Setelah memberikan penghormatan kepada sang Raja, mereka kemudian melapor tentang kejadian yang terjadi di semua perbatasan. Dan semua laporan itu sama.
Semua perbatasan di serang di malam hari dan menjarah penduduk yang tinggal di sekitar perbatasan.
Sang Raja mengepalkan tangannya. "Siapa yang berani menjajah wilayahku?"
Panglima perang segera maju beberapa langkah dan berjongkok di depan singgasana, "Berikan perintah Anda, Yang Mulia," ucapnya dengan suara lantang.
"Kerahkan setengah prajurit untuk menelusuri semua wilayah di kerajaan ini, sisanya berjaga di perbatasan, perketat penjagaan di perbatasan kerajaan, dan juga untuk sementara, tutup semua akses keluar masuk kerajaan sampai penyusup itu di temukan," titah sang Raja.
"Baik Yang Mulia, segera saya laksanakan," ucapnya lalu mundur beberapa langkah dan pergi dari sana.
Suasana di Aula tidak setenang sebelumnya, suara bisikan-bisikan terdengar dari para pejabat kerajaan, membuat Sang Raja semakin mengepalkan tangannya karena marah.
Melihat ekspresi Ayahnya yang sangat tidak enak di pandang, Zhang Jiangwu mengurungkan niatnya dan berbalik pergi dari sana. Perlahan ia berbalik dan melangkah keluar dari Aula.
"Putra Mahkota…" Langkah Zhang Jiangwu terhenti ketika Sang Raja memanggilnya.
"Aku menyapa Anda, Yang Mulia," ucap Zhang Jiangwu membalikkan tubuhnya, berjongkok memberi hormat dengan salah satu kaki membentuk sembilan puluh derajat. Pria yang bersamanya ikut melakukan hal yang sama.
Segera pria itu merubah ekspresi wajahnya menjadi lebih tenang, "Sejak kapan kau kembali?"
"Baru saja, Yang Mulia," jawab Zhang Jiangwu. Pandangannya tetap menunduk, seolah mengabaikan status Ayah dan Anak di antara mereka.
"Bagus, aku memang berencana memanggilmu, tapi kau sudah kembali. Semuanya akan menjadi lebih mudah," ucap Sang Raja.
"Apakah Anda memiliki perintah untukku?" tanya Zhang Jiangwu.
"Aku pikir kau sudah mendengar masalah yang disampaikan oleh beberap tentara langit tadi. Aku ingin kau menyelesaikan hal ini scepatnya, temukan para penyusup itu dan bunuh mereka."
"Baik, Yang Mulia. Saya sebagai putra mahkota akan melaksanakan perintah Anda," ucap Zhang Jiangwu lalu bangkit dari posisinya, dan meninggalkan Aula.
Sang Raja hanya mengangguk, helaan napas kasar terdengar dari sela bibirnya. Rapat pertemuan para pejabat istana kembali dilanjutkan setelah tertunda beberapa menit.
Sementara di sisi lain, Zhang Jiangwu dan enam pria lainnya berjalan agak menjauh dari Aula istana.
"Mungkinkah wanita tadi adalah salah satu dari penyusup itu?" ucap Bai Jun tiba-tiba menoleh ke sebelah kiri dan kanannya.
Zhang Jiangwu yang berjalan paling depan melambatkan langkahnya ketika mendengar itu.
"Ah itu mustahil. Kejadian itu terjadi semalam, dan para budak wanita sudah dipilih pada tiga hari sebelumnya, mereka juga dijaga oleh banyak pengawal dan prajurit," balas Yua Ahn sembari menggeleng.
"Tidak ada yang mustahil, Yue Ahn. Apakah kau bisa melihat kemampuannya pada saat di lapangan beruburu tadi? Apakah menurutmu, wanita seperti dia berasal dari kerajaan ini? Wanita bangsawan di kerajaan ini hanya tahu bagaimana caranya berdandan dan menari. Tak pernah sekalipun mereka diberikan pelajaran memanah atau hal-hal sejenisnya. Apakah menurutmu ini tidak aneh? Aku lebih percaya dia bukanlah budak, juga bukan penduduk dari kerajaan ini," ucap Bai Jun lagi. Sejak tadi ia sudah memendam pikirannya ini.
"Hmm, aku juga memikirkan ini. Sebaiknya kita tanya langsung kepada wanita itu," kini Feng Ming ikut bersuara. Yang lainnya mengangguk setuju.
"Eh? Dimana Yang Mulia?" tanya Hao Chu ketika tidak mendapati keberadaan Zhang Jiangwu. Mendengar itu, semua orang segera melihat ke depan, dan ternyata benar. Tidak ada yang tahu sejak kapan putra mahkota meninggalkan mereka.
"Sebaiknya kita mencari keberadaannya dan mengatakan hal ini," ucap Feng Ming mengusulkan.
"Baiklah," ucap Mereka semua nyaris bersamaan, lalu pergi mencari keberadaan Putra Mahkota secara terpisah. Tak satupun dari mereka yang tahu bahwa pria yang mereka cari kini berada di depan penjara kerajaan.
"Dimana mereka?" tanya Zhang Jiangwu kepada pengawal yang sedang bersamanya. Saat ini mereka sedang menyusuri koridor di dalam penjara.
"Mereka berada di penjara paling ujung, Yang Mulia."
Zhang Jiangwu tidak menjawab, pria itu hanya mengangguk. Mengibaskan jubah yang kenakannya tanpa melambatkan langkahnya.
Ara yang sedang duduk bersandar di dinding penjara seketika menegakkan punggungnya ketika mendengar suara langkah kaki yang semakin mendekat.
Wanita yang bersamanya menjadi panik, beberapa kembali menangis ketakutan.
"Sstt.. diamlah," kata Ara sembari menempelkan telunjuknya ke bibirnya, memberi isyarat kepada mereka untuk tidak membuat suara apapun.
"Ternyata itu adalah kamu," kata Ara lagi ketika melihat siapa yang kini berdiri di depan pintu penjara.
"Lancang!" teriak pengawal yang bersama putra mahkota, mengacungkan tombak di tangannya ke dalam penjara. Menunjuk ke arah Ara.
Zhang Jiangwu menatap dingin, "Bawa dia ke ruang introgasi," perintahnya, lalu berjalan pergi.
"Baik, Yang Mulia."
Mendengar itu, salah satu alis Ara terangkat, "Siapa yang kau maksud?" teriaknya.
"Jaga ucapanmu, manusia hina. Apakah kau tidak tahu dengan siapa kau berhadapan saat ini?" kata seorang pengawal sembari membuka kunci pintu penjara.
Ara berdecih, "Dia adalah pembohong," kata Ara mendengus.
"Ahhhhh…." Semua wanita di dalam penjara tersebut berteriak histeris ketika pengawal tersebut tiba-tiba mengacungkan ujung tombangnya tepat di depan wajah Ara.
"Jaga ucapanmu!!! Jika Yang Mulia tidak memerintahkan kami membawamu ke ruang interogasi, nyawamu sudah hilang di tanganku, Sialan," kata pengawal itu penuh emosi.
"Sudahlah, jangan terlalu lama mengulur waktu. Yang Mulia sudah menunggu, ayo kita bawa dia," kata pengawal lainnya sembari memegang lengan pria itu.
Ara mendengus tak suka mendengar itu. Ia kemudian di seret paksa oleh dua pengawal itu dengan sangat kasar.
"Aku bisa jalan sendiri, kau tidak perlu memperlakukanku seperti ini," ucap Ara namun sayang sekali kedua pengawal itu tidak memperdulikan ucapanya.