tersenyum smirk.
Claudy tersenyum, "Lalu, maksud bapak apa?"
"Saya hanya tidak yakin saja, apakah kamu mampu membiayai sekolahmu? Karena terlalu sia-sia jika uang saya digunakan untuk membayar biaya sekolahmu." sombong Pak Dirga.
Claudy terdiam dan manyandarkan punggungnya ke sandaran kursi.
"Apa kamu mampu?" ulang Pak Dirga
Claudy menarik nafas dan menghembuskan nya dengan kasar, "Aku tidak tahu." seraya menggelengkan kepala.
Mendengar jawaban Claudy, Pak Dirga berdiri dan bersedekap. "Terserah kamu, saya tidak akan peduli dan tidak akan mengeluarkan uang saya untuk itu!"
Claudy menatap Pak Dirga dengan raut sedih, kecewa dan marah, "Mengapa bapak tega sekali kepadaku? Padahal aku tidak pernah sekali pun mengusik kehidupan bapak!"
Pak Dirga mengangkat kedua alisnya, "Itu bukan urusanmu!"
"Bukan urusanku tapi bapak melibatkanku" balas Claudy dengan mata berair.
Ayolah! Ini hari pertama Claudy sekolah. Mungkinkah harus membuka awalnya dengan air mata?
"Sudahlah, masih baik saya menikahimu dan membawamu tinggal di rumah mewah ini."
"Hanya tinggal, tapi tidak diberi nafkah!"
"Apa maksudmu?" tanya Pak Dirga dengan tajam.
Claudy tersenyum, "Jika bapak sadar diri pastinya bapak tahu!"
Brakkkk
Pak Dirga menggebrak meja dan rahangnya mengeras. Pak Dirga marah!
"Katakan apa maksudmu!"
"Baiklah!" kata Claudy, "Apakah dari awal Kita menikah bapak ada memberiku uang? Setidaknya uang untuk belanja bahan-bahan dapur. Bahkan, ketika bapak pergi berlibur bersama Mbak Arlinda selama dua minggu, bapak tidak memberiku uang sedangkan di dapur ini tidak ada bahan makanan. Bukankah, jika memiliki nyali untuk menikahi harus siap untuk menafkahi?"
Pak Dirga bungkam dan menatap tajam iris coklat terang milik Claudy. Gadis ini memang berbicara tidak menggunakan urat, namun selalu berhasil membuat lawan untuk membisu.
"Baik!" kata Pak Dirga terlihat merogoh saku celananya. "kulkas di dapur ini akan saya isi. Dan ini uang untuk jajan sekolahmu selama sebulan. Jangan harap saya akan membayar biaya sekolahmu!" lanjutnya seraya menyerahkan selembar uang berwarna merah.
Claudy melirik uang itu.
Bayangkan saja anak SMA diberi uang jajan seratus ribu untuk satu bulan. Bahkan anak SD saja akan menangis meraung-meraung kepada ibunya karena kekurangan uang jajan.
Mau tidak mau, Claudy menerima uang berwarna merah itu. Anggap saja Pak Dirga sedang tanggal tua, walaupun pada nyatanya Pak Dirga seorang keturunan pengusaha muda yang kaya.
"Terima kasih," ucap Claudy diakhiri senyuman.
Diliriknya jam tangan biru muda yang melingkar di pergelangan tangan cantik itu. Sudah pukul 06.45, gawat gerbang sekolah akan tutup pukul 07.15. Jarak dari sini ke sekolah cukup jauh.
Dengan keberanian yang telah ia kumpulkan. Claudy mengejar Pak Dirga yang sudah berlalu ke parkiran. Semoga saja Pak Dirga mau mengantarkan dirinya ke sekolah.
"Pak Dirga" panggil Claudy kepada Pak Dirga yang sedang membuka pintu mobil hitam yang harganya diyakini mencapai milyaran.
"Pak, boleh tidak aku numpang ke sekolah? Aku hampir telat."
Kegiatan Pak Dirga berhenti sejenak. Sayangnya, Pak Dirga tidak menghiraukan, ia malah pergi begitu saja meninggalkan gadis berseragam putih abu-abu itu berdiri sendu.
