"Kau mau kemana?" tanya Zhang Jiangwu, mengulangi pertanyaannya.
"Aku mau pipis, apakah kau juga akan mengikutiku?" balas Ara.
"Kalau begitu jalanlah," kata Zhang Jiangwu.
Ara mendengus tidak suka. Melangkah lagi dan melewati pria itu tanpa mengucapkan satu katapun.
"Hei, kenapa kau mengikutiku?" Ara menghentikan langkahnya dan menoleh ketika ia merasakan bahwa pria itu mengikutinya.
"Aku mau pipis, apakah kau tidak mendengarku?" tambahnya lagi sembari berteriak, tatapannya sinis.
"Memangnya kenapa? Apakah ada masalah?" balas Zhang Jiangwu dengan enteng.
"Telingaku masih berfungsi dengan baik, Nona. Jangan berteriak seperti itu, aku tidak tuli," tambahnya lagi.
Ara memutar bola matanya jengah, "Jika kau mendengarku, kenapa kau masih mengikutiku?"
"Memangnya kenapa?" balas Zhang Jiangwu dengan santai.
Rasanya, Ara ingin memukul kepala pria di hadapannya. "Apakah kau tidak malu mengikutiku?"
"Malu? Untuk apa? Mungkin hanya kau yang malu, Nona."
Sudut bibir Ara berkedut, "Iya aku malu. Kalau begitu tunggu aku di sini. Aku ingin pipis, aku tidak akan kemana-mana," balas Ara.
"Kalau kau melarangku mengikutimu, aku akan memerintahkan prajurit-prajurit itu untuk mengikuti dan mengawasimu, Nona," ucap Zhang Jiangwu.
Ara yang mulai melangkah mendadak menghentikan kakinya lagi, melihat kedua prajurit yang berada di belakang putra mahkota, Ara merasa frustasi.
"TIDAK, JANGAN. KALIAN BERDUA BERHENTI DISITU," ucap Ara sembari menunjuk ke arah dua prajurit tersebut.
"Kau harus berpikir seribu kali jika ingin kabur dari sini, Nona. Kau pikir kau bisa membohongiku?" balas Zhang Jiangwu.
Ara mendengus tidak suka, "Terserah, kenapa kau tidak memanggil semua orang yang ada di sini saja untuk mengikutiku?" balas Ara, berbalik dan mulai melangkah.
"Baiklah, Nona. Aku akan melakukannya."
"Dasar, putra mahkota gila," maki Ara tanpa menghentikan langkahnya. Gadis itu berjalan menyusuri tepian sungai, sedikit menjauh dari tempat peristirahatan mereka. Ia mengabaikan putra mahkota, sepertinya untuk kabur dari tempat ini, ia akan mengalami banyak kesulitan. Seperti saat ini, ia harus berpura-pura ingin pipis hanya karena tidak ingin membuat putra mahkota mencurigainya.
Berjalan beberapa menit, akhirnya Ara menemukan tempat yang cocok. Ia kemudian berbalik untuk mengawasi sekitar, dan detik berikutnya, tubuhnya terhuyung ke belakang karena terkejut. Beruntung seseorang segera menahan tubuhnya agar tidak terjatuh.
Ara melihat banyak prajurit yang mengikutinya dari belakang, mungkin setengah dari prajurit yang bersamanya sepanjang hari. Bahkan beberapa pria bangsawan juga melakukan hal yang sama dan saat ini sedang menatapnya datar.
"K-Kau? Apa yang kau lakukan?" ucap Ara tergagap, tidak pernah menyangka bahwa putra mahkota akan menuruti ucapannya.
"Memangnya kenapa? Bukankah kau mengatakan itu sebelumnya?" balas Zhang Jiangwu enteng, mundur beberapa langkah, menjauh dari Ara.
Ara ternganga, gadis itu tak tahu harus memberikan balasan seperti apa. Ini benar-benar gila, apakah putra mahkota memang seperti ini? Ara mengusap wajahnya frustasi.
"Selesaikan apa yang ingin kamu lakukan, Nona," ucap Zhang Jiangwu.
"Kau menyuruhku pipis di depan banyak orang seperti ini?" Ara melotot tajam.
"Aku tidak peduli. Lagipula ini malam hari, mereka tidak akan melihatmu dengan jelas," balas Zhang Jiangwu, membawa kedua tangannya ke belakang pinggangnya.
Ara benar-benar merasa kesal mendengarnya, kedua tangannya terkepal.
Tiba-tiba sebuah suars teriakan terdengar, disertai dengan suara pedang yang saling beradu. Refleks, semua orang menoleh ke asal suara.
Di sana, tepat di tempat peristirahatan mereka terjadi pertarungan. Beberapa orang berpakain hitam dan penutup kepala menyerang beberapa parjurit secara tiba-tiba.
Melihat itu, Zhang Jiangwu segera meraih tubuh Ara. Membawa tubuh gadis itu ke pundaknya, menggendongnya sembari berlari.
"Hei, apa yang kau lakukan? Lepaskan aku, lepaskan aku," kata Ara memberontak. Memukul bahu pria itu dengan kedua tangannya.
"Diamlah, jangan bergerak. Jangan membuatku kerepotan," tambahnya lagi.
Bai Jun berlari mendekati mereka, ada banyak pertanyaan di benaknya ketika melihat Putra Mahkota. Namun ia mengesampingkan rasa ingin tahunya.
"Yang Mulia, Anda tidak boleh ke sana. Anda harus meninggalkan tempat ini sekarang," kata Bai Jun dengan wajah panic.
"Apa yang terjadi?"
"Aku tidak tahu, Yang Mulia. Orang-orang misterius itu tiba-tiba muncul dan menyerang kami. Sekarang kita harus pergi dari sini."
"Bagaimana dengan yang lain?" tanya Zhang Jiangwu, tatapannya mengarah kepada pertarungan yang sedang berlangsung di sekitar api unggun yang berada di tempat peristirahatan mereka.
"Tak perlu memikirkan hal itu, Yang Mulia. Saat ini, keselamatan Anda adalah yang utama," kata Bai Jun.
"Sebaiknya kita mencari tempat persembunyian terlebih dahulu untuk sementara waktu sampai mereka pergi, Yang Mulia," tambahnya lagi.
"Baiklah kalau itu adalah yang terbaik," balas Zhang Jiangwu sembari menganggukkan kepalanya.
Ara yang mendengar percakapan mereka hanya mendengus. "Dasar tidak berguna," gumamnya namun ucapannya itu sampai di telinga Zhang Jiangwu dan Bai Jun.
Jika bukan karena situasi genting seperti ini, mungkin Bai Jun sudah memotong lidah wanita yang berada dalam gendongan putra mahkota.