Setelah membantu wanita tua yang berada di belakangnya untuk kembali berdiri tak terkecuali Rania, Ara kini kembali ke posisinya semula. Berusaha mengatur napasnya yang memburu dan mencoba untuk tetap tenang.
Bukan karena ia tidak menyadari perubahan atmosfer di sekitarnya, hanya saja tak ada hal berguna yang bisa ia lakukan saat ini selain berusaha untuk tetap terlihat tenang.
Menoleh ke kiri dan kenan, semua wanita nampak mendongak dan menyaksikan sosok agung yang saat ini mulai menaiki bukit bersama dengan beberapa pengawal, berjalan ke tengah-tengah panggung dan duduk di singgasana kebesarannya.
Posisi panggung yang membelakangi matahari membuat siapa saja sedikit kesulitan untuk melihat dengan jelas seperti apa rupa dari putra mahkota. Meski demikian, itu tak menyurutkan beberapa dari mereka untuk tetap mengamati para pria-pria itu meskipun cahaya matahari cukup menyilaukan mata.
Namun posisi itu tidak bertahan lama ketika seorang prajurit kembali mengayunkan cambuknya ke tanah dengan sangat kasar, membuat siapapun tersentak kaget.
"Jaga pandanganmu wanita kotor, beri hormat pada Yang Mulia Putra Mahkota!" bentak pria itu tak suka, dan di saat bersamaan semua budak tersebut menunduk dan memberikan salam pernghormatan kepada putra nomor satu di kerajaan Qin, tak terkecuali Ara.
Berada dalam posisi itu beberapa menit, tak sekalipun mereka di izinkan untuk bergerak dan bersuara apalagi mengangkat kepala dan melihat ke arah bukit.
Sementara di sisi lain, para bangsawan yang telah memberikan penghormatan kepada putra mahkota kini kembali ke posisinya semula, beberapa yang lain berjalan mendekat dan berdiri tepat di sebelah kiri dan kanan pria itu.
"Salam hormat dariku, Yang Mulia," ucap seorang bangsawan yang sekali lagi memberikan penghormatan.
"Tsk, jangan bertingkah berlebihan Feng Ming, aku tahu kau sedang mengejekku sekarang," balas Pangeran Zhang Jiangwu, sang Putra Mahkota.
"Hehehe, bagaimana perjalananmu tadi? Aku pikir kau tidak akan lolos dari Ibu Suri," balas Feng Ming tergelak di ikuti beberapa yang lainnya.
Feng Ming adalah putra tunggal dari keluarga Feng, ayahnya merupakan salah satu pejabat kerajaan sekaligus paman dari Pangeran Zhang Jiangwu. Pria itu memiliki kebiasaan menjahili Putra Mahkota, bukan hanya dia, namun beberapa yang lain juga seringkali melakukan hal yang sama. Bukan karena tidak memiliki perasaan takut sama sekali, hanya saja sejak mereka semua kecil, para pria-pria yang berada di atas panggung saat ini sudah memiliki hubungan keakraban dengan Pangeran Zhang Jiangwu bahkan ketika pria itu di angkat menjadi Putra Mahkota.
Seperti saat ini, delapan pria yang memiliki paras tampan yang mengisi panggung di atas bukit ikut bergabung dengan Feng Ming, bertingkah seolah tidak ada jarak pembatas di antara mereka, dan penghormatan yang mereka lakukan beberapa menit yang lalu hanyalah sebuah formlalitas semata.
Jauh dari pusat kerajaan seperti saat ini, mereka semua tak terkecuali putra mahkota tak ubahnya seperti sekumpulan pemuda yang haus akan kesenangan. Jika orang-orang dari kerajaan lain melihat cara mereka berinteraksi, mungkin mereka tidak akan percaya jika seseorang mengatakan bahwa putra mahkota berada di antara para pria-pria tersebut.
"Jadi sekarang aturannya bagaimana?" tanya seorang pria berubah hijau, dia adalah Bai Jun putra tunggal dari keluarga Bai, Ayahnya juga merupakan salah satu pejabat inti kerajaan.
"Tidak, aku lebih tertarik dengan hadiahnya," celetuk pria berjubah biru, dia adalah Xue Yen, putra kedua dari kelurga Xue, sebuah keluarga yang memiliki pengaruh besar terhadap kerajaan. Ayahnya adalah seorang pedagang besar dan kaya raya.