Oh, bagaimana ini. Jarum pendek sudah ingin menunjuk angka tujuh dengan sempurna. Jam segini angkot sudah tidak memiliki kursi yang kosong karena diburu ibu-ibu yang ingin pergi ke pasar. Bus juga sama halnya. Taxi tarifnya terlalu tinggi. Ojek online harus menunggu terlebih dahulu. Tidak ada jalan lain, ia menghubungi putri saja. Anak itu pasti dengan senang hati akan menjemputnya.
"Hallo, Put." sapa Claudy.
"kenapa, Dy?" tanya dari sebrang sana
"Kamu bisa menjemputku tidak? Aku tidak Ada kendaraan."
"Pastinya bisa. Gue otw rumah lo!"
"Eh, aku enggak di rumah. Aku Share lokasi aja."
"Hah. Okelah!"
Tanpa menunggu lama, mobil Avanza silver milik putri sudah tiba.
"Kok lo bisa ada di sini. Ini rumah siapa?" tanya Putri dengan ekpresi penasaran.
Claudy tersenyum geli. Lucu sekali wajah sahabatnya itu jika sedang seperti ini, "Rumah orang, put."
Putri mendengus, "Gue tau ini rumah orang, tap-,"
"lebih baik kita berangkat sekarang. Kita bisa telat, ngobrolnya nanti saja!" potong Claudy.
"Dasar!" kesal putri
Sayup sayu. Hiruk pikuk. Sekolah yang telah ditinggal libur kini bergema kembali. Ada si senior yang menggoda si junior atau sebaliknya. Bad boy sang pembuat onar kembali ke profesinya. Anak-anak yang tidak niat belajar mengeluh. Dan si pintar yang semangat menuntut ilmu, seperti Claudy. Ia salah satu siswa berprestasi di sekolah ini.
Andai saja Claudy tidak berhadapan dengan masalah serumit ini, sudah pasti Claudy semakin semangat untuk menuntut ilmu. Sekarang, kepala cantiknya harus berfikir bagimana cara mendapatkan rupiah untuk bisa belajar di sekolah megah ini. Hubungan dengan ayahnya sudah tidak baik, boro-boro memberi uang. Ingin menginjakkan kaki ke rumahnya saja tida bisa.
"Dy, hey, Claudy!" panggil putri seraya melambaikan tangannya di depan wajah Claudy.
"Eh, ada apa put?" respon Claudy terkejut.
"Lo kenapa melamun? Di sepanjang koridor gue ngoceh sendiri tau." jawab Putri cemberut.
Claudy tersenyum, merangkul bahu putri. "Sorry, kamu jangan cemberut gitu!"
"Lo sih. Btw, lo kenapa sih?" tanya Putri heran,"Baru kali ini lo melamun sampai segitunya."
"Aku tidak apa-apa." jawab Claudy tersenyum
"Dilarang berkata bohong dengan Putri Annatasha yang cantik jelita!"
mendengar itu, Claudy tertawa kecil. "Ayo kita ke lapangan upacara, upacara sebentar lagi dimulai. lalu, nanti kita lihat mading untuk memastikan kita masuk di kelas mana!"
"Alih kan aja terus, alihkan!" ucap putri kesal seraya berjalan di depan Claudy.
Claudy hanya tertawa kecil. Putri, gadis cantik dengan segala keunikan dan gaya berbicara yang ceplas-ceplos selalu mampu membentuk garis lengkung di bibirnya.
"Yeaaa. Kita sekelas, Dy" teriak putri girang seraya memeluk Claudy sehingga menjadi pusat perhatian.
"Aduh, put. Kita dilihatin banyak orang." bisik Claudy.
"Bodo amat. Kita yang pelukan kenapa mereka yang sibuk!"
"Suara kamu ituloh, kamu teriak-teriak tadi," kata Claudy sambil melepaskan pelukkannya. "Ayo ke kelas!"
Sejak tadi Putri kesana kemari mencari tempat duduk. Ralat, mencari posisi duduk yang aman untuk mencontek. Claudy hanya menggelengkan kepala. Super energic sekali sahabatnya itu.
"Dy, sini!" panggil putri dengan wajah senang.
Claudy menurut saja berjalan ke arahnya.
"Di sini aman sejahtera buat gue nyalin jawaban lo" kata Putri bangga.
"Terserah kamu saja, put." balas Claudy
Bagi Claudy duduk dimana pun sama saja, yang penting dapat mendengarkan penjelasan guru dan melihat tulisan di papan tulis, itu sudah cukup.
"Selamat pagi, anak-anak!"
