"Putra mahkota dan Bai Jun terluka sementara kondisi wanita itu baik-baik saja, apakah itu berarti bahwa gadis itu yang mengalahkan para penjahat itu?" gumam Yue Ahn, berbicara pada dirinya sendiri, namun suaranya masih mampu mencapai telinga Feng Ming.
"Hanya putra mahkota dan Bai Jun yang bisa menjawab pertanyaanmu. Tapi setelah melihat kemampuannya di lapangan berburu, apa yang kau katakan bukanlah suatu yang mustahil."
Ingatan Yue Ahn kembali pada kejadian di lapangan berburu, ia setuju dengan ucapan pria itu.
Xiao Ara mendengar semua percakapan kedua pria itu tanpa melewatkan apapun. Ia berusaha menilai mereka berdua secara diam-diam.
Dalam kegelapan malam, gadis itu tetap di tempat dan tak memiliki niat untuk beranjak sedikitpun. Perlahan ia membalikkan badannya, kembali menatap cahaya rembulan yang menghintip malu-malu di balik ribunan dedaunan.
Setelah beberapa menit berlalu, dua pria yang berada di bawahnya mulai beranjak dan melanjutkan lagi pencariannya.
Malam semakin larut, angin yang bertiup menerbangkan rambutnya, terasa begitu dingin, dingin menusuk tulang dan hal itu berhasil membuat Xiao Ara mengginggil kedinginan, saat ini sudah mencapai suhu terendah di malam hari. Dan hal itu membuat tidurnya tidak bisa nyanyak.
Ia tidak memiliki pilihan lain selain tetap berada di tempatnya, ingin membuat api unggun namun ia khawatir keberadaannya akan diketahui.
Dengan berselimut dingin, Ara bersusah payah mendapatkan kembali kenyamanan dalam tidurnya.
***
Cahaya jingga perlahan menyebar di ufuk timur, suhu rendah di malam hari perlahan mendapatkan kembali kehangatannya.
Setelah melalui malam yang panjang, Zhang Jiangwu dan yang lainnya akhirnya sampai di sebuah perkampungan kecil.
Tempat itu berada di wilayah bagian selatan kerajaan Qin, dan begitu dekat dengan perbatasan. Bagian selatan kerajaan Qin berbatasan dengan kerajaan Silver.
Ada banyak prajurit yang berkeliaran di sana, itu adalah salah satu tempat para penyusup melakukan kekacauan. Situasi di tempat itu sudah kembali stabil dan tidak secakau sebelumnya.
Melihat kedatangan mereka, orang-orang yang mengetahui identitas mereka segera menyambut dengan hangat, termasuk beberapa prajurit.
Kedatangan rombongan Putra Mahkota menyita banyak perhatian dari para penduduk desa. Meski demikian, para penduduk tidak terlalu memperlihatkan perasaan mereka. Mengira bahwa itu hanyalah orang-orang biasa dan merupakan teman dari kepala desa.
Mungkin karena pakaian yang mereka kenakan tidak berbeda jauh dari yang dikenakan oleh penduduk biasa.
Setelah kekacauan yang terjadi beberapa hari yang lalu, para warga masih nampak sibuk membangun dan memperbaiki kembali Desa mereka.
Melalui arahan dari seorang prajurit, Hao Chu segera membawa putra mahkota ke rumah kepala Desa untuk pendapatkan perawatan lebih. Wang Xiumin melakukan hal yang sama, membawa Bai Jun, mengikuti dua pria itu.
Kaget? Tentu saja kepala desa kaget. Tiba-tiba menerima tamu agung kerajaan membuat perasaan takut dan khawatir memenuhi dirinya. Terutama ketika melihat kondisi Putra Mahkota yang terluka seperti itu.
Kepala Desa tahu bahwa saat ini ia menanggung tanggung jawab yang sangat besar. Salah sedikit saja, nyawanya akan menjadi bayaran.
Ia merasa belum tenang setelah kekacauan yang terjadi baru-baru ini, kini kembali dikejutkan. Terlihat tak ada ketenangan dalam dirinya. Hanya dalam beberapa menit, belasan prajurit berbaris di depan pintu masuk rumah sang kepala desa, tidak hanya itu mereka juga membentuk baris-baris rapi mengelilingi rumah sang kepala Desa. Bahkan beberapa Sky Army nampak terbang di sekitar bangunan putih itu, terlihat mengawasi wilayah sekitar.
Berkumpulnya para parajurit di rumah kepada Desa mulai menarik banyak perhatian dan menimbulkan tanda tanya besar di benak para warga. Siapa gerangan Tokoh masyarakat yang menjadi Tamu kepala Desa sehingga para prajurit kerajaan berkumpul dan menjaga rumahnya? Meski demikian, taka da satupun dari mereka yang berani bertanya secara langsung.
Hanya bisa diam, dan tetap melanjutkan pekerjaan mereka. Meski tak bisa dipungkiri, suara bisikanbisikan sesekali terdengar.
Setelah menempatkan Zhang Jiangwu dan Bai Jun di tempat yang nyaman, Hao Chu memberikan perintah kepada sang Kepala Desa untuk memanggil semua tabib yang ada di Desa tersebut. Beruntung di Desa itu memiliki seorang Tabib, jika tidak sang kepala Desa tidak tahu harus melakukan apa.
Seorang wanita yang merupakan asisten kepala Desa segera bergerak, ia menuju ke rumah sang tabib. Hanya saja. Kepergian mereka tidak membawa hasil apapun.
"Tuan, Nenek Chiyo sudah pergi, dia sudah tidak ada di rumahnya," kata wanita itu memberikan laporan kepada Kepala Desa.
"Perintahkan beberapa orang untuk menyusulnya, mungkin ia belum terlalu jauh," kata Kepala Desa.
"Baik, Tuan." Wang Xiumin mengerutkan kening, "Siapa Nenek Chiyo?"
"Dia adalah satu-satunya tabib di Desa ini, Tuan," balas kepala Desa.
"Setiap pagi, sebelum matahari terbit ia akan pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar. Biasanya akan kembali ketika siang hari," tambahnya lagi menjelaskan.
"Apakah tidak ada tabib lain selain dia?" tanya Wang Xiumin.
"Tidak ada, Tuan. Hanya dia satu-satunya yang ada di desa ini," balas kepala desa dengan tenang. Sangat berbeda dengan perasaannya yang begitu gelisah. Putra Mahkota sedang terluka dan berada di rumahnya saat ini, hati siapa yang bisa tenang?
Sedangkan Hao Chu, pria itu kini berada di luar rumah, bergabung dengan para prajurit, berusaha mencari informasi mengenai kekacauan yang dilakukan oleh para penyusup. Di tempat lain.
Suhu udara yang terasa begitu dingin di tengah hutan kini perlahan menghangat. Aroma tanah basah dan aroma khas hutan memenuhi indra penciuman Xiao Ara. Gadis itu masih terlelap di atas dahan pohon.
Matahari mulai beranjak dan menyusuri porosnya, menyingkap segala yang tersembunyi. Bayangan pepohonan berbaris rapi, suara kicau burung dan binatang lainnya menjadi simfoni pembuka awal hari yang begitu cerah.
Cahaya matahari tampak berdesakan dan berusaha meloloskan diri dari rimbunan dedaunan pohon, lenguhan khas bangun tidur perlahan terdengar dari bibir Xiao Ara.
Perlahan tapi pasti, kelopak matanya terbuka dan langsung disambut oleh silau cahaya matahari yang tepat mengenai matanya.
Meregangkan otot tubuhnya sejenak, ia kemudian melompat turun dari pohon.