Chereads / Putri Tersembunyi Dan Tujuh Bangsawan / Chapter 19 - Bab 19. Kepercayaan (2)

Chapter 19 - Bab 19. Kepercayaan (2)

"Naiklah, Nona," kata Zhang Jiangwu kepada Ara.

Ara hanya mengangguk lalu naik ke atas kuda, kemudian Zhang Jiangwu ikut melakukan hal yang sama. Disusul yang lainnya.

Mereka kemudian meninggalkan istana kerajaan, bergerak di Ibu Kota kerajaan dengan penampilan seperti itu, menimbulkan banyak pertanyaan di benak semua orang.

Ara menunggangi kuda bersama dengan Putra Mahkota, duduk berdua di atas kuda yang sama membuat gadis itu merasa canggung, namun sepertinya putra mahkota sama sekali tidak menyadari apa yang ia rasakan.

Jujur, Ara sama sekali tidak tahu harus kemana. Ia terus menunjuk ke sembarangan arah, keluar dari Ibukota kerajaan, memasuki pedesaan, melalui padang rumput yang mulai mengering hingga mata Ara melihat sebuah hutan lebat. Matanya berbinar.

"Kesana!" ucapnya lagi menunjuk ke arah hutan.

Dengan ragu, Zhang Jiangwu mengikuti arahan gadis yang duduk di depannya. Hutan yang mereka sedang tuju adalah salah satu hutan yang ada di kerajaan Qin. Hutan itu kaya akan sumber daya, beberapa penduduk memiliki mata pencaharian di hutan tersebut, banyak sekali warga Qin yang berburu dan bercocok tanam di hutan tersebut, dan masih ada banyak hal lainnya.

Memasuki hutan, udara panas perlahan berganti dengan udara sejuk, angina sepoi-sepoi bertiup secara perlahan, membelai kulit setiap orang dan berhasil memberikan sensasi menyegarkan.

Mereka sudah menghabiskan waktu selama berjam-jam, membuat putra mahkota merasa jengah.

"Berhenti!" Zhang Jiangwu tiba-tiba berteriak.

"Ada apa, Yang Mulia?" tanya Bai Jun, menyamakan posisinya dengan pria itu.

Zhang Jiangwu mengangkat salah satu tangannya, membuat Bai Jun mundur dan kembali ke tempatnya semula.

"Nona, apa kau yakin ini jalannya? Kau tidak sedang menipuku, kan?" tanya Zhang Jiangwu, napasnya terasa hangat di telinga Ara, membuat gadis itu bergidik.

"Benar, ini sudah jalan yang benar. Setelah kabur dari kejaran prajurit, apa kau pikir kami memiliki keberanian untuk berkeliaran di permukiman warga?" balas Ara dengan sangat yakin.

"Perbaiki cara bicaramu, Nona. Apakah kau tidak tahu dengan siapa kau berbicara?" protes Bai Jun.

Ara diam dan hanya mendengus mendengar ucapan itu. Sedangkan Zhang Jiangwu, pria itu berdehem pelan.

"Aku akan membunuhmu di tempat jika kau berani menipuku, Nona," ucapnya lalu memacu kudanya lagi. Ke emam pria bangsawan dan para prajurit yang bersamanya juga melakukan hal yang sama.

Mereka terus bergerak tanpa henti, sesekali mereka berpapasan dengan beberapa penduk kerajaan Qin. Hari sudah sore, cahaya orange terlihat memenuhi langit di ufuk barat. Melihat dari bayangan pepohonan dan posisinya, Ara bisa menebak, bahwa saat ini mereka sedang bergerak ke arah selatan Kerajaan Qin.

Sebenarnya, ia hanya ingin membawa mereka berputar-putar, ia tak memiliki tujuan sama sekali. Ia hanya menunggu malam tiba untuk kabur dari kelompok putra mahkota.

"Yang Mulia, sebaiknya kita istirahat sejenak. Kuda-kuda ini sepertinya kehausan," kata Feng Ming kepada Zhang Jiangwu. Memang benar, sejak keberangkatan mereka tadi, mereka belum istirahat sama sekali.

"Baiklah, kalau begitu ayo cari sungai atau sumber mata air untuk beristirahat sejenak," balas Putra Mahkota.

'Bagus, hal ini akan mengulur banyak waktu,' batin Ara merasa senang.