Sapaan wanita berumur setengah abad yang diyakini sebagai wali kelas ruangan ini, mampu membungkam kelas yang sedang ribut. Memang, guru yang bername tag Lilis Anjarwati itu sangat terkenal killer. Banyak siswa yang takluk kepadanya.
"Hari ini kita belum belajar efektif. Hari ini pemilihan ketua kelas dan pengurusnya, membuat jadwal piket, serta membagikan jadwal pelajaran." ucap buk Lilis. "Oke. Siapa di sini yang bersedia menjadi ketua kelas?"
Hening
"Siapa di sini yang bersedia menjadi ketua kelas?" ulang buk Lilis seraya berjalan melirik-lirik siswa di ruangan hening ini.
"Siapa di sini yang bersedia menjadi ketua kelas? ulang buk Lilis kesekian kalinya.
Brakkkkkkkkkk
Brakk, gedebughhhh
"Eh kodok kodok Ada kucing jatoh eh kodok"
Sontak saja siswa di kelas tertawa melihat Putri yang terkejut karena gebrakan meja oleh buk Lilis. Bagaimana tidak. Sudah berbicara latah, dirinya terjatuh hingga terduduk manis di lantai.
"Diam!" kata buk Lilis tegas, "Kamu, cepat bangkit dan duduk kembali atau saya jemur di lapangan!"
"Baik, bu." jawab putri sambil menahan bokongnya yang sakit.
"Sini aku bantu." Claudy mengulurkan tangannya
"Thanks, Dy. Aduh sakit bokong gue." ringis putri
Claudy mengangguk
"Sudah, saya mau kamu menjadi ketua kelas!" tunjuk buk Lilis kepada siswa yang bernama Dio.
"Saya?" tanya Dio yang tidak dihiraukan.
"Kamu menjadi wakil ketua kelas!"
"Kamu menjadi bendahara!"
"Kamu menjadi sekretaris!"
"Keputusan saya tidak bisa diganggu gugat, jalankan tugas kalian sebagai mana mestinya!" putus buk Lilis dengan wajah yang tidak santai.
Siswa yang ditunjuk hanya pasrah saja, tidak berani protes ataupun melawan.
"Sakarep mu ae buk, ra urus aku." Celetuk laki-laki yang duduk di pojok kanan.
"Suara siapa itu, siapa namanya?" tanya buk Lilis sambil berkacak pinggang dengan mata melotot.
"Saya, bu. Sudin." jawab lelaki itu tanpa takut
"Heh, Zaenudin. Berani kamu dengan saya?"
Andaikan guru ini tidak killer, siswa yang ingin tertawa tidak akan menahan mati-matian seperti sekarang ini.
"Punten atuh, buk. Nama saya Sudin bukan Zaenudin. Zaenudin sudah almarhum"
"Terserah saya. Sekarang, pengurus kelas tolong buatkan jadwal piket. Maslah jadwal pelajaran saya akan share di grup kelas." ucap buk Lilis sambil berlalu meninggalkan kelas.
Suasana kelas kembali gerasah gerusuh. Tidak ada lagi ketenangan. Sesekali Claudy yang sedang memcoret - coret kertas untuk mengusir kegabutan ikut tertawa kecil ketika mendengar guyonan Sudin bersama teman-temannya.
kring Kring Kring
Bel sekolah berbunyi menandakan jam sekolah selesai dan akan dimulai kembali esok hari dengan semangat yang baru.
"Put, kamu pulang duluan saja!" kata Claudy seraya menggendong tas punggungnya, "Aku ingin ke perpustakaan dulu, ada buku yang harus aku cari."
"Claudy, sayang. Kita bahkan belum mulai belajar, untuk apa mencari buku?" tanya putri heran.
"Tidak apa-apa. Baca buku enggak bikin aku rugi kok," kata Claudy sambil tersenyum, "Kamu pulang aja duluan!"
"Terus lo gimana?"
"Aku akan pesan ojek online saja."
"Hmm, gimana kalau gue nungguin lo aja?"
"Tidak usah, kamu pulang saja! Aku mencari buku pasti membutuhkan waktu yang cukup lama"
"Oke, hati-hati balik naik ojek online!"
"Iya. kamu juga jangan ngebut ya!"
"Gak bisa janji. Byeee" pamit putri sambil berlari
Claudy hanya menggelengkan kepala Dan tersenyum dengan tingkah putri. Langsung saja Claudy melanjutkan niatnya untuk mencari buku.