Chereads / Putri Tersembunyi Dan Tujuh Bangsawan / Chapter 15 - Bab 15. Penyusup

Chapter 15 - Bab 15. Penyusup

Darah dan penjara besi adalah hal yang sangat biasa bagi Ara. Mengingat di kehidupan sebelumnya, wanita itu adalah mantan komandan tim Alpha yang memimpin Sembilan prajurit khusus di negaranya.

Beberapa tahanan yang melihat kedatangan mereka segera berlari ke sudut penjara, meringkuk ketakutan.

"Ayo, cepat jalan," ucap salah satu pengawal yang bersama mereka, mendorong tubuh para budak-budak itu agar mempercepat langkahnya.

Melewati beberapa ruang penjara, akhirnya mereka berhenti tepat di ujung koridor itu. Segera seseorang membuka gembok dan rantai yang melilit rantai penjara di ujung ruangan tersebut. Di dalam kosong, tidak ada siapapun.

Brukk…

Pengawal itu mendorong mereka dengan sangat keras, menyebabkan tubuh mereka membentur dinding penjara. Lalu kembali mengunci pintu penjara tanpa melepas rantai yang melilit tangan dan kaki para budak-budak itu.

Ara menghela napas kasar, gadis itu kemudian memperbaiki posisinya, duduk bersandar dengan kedua kaki yang ia biarkan begitu saja. Sementara wanita yang bersamanya masih terisak di tempatnya.

"Diamlah, dan simpan energimu. Menangis tidak akan membuat kita terbebas dari penjara ini," gumam Ara.

"Apa yang kau katakan? Apakah kau tidak tahu bahwa memasuki penjara istana sama saja dengan menunggu kematian?" ucap salah seorang budak.

Ara menoleh ke sumber suara, "Lalu kau mau apa? Apakah kau akan menangis sampai seseorang datang menyelamatkanmu? Diamlah, Apakah kita akan berakhir mati atau tidak, tidak ada yang tahu. Takdir setiap orang sudah ditetapkan. Kau hanya membuang-buang energi," balas Ara dengan sangat tegas.

"Kau? Bagaimana bisa kau begitu tenang dalam situasi seperti ini?"

Ara menghela napas kasar, menggelengkan kepalanya. "Aku bisa apa? Apakah aku harus berteriak? Menangis? Itu semua tidak berguna. Bukankah semua orang akan mati nanti?" balas Ara, gadis itu tampak sangat tenang. Tidak panic sedikitpun.

Ia berada di dunia baru ini setelah melewati berbagai hal berbahaya, pengkhianatan bahkan kematiannya sendiri. Dan menghadapi kematian untuk kedua kalinya membuatnya tidak takut lagi.

'Aku sudah mati terbunuh oleh seseorang, jika di dunia ini aku mati terbunuh lagi, tidak masalah bagiku. Aku harus siap, bukankah seharusnya aku memang sudah mati?' batin Ara, ia benar-benar sudah pasrah.

"Lagipula, aku sudah berusaha membantu kalian dengan mempertaruhkan nyawaku. Tapi sepertinya putra mahkota adalah pria yang tidak bisa menjaga ucapannya," gumam Ara lagi.

"Apa yang kau katakan? Kecilkan suaramu. Tidak seorangpun bukdak yang berhak memberikan penilaian kepada para bangsawan, apalagi itu adalah putra mahkota," ucap budak lain yang sejak tadi hanya diam.

Mendengar itu, Ara hanya menghela napas dalam-dalam dan tak meresopon lagi. Gadis itu memilih memejamkan matanya, berusaha menenangkan pikiran dan perasaannya.

"Meski begitu, terima kasih karena keinginanmu membantu kami, Nona," ucap budak yang bersama Ara lagi, namun gadis itu tidak memberikan tanggapan apapun lagi. Hanya diam di tempatnya tak bergerak sedikitpun.

***

Aula Istana

Angin bertiup perlahan, menerbangkan selendang dan pita yang menggantung dan menghiasi ruangan. Ruangan yang tampak luas itu kini dipenuhi oleh para pejabat dan beberapa parjurit istana. Seorang pria paruh baya berdiri di singgasana kerajaan, menatap semua orang-orang dari ketinggian.

Beberapa saat yang lalu, tiga tentara langit tiba-tiba datang dan menghentikan pertemuan para menteri dan pejabat kerajaan. Dan hal itu berhasil menimbulkan kegaduhan di dalam ruangan. Namun hanya beberapa detik sebelum penasehat kerajaan menenangkan semua orang.

"Katakan dengan jelas, apa maksudmu?" tanya penasehat kerajaan mengulangi pertanyaannya.

"Apakah terjadi sesuatu di perbatasan?" kini menteri pertahanan maju selangkah dan ikut bertanya.

"Hamba melapor, Perbatasan luar bagian selatan diserang oleh beberapa orang asing, Yang Mulia. Beberapa desa di pinggiran kerajaan berhasil mereka jarah. Kami sudah berusaha menghentikan mereka dan memukul mundur hingga ke perbatasan kerajaan Amania."

"Beberapa orang? Apakah tentara kerajaan Qin yang berjumlah ribuan kalah hanya dengan beberapa orang?"

Tentara langit itu mengangguk, masih dalam keadaan berjongkok memberi hormat di depan singgasana sang raja.

"Mereka menyusup di malam hari, Yang Mulia. Tapi Anda jangan khawair, sebab Kami berhasil menyelamatkan warga yang tinggal di sekitar perbatasan. Tidak ada korban jiwa."

"Jika seperti ini, apa masalahnya?" tanya sang penasehat kerajaan.

"Sebelumnya kami memohon pengampunan Anda, Yang Mulia. Meskipun kami berhasil memukul mundur orang-orang itu hingga ke perbatasan kerajaan Amania, namun beberapa dari mereka kabur ke permukiman warga. Kami sudah mengutus beberapa orang untuk mencari keberadaan mereka."

"Apakah maksdumu, saat ini ada beberapa penyusup di kerajaan ini?"

Ketiga tentara itu segera mengangguk bersamaan.

"Penyusup?" tiba-tiba terdengar suara dari arah pintu Aula. Di sana berdiri putra mahkota dan beberapa putra bangsawan lainnya.

Dan di saat bersamaan, beberapa prajurit berdatangan, dan berhasil membuat semua orang melihat ke arah pintu.

"Hormat kami kepada yang Mulia Putra Mahkota," ucap salah seorang prajurit di ikuti yang lainnya.

Kening Zhang Jiangwu berkerut ketika melihat warna plakat yang melekat di masih-masing baju zirah para parajurit itu. Mereka adalah tentara langit yang berjaga di perbatasan Barat, Timur dan Utara kerajaan. Pria itu hanya mengangguk lalu memberikan jalan kepada para tentara itu untuk memasuki Aula.

Setelah memberikan penghormatan kepada sang Raja, mereka kemudian melapor tentang kejadian yang terjadi di semua perbatasan. Dan semua laporan itu sama.

Semua perbatasan di serang di malam hari dan menjarah penduduk yang tinggal di sekitar perbatasan.

Sang Raja mengepalkan tangannya. "Siapa yang berani menjajah wilayahku?"

Panglima perang segera maju beberapa langkah dan berjongkok di depan singgasana, "Berikan perintah Anda, Yang Mulia," ucapnya dengan suara lantang.