"Dari mana asalmu, Nona?" Tanya putra mahkota akhirnya membuka suara setelah terdiam beberapa menit.
Seketika semua orang melihat ke arah pria itu, tak terkecuali para pengawal dan budak termasuk Ara.
Mendapat pertanyaan seperti itu, Ara menegang. 'Apa maksud dari pertanyaannya? Tidak mungkin kan kalau dia mencurigaiku?' batin Ara menerka.
"Hey, apakah kau tuli?" Bai Jun menegur Ara yang hanya diam. Kebingungan terlihat di wajah semua orang, sama sekali tak mengerti dengan pertanyaan pria itu.
Bukan tanpa alasan mengapa Zhang Jiangwu berkata seperti itu, sebab selama ini dikerajaan Qin tak pernah sekalipun ada wanita dengan kemampuan memanah seperti itu, bahkan dengan wanita keturunan bangsawan sekalipun.
"Bicaralah," kata seorang pengawal sembari menendang bokong gadis itu dan berhasil membuatnya meringis.
Mendapat perlakuan seperti itu, Ara berpikir keras.
Hanya saja, "Lupakan, bawa mereka ke istana dan beri hukuman cambuk," kata Putra Mahkota saat itu juga kemudian berbalik. Dalam dirinya, ia sangat yakin bahwa salah satu dari budak di hadapannya saat ini adalah bukan penduduk asli kerajaan Qin.
"Tidak, jangan. Apa kesalahan kami?" ucap seorang budak.
"Ampuni kami Yang Mulia, Ampuni kami. Kami bisa melakukan apapun yang Anda inginkan asalkan tidak menghukum kami," seru salah seorang budak yang berada di sebelah wanita itu, ia tiba-tiba bersujud memohon ampun.
"Beraninya! Sejak kapan budak sepertimu bisa mengatakan hal seperti itu?" kata Bai Jun dengan nada suara tinggi.
"Apakah Yang Mulia harus punya alasan untuk menghukum kalian? Hah?"
"Ti-tidak Tuan, Yang Mulia mohon ampuni kami. Ampuni kami," ucap budak itu lagi sembari menangis. Sangat jelas bahwa ia sangat ketakutan.
Bai Jun berdecih tidak suka.
"Seret mereka," ucapnya lagi.
"Tunggu!" tiba-tiba Ara berteriak.
Mendengar itu, salah satu alis Zhang Jiangwu terangkat.
"Bebaskan mereka, biarkan aku yang menanggung semuanya," ucap Ara dengan suara keras, ia hanya tidak tega ketika melihat para wanita-wanita itu kembali mendapatkan hukuman setelah berhasil selamat dari para srigala-srigala itu.
"Apa katamu? Kau pikir kau siapa sehingga bisa mengajukan permintaan seperti itu? Hah?" Bai Jun menatap tajam ke arah Ara.
"Aku Xiao Ara."
Sudut bibir Bai Jun berkedut mendengar jawaban budak di hadapannya.
"Kau masih berani menjawab?"
"Anda bertanya padaku Tuan, tentu saja aku akan menjawab," kata Xiao Ara dengan entengnya.
"Kau?" seketika Bai Jun melangkah maju dengan tangan terkepal kuat, saat ini ia benar-benar kesal.
"Eits, jangan memukulnya di hadapan Yang Mulia," ucap Xue Yen mencegah Bai Jun.
Sementara Zhang Jiangwu hanya diam tak bergerak sedikitpun, manik matanya tak pernah terlepas dari budak wanita yang menyebut dirinya sebagai Xiao Ara.
"Baiklah, turuti permintaannya. Bawa dia dan bebaskan mereka," ucapnya lalu berbalik pergi diikuti oleh beberapa pengawal.
Seketika semua pria yang ada di tempat itu saling melirik dan memandang satu sama lain.
Bai Jun yang mendengar perintah dari Zhang Jiangwu kini semakin kesal, ia sangat membenci wanita itu.
"Lihat saja, sampai kapan kau akan bertahan wanita rendahan," kata Bai Jun sinis lalu berbalik dan mengikuti sang putra mahkota.
Sementara para budak wanita selain Xiao Ara kini bersujud dan sangat berterima kasih, bisa terbebas dari siksaan merupakan suatu hal yang sangat langka.
"Terima kasih, Yang Mulia. Terima kasih," kata salah seorang budak sembari berteriak.
"Hai, Nona. Terima kasih, semoga kebaikanmu tidak akan mencelakakan dirimu di kemudian hari. Kami akan selalu mengingat namamu, Xiao Ara," tambahnya lagi menoleh ke arah gadis itu.
Ara tidak merespon, gadis itu hanya mengangguk mengiyakan tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
Setelah itu, semuanya bubar dan kembali ke Ibukota kerajaan.
"Yang Mulia, jadi bagaimana dengan pemenang pesta berburu tadi?" tanya Xue Yen, sembari berusaha menyamakan posisi kuda yang dikendarainya dengan Zhang Jiangwu.
"Tidak ada. Kali ini tidak ada pemenang," jawab putra mahkota dengan nada suara yang terdengar sangat datar.
"Hmm, sayang sekali. Baiklah, masih ada bulan depan," ucapnya lalu kembali memelankan laju kudanya dan kembali ke tempat semula. Ia sudah menduga ini sejak tadi.
Perjalanan dari lapangan berburu hingga ke pusat kota menghabiskan waktu hampir satu jam.