Mengingat perlakuan gadis kecil itu kepadanya beberapa saat lalu, Ara tidak bisa tinggal diam. Melihat seekor srigala berbadan besar berlari kearah Rania, Ara berbelok dan berlari sekuat tenaga menuju gadis kecil itu.
"Jangan kemari," teriak Rania ketika melihat Ara berlari ke arahnya. Gadis itu terus menggeleng sembari sesekali melihat ke sekitarnya.
Seolah tuli, Ara tak menggubris teriakan gadis kecil itu, ia terus berlari. Melihat anak panah yang tertancap dimana-mana, segera Ara meraih dua buah anak panah tersebut dan menggenggamnya erat-erat pada masih-masing tangannya.
Bukannya berlari menghindar, Ara tampak berniat menerjang srigala yang sudah berjarak sangat dekat dengannya. Tatapan matanya begitu tajam, ia sama sekali tidak memperdulikan Rainia yang terus berteriak histeris sejak tadi.
"Jangan mendekat," teriak gadis kecil itu lagi.
Ara tidak peduli, gadis itu berlari melewati Rania. Srigala itu melompat dan menerjangnya dan diwaktu bersamaan, Ara menjatuhkan lututnya ke tanah dengan kedua tangan yang memegang anak panah ia ayunkan ke arah atas.
"Crashh…"
"Hmmppsshhh…"
Seketika lolongan penuh kesakitan terdengar.
Hewan buas itu tumbang dan jatuh mengenaskan tepat di sebelah Rania dengan dua anak panah yang tertancap dalam di bagian perutnya.
"Hffftt…" Ara menghembuskan napas kasar, tangannya gemetar hebat. Bukan karena takut, namun karena aksi yang baru saja dilakukannya. Salah sedikit saja, maka mungkin gadis yang ingin diselamatkannya kini sudah meregang nyawa.
Perlahan bangkit dari posisinya, Ara kemudian memperhatikan sekelilingnya. Ternyata tanah disekitarnya sudah penuh dengan lumuran darah, entah itu berasal dari kawanan srigala ataukah darah milik budak-budak itu.
Meski begitu, puluhan anak panah masih terus menghujani lapangan berburu tempatnya berada.
Sedangkan Rania, gadis kecil itu mematung di tempat dengan wajah pucat pasih, nampak keringat mengalir memenuhi seluruh tubuhnya.
Namun detik berikutnya, "Ahhh…" gadis itu kembali berteriak, bukan terikan seperti sebelumnya, namun ia berteriak kesakitan, bersamaan dengan anak panah yang berhasil terpisah dari betisnya.
Ya, Ara mencabut anak panah itu tanpa seizin empunya. Ia melakukannya dengan sengaja demi kebaikan Rania. Setelah itu, ia merobek ujuang pakaian yang dikenakannya, tepat pada bagian yang sebelumnya disobek oleh ujung panah yang nyaris mengenainya juga.
Setelah melakukn itu, ia segera membalut betis Rania untuk menghambat darah yang terus merembes keluar.
"Tahan sedikit," gumam Ara tanpa menatap Rania.
Gadis kecil itu hanya mengangguk, sesekali terdengar gelatuk giginya karena menahan sakit.
"Kenapa kakak membantuku? Tadi itu sangat berbahaya," ucap Rania sesaat setelah Ara selesai membalut lukanya.
"Kau bisa berdiri?" bukannya menjawab, Ara malah bertanya balik.
"Kakak pergi saja, aku tidak apa-apa jika kamu tinggalkan aku sendiri di sini, lagipula aku tidak yakin aku bisa bertahan hidup setelah ini," balas Rania menatap manik mata Ara lekat-lekat.
Mendengar itu, Ara menghela napas kasar. Melihat sekeliling, ternyata budak yang tersisa hanya bisa ia hitung dengan jari, begitupula dengan srigala yang hanya tersisa beberapa.
"Tidak ada penderitaan yang lebih mengerikan dibandingkan dengan membiarkan orang lain mempermainkan nyawamu, Rania. Berhenti mengatakan hal seperti itu. Jangan pernah berhenti untuk berharap meskipun sangatlah mustahil," kata Ara sembari menepuk pundak gadis kecil itu.
