"Bukankah itu hal yang wajar? Sebagai putra dari penguasa kerajaan, semua orang harus menghormati dan memberi jalan, bukan?"
"Menghormati? Aku lebih percaya jika orang-orang hanya memiliki perasaan takut padanya," balas Pengawal itu.
"Ha? Apa maksdmu? Lalu apa hubungannya dengan kejadian tadi?" tanya Ara masih penasaran.
"Kau adalah budak wanita, aku tidak heran jika kau begitu bodoh," balas Pengawal itu.
Mendengar itu, Ara mendegus tidak suka. 'Dasar, pria aneh,' batin Ara.
"Hal seperti ini sering terjadi, jangan pura-pura tidak tahu. Kecuali jika kau bukan berasal dari kerajaan ini," kata Sang pengawal lagi bersuara.
"Aku memang tidak tahu, sangat jarang aku keluar dari kediaman majikanku sebelumnya jadi wajar saja jika aku tidak tahu apa-apa tentang dunia luar," balas Ara tidak mau kalah. Itu benar, ia hanya mengatakan apa yang ada dalam ingatan pemilik tubuh yang ia tempati sekarang.
"Siapa majikanmu?" tanya pengawal itu penasaran.
"Di keluarga mana sebelumnya kau mengabdi?" tambahnya lagi.
"Apakah itu penting?" bukannya menjawab, Ara malah bertanya balik.
Mendengar itu sang pengawal menghela napas dalam-dalam.
"Sebelumnya aku adalah budak terlantar yang kemudian menjadi pelayan tingkat tiga di keluarga Bai," kata Ara sembari mengais ingatan sang pemilik tubuh.
"Eh? Keluarga Bai?" kening sang pengawal berkerut, seingatnya, keluarga Bai adalah salah satu keluarga yang memiliki peran penting dalam kerajaan. Bagaimana bisa pelayan di kediaman keluarga Bai bisa berada di acara perburuan tadi?
"Iya, benar. Aku pelayan tingkat tiga dari keluarga Bai. Jadi bagaimana? Kau bisa mengatakan padaku pada apa yang terjadi tadi?"
Mendengar itu, sanga pengawal menarik napas dalam-dalam, "Seseorang yang menghalangi jalan anggota keluarga kerajaan, maka akhirnya hanya satu. Mati," ungkapnya. Cara mereka berinteraksi terlihat begitu santai, seperti orang yang sudah saling mengenal. Mungkin karena usia mereka yang nampak hampir sama. Sama sekali berbeda dari yang biasanya terjadi.
Ara terdiam, "Maksudmu, budak wanita tadi menghalangi jalan putra mahkota, itulah sebabnya kepalanya di penggal?" tanya Ara ingin memastikan.
"Iya, memangnya kau tidak pernah mendengar hal seperti ini?" tanya pengawal.
"Tidak," jawab Ara singkat. 'Sebenarnya, dunia seperti apa yang aku tempati sekarang?' batinnya merasa sedikit frustasi.
Pengawal yang bersamanya tidak merespon lagi. "Kalau begitu, boleh aku tahu bagaimana bisa kau berakhir di lapangan berburu?" tanya pria itu lagi setelah beberapa detik hening.
"Aku?"
"Siapa lagi kalau bukan kamu? Apakah ada orang lain yang mendengar pertanyaanku selain kamu?"
"Ingatan terakhirku, aku sedang mencuci pakaian di sungai Shimo bersama dengan beberapa pelayan lainnya, tapi ketika aku terbangun, aku sudah berada di dalam gerbong," ucapnya sembari mengingat-ingat apa yang terjadi pada pemilik tubuh tersebut.
"Aku bahkan tidak tahu apa yang terjadi, dan bagaimana aku bisa berakhir di sana, aku juga tidak tahu siapa yang membawaku keluar dari kediaman keluarga Bai," tambahnya. Setiap kediaman keluarga besar di kerajaan Qin memiliki wilayah yang sangat luas. Dan kesemuanya tidak hanya mencakup rumah atau paviliun tempat tinggal keluarga, namun juga mencakup beberapa tanah kosong, ladang, termasuk sungai yang melintasi wilayah kediaman keluarga.
"Jangan sampai Tuan Bai Jun mengetahui identitasmu, jika tidak mungkin kau akan berakhir seperti budak tadi," kata pengawal. Entahlah, ia seperti merasa mengatakan omong kosong, sebab mungkin sebentar lagi wanita yang bersamanya akan berakhir mati karena sudah menjadi penyebab berakhirnya acara berburu tadi.
"Memangnya kenapa? Lalu Tuan Bai Jun? Siapa itu?" tanya Ara.
"Jika seorang pelayan keluar dari kediaman majikan tanpa izin, maka sang majikan akan memberikan hukuman berat atau bahkan membunuh. Aturan ini tidak hanya berlaku pada keluarga Bai Jun, namun di seluruh kerajaan Qin," balas sang pengawal, ia tidak tahu sejak kapan ia mulai terbiasa berbincang dengan seorang pelayan wanita seperti ini. Ini juga pertama kali baginya.
"Lalu Tuan Bai Jun? Aku tidak tahu siapa dia," kata Ara lagi. Bagaimanapun ia berusaha mencoba mencari sisa ingatan pemilik tubuh, tak pernah sekalipun ia pernah melihat bagaimana rupa dari Tuan Muda keluarga Bai.
"Dia adalah pria yang berdiri di depanmu tadi. Pria yang memakai jubbah berwarna hijau," jawab sang pengawal.
Seketika Ara terdiam. Itu berarti pria yang sejak tadi terus membentaknya adalah majikan si pemilik tubuh.
Tak mendapat respon apapun, sang pengawal kembali berkata, "Siapkan dirimu, sebentar lagi kita akan segera tiba di istana kerajaan Qin," ucapnya kepada Ara.
Gadis itu hanya mengangguk, mempebaiki posisi duduknya di depan pengawal tersebut yang sedang sibuk menarik pelana kuda.
Sepertinya, ia akan terus berada dalam bahaya mulai sekarang.
"Boleh aku bertanya sesuatu lagi?" tanya Ara.
"Apa itu? Katakan padaku," balas sang pengawal.
"Apakah setiap budak akan mendapat perlakuan seenaknya seperti tadi?"
"Apa yang kau katakan? Jangan berpura-pura tidak tahu," kening sang pengawal berkerut kebingungan. Sebab sejak tadi, wanita di hadapannya terus saja menanyakan hal-hal yang hal lumrah untuk di ketahui penduduk kerajaan Qin.