Chereads / Putri Tersembunyi Dan Tujuh Bangsawan / Chapter 8 - Bab 08. Mengamati

Chapter 8 - Bab 08. Mengamati

Mengalihkan pandangannya ke arah bukit, tatapannya begitu tajam, tangannya terkepal kuat. Sangat jelas bahwa insiden ini bukanlah kecelakaan, tetapi dilakukan dengan sangat sengaja.

Bukan tanpa alasan, sebab tak ada srigala yang tersisa di sekitarnya dalam radius beberapa meter, Bagaimana bisa anak panah itu mengenai Rania jika bukan dilakukan dengan sengaja?

'Benar-benar keji dan kejam,' batinnya berontak.

Ara tidak tinggal diam, gadis itu kemudian kembali melanjutkan langkahnya. Bukannya berlari berlindung, ia malah memunguti anak panah yang berserakan di sekitarnya. Lalu berjalan menuju ke pohon oak yang sudah mulai mengering.

Sesekali ia berbelok dan bersembunyi di antara para semak untuk berlindung dari para srigala yang masih berlarian mencari mangsa. Dadanya terasa berat, napasnya memburu, setelah mencoba mengatur pernapasannya kembali, ia kembali melanjutkan langkahnya.

Sementara di atas panggung, Jang Ziangwu sang putra mahkota hanya diam sejak tadi. Manik matanya tak pernah lepas dari sosok Ara, memperhatikan setiap gerakannya tanpa terlewat sedikitpun.

"Hei apa yang kau lakukan?" tegur Xue Yen ketika melihat Feng Ming memanah seorang budak.

"Aku hanya membantu meringankan beban budak itu," balas Feng Ming kembali menarik anak panah dari punggungnya.

"Kau membunuhnya."

"Apakah ada yang keberatan? Itu tidak disebutkan dalam dalam aturan," balas Feng Ming tak mau kalah.

"Benar kan, Yang Mulia?" tambahnya sembari menoleh ke sebelah kiri tempat dimana putra mahkota berada.

Yang diajak bicara tidak merespon. Pria itu diam di tempat tak menggubris siapapun.

"Yang Mulia?" sebut Feng Ming sekali lagi.

"Ah iya? Ada apa?" respon Zhang Jiangwu akhirnya bersuara.

"Sepertinya Anda sedang kurang enak badan, sebaiknya Anda istirahat saja Yang Mulia, biarkan kami yang melanjutkan acara ini," kata Bai Jun juga ikut menimpali, pria itu kemudian berjalan ke sisi putra mahkota berniat membantunya kembali duduk ke kursi yang memang sudah di sediakan untuknya.

"Baiklah, kalau begitu kalian lanjutkan saja. Aku hanya akan melihat," balas Zhang Jiangwu.

Mendengar hal itu, Bai Jun segera memerintahkan beberapa pengawal untuk memindahkan kursi sang putra mahkota ke tempat dimana pria itu berada.

Sementara yang lain terus melepaskan anak panahnya, terutama Xue Yen. Pria itu nampak antusias dan begitu bersemangat.

"Hei kemana gadis itu?" tanya Yue Ahn tiba-tiba ketika tidak menemukan Ara dimanapun.

"Sejak tadi kau terus saja mengatakan omong kosong," balas Feng Ming mendelik ke arah pria yang lebih cocok jika dikatakan cantik.

"Aku hanya sedikit penasaran, bagaimana dia bisa membunuh seekor srigala dalam jarak sedekat itu? Apakah dia tidak memiliki ketakutan sedikitpun?"

"Apakah sekarang kau memiliki ketertarikan dengan seorang budak?"

"Haha tidak. Mana mungkin," balas Yue Ahn dengan suara tawa yang terdengar begitu halus.

"Aaaaa, tidak. Siapa yang membunuh buruanku?" tiba-tiba suara teriakan Xue Yen terdengar. Pria itu nampak frustasi ketika melihat sasarannya mati di tangan orang lain.

Semua orang hanya menoleh sekilas ke arahnya lalu kembali melanjutkan apa yang mereka lakukan. Tak ada yang merespon, bahkan satu orang pun.