"Biarkan aku membantumu," tambahnya mencoba membantu Rania.
Sementara di sisi lain, beberapa pria yang berdiri di atas panggung seketika menghentikan aksinya.
"Woah, lihat gadis yang di sana," teriak Yue Ahn sembari mengayunkan panahnya ke arah dimana Ara dan Rania berada.
"Ada apa dengan itu?" tanya Feng Ming mengikuti pandangan pria yang berdiri di sebelahnya.
"Kalian tidak melihatnya? Serius kalian tidak melihat aksi gadis itu?" balas Yue Ahn nampak antusias, menoleh ke kiri dan kanan.
"Apakah ada yang salah?" timpal Xue Yen yang masih sibuk dengan anak panahnya.
"Gadis itu baru saja membunuh seekor srigala. Hebat," ucap Yue Ahn dengan senyum memuja.
Salah satu alis Wang Xiumin terangkat ketika mendengar ucapan temannya, "Mungkin kau salah lihat. Mustahil jika seorang budak bisa melakukan hal seperti itu."
"Terus saja berdebat, aku akan membunuh semua srigala-srigala yang tersisa dan menjadi pemenangnya," ucap Xue Yen dengan senyum merekah di wajahnya, detik berikutnya anak panah kembali meluncur dari busur di tangannya.
"Apakah gadis yang kau lihat adalah dua orang yang di sana?" tanya Feng Ming mengacungkan anak panah di tangannya.
"Emm, benar," balas Yue Ahn mengangguk.
"Mereka hanyalah calon mayat," balas Feng Ming sembari menyunggingkan senyum smirk lalu perlahan mengangkat busur dan anak di kedua tangannya.
Sedangkan di sisi lain, Ara menggendong Rania menuju pepohonan terdekat sembari mengawasi sekitar kalau-kalau ada srigala yang berlari ke arah mereka. Memikirkan orang lain pada saat seperti ini sebenarnya bukanlah sesuatu yang tepat sebab bahaya masih mengintai dimana-mana. Hanya saja, mengingat kebaikan gadis kecil itu padanya, ia tidak bisa pergi dan meninggalkannya begitu saja.
Saat ini ia juga mempertaruhkan nyawanya sendiri. Jika memang hari ini adalah hari terakhir baginya berada di dunia ini, Ara menerima. Dengan menolong Rania, ia sudah bersiap dengan segala kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi.
Jleb…!!!
Rania yang berada dalam gendongan di punggungnya mendadak terkulai lemah. Merasakan perubahan pada gadis kecil itu, Ara menoleh dan mendapati rania dengan mata yang sudah terkatup rapat.
"Rania, apa yang terjadi? Kau tetidur?" tanya Ara sembari mengguncang tubuh gadis kecil itu.
"Rania…" panggilnya ketika tak mendapati respon.
Samar-samar Ara merasakan pakaian yang ia kenakan basah di bagian belakang. Keningnya mengernyit.
"Rania, bangun…" panggilnya sekali lagi namun sekuat apapun ia mencoba membangunkan gadis kecil itu, sama sekali tak ada respon.
Dengan gerakan pelan, ia mencoba meraba pakaiannya yang terasa basah.
'Darah?' batinnya bergejolak.
Di saat yang bersamaan, ia segera menurunkan Rania.
Menemukan pakaian gadis kecil itu sudah berlumuran darah, napasnya seketika melengos, sebuah anak panah menancap dalam di bagian punggung gadis kecil itu. Hanya dengan melihat sekilas, Ara sangat tahu bahwa ujung anak panah itu berhasil menembus hingga ke jantung Rania.
Napasnya memburu menyaksikan pemandangan di hadapannya. Benar-benar kejam.
Mengalihkan pandangannya ke arah bukit, tatapannya begitu tajam, tangannya terkepal kuat. Sangat jelas bahwa insiden ini bukanlah kecelakaan, tetapi dilakukan dengan sangat sengaja.
Bukan tanpa alasan, sebab tak ada srigala yang tersisa di sekitarnya dalam radius beberapa meter, Bagaimana bisa anak panah itu mengenai Rania jika bukan dilakukan dengan sengaja?
'Benar-benar keji dan kejam,' batinnya berontak.