"Hmm, bisakah kalian diam? Biarkan Yang Mulia mengatakan peraturannya dulu," ucap pria berjubah merah muda sembari membelai dan mengelus-elus ujung rambutnya yang ia sampirkan ke depan, suaranya yang halus dan lembut membuat siapa saja yang mendengarnya segera menoleh ke arahnya. Dia adalah Yue Ahn, parasnya begitu menggoda, jika di perhatikan pria itu lebih cocok jika dikatakan cantik daripada tampan. Seorang putra tunggal dari keluarga Yue, Ayahnya seorang pelukis dan penyair terkenal di seluruh kerajaan Qin, tidak, lebih tepatnya ia terkenal hampir di seluruh kerajaan.
"Bisakah kau bertingkah layaknya seorang laki-laki? Tingkahmu membuatku ingin muntah," ucap pria berjubah coklat. Dia adalah Wang Xiumin, putra dari keluarga Wang, ayahnya adalah seorang hakim kerajaan.
"Seperti kau tidak mengetahuinya saja, apa kau lupa? Aku bahkan mendapat gelar pria tercantik di seluruh kerajaan Qin," balas Yue Ahn sembari mengerlingkan mata membuat lawan bicaranya menatapnya horror.
"Lakukan sekali lagi dan kepalamu akan terpisah dari tubuhmu," sarkas Wang Xiumin.
"Hmm, apakah kalian akan terus berdebat seperti ini? Apakah kalian tidak kasihan? Lihat di bawah sana, para srigala itu sudah kelaparan sejak tadi," timpal pria berjubah hitam, dia adalah Hao Chu, merupakan putra tunggal dari keluarga Hao, Ayahnya merupakan penasihat kerajaan.
Sementara di sisi lain, Pangeran Zhang Jiangwu hanya diam di tempatnya, sama sekali merasa tidak terganggu dengan ocehan-ocehan pria yang sedang bersamanya, sejak tadi manik matanya tertuju pada hamparan lapangan berburu yang sangat luas di bawah sana, sesekali helaan napas kasar terdengar lolos dari sela bibirnya.
"Sepertinya kali ini akan sama saja, sama-sama membosankan," gumamnya kembali mendesah kasar. Menurut pengamatannya, pesta kali ini akan sama saja seperti pesta berburu sebelumnya atau bahkan kali ini yang paling membosankan, rata-rata budak yang mengabsen pandangannya sudah berusia sangat tua yang nyawanya mungkin akan segera berakhir ketika kandang-kandang besar itu terbuka lebar, sementara selebihnya hanya anak kecil dan wanita dewasa, itupun jumlahnya sangat sedikit.
"Jadi kali ini bagaimana peraturannya?" tanya Bai Jun dan berhasil memecah keheningan Pengeran Zhang Jiangwu.
"Lakukan seperti biasa, di sini kita hanya ingin bersenang-senang," balas Pengeran Zhang Jiangwu.
Pesta berburu dimulai sejak kandang-kandang besar itu dibuka, memberikan akses para srigala kelaparan itu untuk menjelajah keseluruhan lapangan berburu, menjadikan para budak-budak itu sebagai santapan mereka. Jika tak memiliki kekuatan untuk berlari dan melawan maka hanya akan ada satu akhir, kematian. Dan tugas para bangsawan yang berdiri di atas bukit adalah menargetkan para srigala kelaparan itu sebagai sasaran utama mereka, seseorang yang mendapat buruan terbanyak atau dengan kata lain yang berhasil membunuh srigala terbanyak maka dialah pemenangnya.
Adapun jika seorang budak terbunuh oleh panah salah satu dari mereka, maka itu tidak masuk dalam hitungan.
Kejam? Bahkan dalam acara tersebut sudah menjelaskan bahwa nilai dari seekor srigala lebih berharga dari pada seorang wanita. Namun beginilah adanya, kejadian seperti ini sudah di anggap lumrah di kerajaan Qin.
Mendengar penuturan putra mahkota, ke Sembilan pria itu mengangguk bersamaan.
"Lalu hadiahnya?" tanya Xue Yen.
"Apakah di kepalamu hanya ada hadiah, hadiah dan hadiah?" sarkas Hao Chu.
"Tentu saja," balas Xue Yen nampak biasa-biasa saja.
"100 koin emas, 10 budak wanita tercantik di kerajaan Qin," ucap sang Putra Mahkota menyebutkan hadiah pemenang.
"Ah, menggiurkan sekali," balas Xue Yen.