"Baiklah, katakan kepada yang lain. Kita akan istirahat malam ini di sini," ucapnya setelah terdiam beberapa menit.
"Baik, Yang Mulia," balas Bai Jun lalu melompat turun.
Ara yang duduk tidak jauh dari putra mahkota kini menyunggingkan senyum samar. Ia harus memanfaatkan kesempatan ini untuk kabur.
Jika tidak, maka ia hanya akan menemui satu akhir. Yaitu kematian.
Malam ini mereka akan bermalam di tepi sungai, beberapa prajurit yang ikut bersama mereka mencari kayu bakar di tengah hutan, dan selebihnya pergi mencari makanan seperti buah-buahan dan berburu hewan untuk makan malam mereka.
Hanya ada beberapa prajurit yang tersisa, mereka tampak sibuk membersihkan area di sana lalu mendirikan sebuah tenda untuk peristirahatan putra mahkota dan para bangsawan lainnya.
Para prajurit memang sengaja mempersiapkan hal itu hanya untuk berjaga-jaga, meskipun tanpa permintaan dari putra nomor satu di kerjaan Qin tersebut.
Gelap mulai menguasai sekeliling Ara. Sejak tadi, gadis itu tidak beranjak sedikitpun dari posisinya. Duduk bersandar pada pada pohon sembari menatap langit.
Langit malam ini sangat cerah, bulan napak menggantung indah, sesekali nampak bersembunyi di balik awan-awan tipis. Bintang-bintang bertebaran dan menampah pesona keindahan langit malam.
Sesekali angin bertiup, membawa aroma khas hutan. Menggelitik kulit lehernya dan memberikan sensasi yang dingin namun menyegarkan. Sesekali terlihat beberapa helai rambutnya yang berayun karena angin.
Ara menarik napas dalam-dalam, memikirkan apa yang sebenarnya terjadi dalam hidupnya. Hingga saat ini, ia masih sulit mempercayai bahwa ternyata ia kembali hidup di dunia berbeda, dan dengan tubuh yang berbeda, terlebih di dunia yang benar-benar tidak mengenal tentang tekhnologi sedikitpun.
Menelisik jauh ke dalam ingatan sang pemilik tubuh, tidak ada satupun hal yang bisa ia katakan baik. Hidup sebagai budak yang kemudian diangkat menjadi seorang pelayan tingkat tiga di keluarga Bai, hal baik apa yang bisa ia harapkan? Apalagi di tempat itu, ia sering menjadi gunjingan dan bahan olok-olok dari para pelayan lainnya karena tak memiliki asal usul yang jelas.
Meski begitu, sang pemilik tubuh tetap melakukan semua tugas-tugasnya dengan senang hati. Pemilik tubuh sebelumnya memiliki sifat yang terlalu sabar dan penurut. Sangat berbeda dengan dirinya.
Ara berusaha mencari ingatan sang pemilik tubuh tentang bagaimana bisa ia keluar dari kediaman keluarga Bai dan berada di antara kumpulan para budak-budak itu. Namun hasilnya nihil, tak ada ingatan mengenai hal itu. Dan itu membuatnya merasa frustrasi.
Ara kembali menghela napas dalam-dalam.
Angin sepoi-sepoi kembali menghembus pelan, membawa aroma daging bakar, membuatnya tiba-tiba merasa lapar.
Ia perlahan melihat ke sekeliling, tidak jauh dari tempatnya. Beberapa prajurit nampak membakar ikan dan memanggang beberapa hewan buruan.
Kening Ara berkerut ketika tidak menemukan keberadaan putra mahkota dimanapun. Hanya para pria bangsawan yang terlihat berkumpul di satu titik dan saling bercengrama satu sama lain.
Aroma daging bakar semakin terasa, membuatnya menelan salivanya tanpa sadar.
Melihat semua orang sibuk dengan kegiatannya masing-masing, Ara kemudian mengawasi kondisi sekitarnya. Saat ini, hanya ada dua prajurit yang menjaganya. Dan mungkin itu bukanlah masalah besar baginya.
Senyum samar terbit di bibirnya, perlahan ia beranjak dari posisinya dan mendekati kedua prajurit yang berdiri tidak jauh dari posisinya.
"Apakah kalian lapar? Kalian bisa bergabung dengan yang lainnya. Jangan khawatirkan aku di sini. Aku tidak akan pergi," ucap Ara.
Kedua prajurit itu hanya diam dan tidak bergerak sedikitpun, seolah mereka tidak mendengar ucapan Ara.
"Aku katakan bahwa kalian boleh pergi. Apakah kalian tidak lelah? Sejak tadi kalian hanya berdiri, tak minum dan makan sedikitpun. Aku kasihan pada kalian," kata Ara lagi.
Namun, respon kedua prajurit itu tetap sama.
Ara menghela napas dalam-dalam lagi. Karena tidak mendapat respon apapun, ia berbalik dan melangkah pergi, refleks kedua prajurit itu melangkah dan mengikutinya dari belakang.
"Kalian mau kemana?"
"Aku ingin pipis. Apakah kalian akan mengikutiku juga?" tambahnya lagi.
Mendengar itu, kedua prajurit saling melempar pandangan.
"Tunggu aku di sini," ucap Ara lalu melangkah lagi. Namun ia baru mengambil beberapa langkah, seseorang tiba-tiba muncul di hadapannya dan berhasil membuatnya terkejut dan nyaris terjatuh. Sosok itu ternyata Zhang Jiangwu.
"Mau kemana?" tanya Zhang Jiangwu.
Ara menoleh ke segala arah. Mencari asal kedatangan pria itu, sebab sebelumnya ia tidak melihat keberadaan pria itu dimanapun.
"Kau membuatku kaget," ucap Ara, menatap Zhang Jiangwu dengan tatapan tidak suka.
"Mau kabur?" salah satu alis Zhang Jiangwu terangkat.
"Apakah kau mengawasiku sejak tadi? Dimana kau bersembunyi?" tanya Ara, menmberikan jawaban yang tidak sesuai dengan pertanyaan pria itu.
"Apakah kau pikir aku akan kabur dari sini? Hahaha, apa yang kau takutkan Yang Mulia? Aku hanya seorang gadis lemah diantara para prajuritmu dan pria-pria bangsawan itu," tambahnya lagi sembari tertawa kecil.
"Kau mau kemana?" tanya Zhang Jiangwu, mengulangi pertanyaannya.
"Aku mau pipis, apakah kau juga akan mengikutiku?" balas Ara.
"Kalau begitu jalanlah," kata Zhang Jiangwu.
Ara mendengus tidak suka. Melangkah lagi dan melewati pria itu tanpa mengucapkan satu katapun.
"Hei, kenapa kau mengikutiku?" Ara menghentikan langkahnya dan menoleh ketika ia merasakan bahwa pria itu mengikutinya.
"Aku mau pipis, apakah kau tidak mendengarku?"
"Memangnya kenapa? Apakah ada masalah?" balas Zhang Jiangwu dengan enteng.