Ia tidak menyadari bahwa ia mendekati wilayah perbatasan kerajaan bagian selatan. Memang, pebatasan wilayah kerajaan bagian selatan adalah yang terdekat dari Ibukota Kerajaan. Hal itu pula yang membuat Putra Mahkota tidak terlalu mencurigainya, ia berpikir bahwa setelah kabur dari kejaran prajurit, para penyusup itu tidak akan pergi jauh dari perbatasan kerajaan.

Ya, itu merupakan suatu kebetulan yang sangat menguntungkan. Suatu kebetulan yang Ara tidak sadari.

Setelah bergerak selama beberapa puluh menit, akhirnya mereka menemukan sebuah sungai. Sungai itu tidak terlalu besar, airnya sangat jernih, beberapa batuan besar juga terlihat berjejer memenuhi beberapa tepian sungai.

Para prajurit dan enam pria bangsawan itu membawa kuda mereka ke tepi sungai untuk minum, mereka juga mengurus kuda milik putra mahkota. Tidak hanya itu, beberapa dari mereka bahkan mandi seolah tidak memperdulikan keberadaan seorang gadis di antara mereka.

"Aku haus," kata Ara membuat Zhang Jiangwu yang berdiri tidak jauh darinya reflex menoleh ke arahnya.

"Aku haus, aku ingin minum," kata Ara lagi ketika tidak mendapat balasan apapun dari pria itu.

Zhang Jiangwu hanya menoleh sekilas ke arahnya, masih tak memberikan respon apapun. Ia mengacuhkannya.

"Jangan menyalahkan aku jika aku tidak berhasil membawamu ke tempat persembunyian mereka karena aku mati gara-gara kehausan," kata Ara lagi tak ingin menyerah, sejak tadi ia memang merasa kehausan.

Mendengar itu, Zhang Jiangwu berdecih tak suka. Ia lalu mengambil botol berisi air yang ia bawa lalu memberikannya kepada Ara.

"Seharusnya kau merasa terhormat karena aku membiarkanmu meminum airku," kata Zhang Jiangwu sembari melemparkan botol berwara emas itu kepada Ara.

"Bantu aku meminumnya," kata Ara lagi dan hal itu membuat Zhang Jiangwu menatapnya tajam.

"Lihat, kedua tanganku terikat. Aku bahkan tidak bisa memegang botolnya," tambahnya lagi, memasang wajah cemberut.

Rahang Zhang Jiangwu mengeras, ia menahan amarahnya. Selama hidupnya, ini adalah pertama kalinya seorang wanita memintanya melakukan sesuatu, selain Ibunya.

"Jangan melakukannya jika kau tidak mau. Aku tidak memaksamu," kata Ara.

Sang Putra Mahkota mendekati Ara, menarik pedangnya dari tempatnya membuat Ara terpaku di tempat.

"A-apa yang akan kau lakukan?" kata Ara tergagap. Terlihat pantulan cahaya pedang memenuhi matanya.

Zhang Jiangwu mengangkat pedangnya di hadapan Ara, membuat gadis itu menutup kedua matanya.

Sreett…

Disaat bersamaan, tali yang mengikat kedua tangannya terputus, membuat tangannya terbebas.

Helaan napas lega terdengar dari sela bibir Ara, diikuti dengan senyum mengembang di wajahnya.

"Terima kasih," kata Ara lalu meraih botol yang tergeletak di hadapannya.

Zhang Jiangwu mendengus tak suka, mengembalikan pedangnya ke tempatnya. Ia kemudian berjalan ke tepi sungai untuk mencuci muka.

Meninggalkan Ara dan dua prajurit yang menjaganya sejak tadi.

Hari sudah mulai gelap, suara hewan malam mulai terdengar, menandakan malam akan segera tiba.

"Apakah tempatnya masih jauh?" Yua Ahn datang dan mendekati Ara.

"Kita sudah melakukan perjalanan terlalu jauh, kau tidak menipu kami kan, Nona?" tanyanya lagi. Berjongkok di sebelah gadis itu.

"Apakah aku memiliki kuasa untuk menipu kalian? Aku hanyalah seorang gadis lemah, keberanian seperti apa yang aku miliki untuk melakukan hal seperti itu? Aku sudah tertangkap oleh kalian, aku tidak mau menjadi satu-satunya korban, jadi bukankah lebih baik jika aku menunjukkan tempat persembunyian teman-temanku?"

"Kau mengkhianati teman-temanmu," kata Yue Ahn lagi.

Ara tersenyum getir, "Anggap saja seperti itu, Tuan," balas Ara.