Hanya saja, ketika Xue Yen kembali ingin melepas anak panahnya, gerakan tangannya terhenti ketika merasakan orang-orang didekatnya berhenti melepas anak panah mereka.

"Ada apa? Kalian semua kenapa? Kenapa terlihat seperti itu?" tanya Xue Yen kembali menoleh ke kiri dan kenan dan mendapati teman-temannya berdiri mematung.

"Apakah kalian sudah menyerah? Baiklah terima kasih karena membiarkan aku menjadi pemenang," tambahnya lagi lalu kembali fokus pada busur dan anak panah yang ada di tangannya.

Namun, hal yang sama juga terjadi padanya.

Xue Yen mematung di tempat dengan mata tak berkedip, pandangannya menatap nanar pada anak panah yang berasal dari arah lain dan berhasil menumbangkan beberapa srigala dengan sangat cepat.

"Siapa itu?"gumamnya bertanya.

"Ini curang, Yang Mulia, Yang Mulia, bagaimana bisa seseorang turun dari bukit dan memanah srigala-srigala itu dari balik pohon oak di bawah sana?" keluh Xue Yen nampak tidak terima, pria itu berlari ke arah sang putra mahkota sembari menunjuk ke arah bawah.

Seketika yang lain juga memikirkan hal yang sama, mereka semua tidak bisa melihat dengan jelas siapa sosok di balik pohon oak di sana.

Mendengar itu, kening Zhang Jiangwu berkerut samar.

Mengedarkan pandangannya menelusuri lapangan berburu, hanya dalam hitungan menit dan semua srigala yang sebelumnya masih berlarian di bawah sini kini habis terbunuh tak tersisa.

"Yang Mulia, ini tidak adil," ucap Xue Yen lagi.

Beberapa dari mereka menoleh ke arah putra mahkota seolah sedang menunggu responnya, sedangkan sisanya masih terpaku di tempat dengan pandangan tak pernah teralihkan dari pemandangan di bawah sana, termasuk Yua Ahn.

"Yang Mulia…"

"Pengawal," panggil sang putra mahkota memotong ucapan Xue Yen.

"Kumpulkan budak yang masih hidup, dan bawa orang yang berada di balik pohon oak di sana ke hadapanku, sekarang," perintahnya.

"Baik, Yang Mulia," jawab pengawal itu kemudian pamit undur diri, bergabung dengan pengawal-pengawal lainnya.

Setelah kepergian sang pengawal, tak ada yang berani mengeluarkan suara termasuk Xue Yen. Semuanya diam dan menanti apa yang akan dilakukan oleh putra satu-satunya dari raja kerajaan Qin.

Meskipun Zhang Jiangwu cenderung menunjukkan sikap baik kepada orang-orang disekitarnya, itu semua karena mereka mengerti dan memahami hal apa yang disukai dan tidak disukai oleh sang putra mahkota.

Tak terkecuali dalam kasus ini, sekarang semua orang tahu bahwa Putra Mahkota sedang menahan amarahnya.

Zhang Jiangwu tidak pernah memberikan toleransi apapun kepada siapapun yang berani mengganggu kesenangannya.

Sebelumnya, ketika acara belum dimulai, perasaannya memang sedikit buruk, ditambah dengan kejadian sekarang. Hal itu semakin memperburuk suasana hatinya.

'Siapa pria yang berani merusak acara ini? Apakah dia sudah bosan hidup?' batin Zhang Jiangwu, meskipun ia sempat berhenti dalam acara tersebut, namun bukan berarti ia tidak menikmatinya lagi. Melihat wajah-wajah ketakutan para budak wanita itu adalah sebuah kesenangan tersendiri baginya.

Jika boleh jujur, ia juga sedikit penasaran dengan budak wanita yang diperhatikannya sejak tadi. Hanya saja sebelumnya, ketika fokusnya sedikit teralihkan oleh Bai Jun, ia tidak bisa lagi menemukan keberadaan wanita itu.

'Mungkin dia sudah mati,' batinnya.