Chereads / Putri Tersembunyi Dan Tujuh Bangsawan / Chapter 2 - Bab 02.Target (2)

Chapter 2 - Bab 02.Target (2)

"Untuk apa lagi kau tinggal di tempat itu? Tugasmu selesai, aku juga sudah melihat beritanya menjamur di social media."

"Aku tidak bisa keluar, penjagaan di hotel diperketat. Tunggu sampai situasi kondusif."

"Baiklah."

Mendengar sambungan terputus Ara kemudian melemparkan ponselnya sembarangan. Berjalan ke sisi jendela dan melihat ke bawah, ternyata masih sangat ramai.

Ya, dia adalah Ara, si gadis multitalenta yang saat ini tidak terikat oleh instansi atau organisasi manapun. Usianya baru saja menginjak 25 tahun. Ia mengundurkan diri dari posisinya sebagai komandan Tim Alpha pada enam bulan yang lalu. Tim Alpha adalah satuan prajurit khusus yang berasal dari Batalyon Infanteri 717 Kostrad TNI Angkatan Darat, terdiri dari Sembilan prajurit khusus yang dikomandoi oleh dirinya sendiri.

Menjadi komandan Tim Alpha tentunya bukan merupakan sesuatu yang mudah, ia sudah melalui berbagai macam latihan yang tentunya tidak biasa pula, dimulai dengan latihan Raider, latihan perang modern, anti gerilya, dan perang berlarut. Seluruh Tim Alpha mampu beroperasi pada berbagai situasi dan memilki kemampuan tempur tiga kali lipat dari Batalyon Infanteri Biasa.

Sejak menjadi komandan Tim Alpha kemampuannya sudah banyak diakui, bahkan namanya sudah dikenal luas hingga ke CIIA (The Community Of Ideological Islamic Analist) dan CIA (Central Intelligentce Agency) serta berbagai organisasi besar lainnya.

Meski demikian bukan berarti bahwa mereka sudah bertemu langusng dengan gadis itu. Tidak, hanya orang-orang tertentu saja, kebanyakan dari mereka hanya mengetahui namanya saja tanpa mengenali rupanya. Bahkan setelah mengundurkan diripun, identitasnya masih dirahasiakan oleh Negara.

Hanya saja, entah apa yang terjadi sehingga ia mengundurkan diri ditengah karirnya yang sedang berada di puncak.

Ara hidup sebatang kara, kedua orang tuanya meninggal dua tahun lalu karena sebuah kecelakaan dan hanya meninggalkan dirinya seorang.

Ia juga tidak memiliki teman, satu orangpun. Mengingat bahwa selama ini hidupnya hanya diisi dengan latihan, latihan dan latihan. Bahkan ia tidak sempat hadir pada acara pemakaman kedua orang tuanya karena sedang berada dalam tugas.

Miris bukan?

Hidupnya saat ini hanya bergantung kepada kemampuan yang dimilikinya, dia akan berpihak pada siapa saja yang ingin memberinya uang banyak. Ia sama sekali tidak peduli apakah permintaan mereka melanggar aturan yang sudah ditetapkan oleh Negara atau tidak.

Seperti yang dilakukannya dini hari tadi. Seseorang pejabat Negara memintanya menyingkirkan salah satu saingannya pada pemilihan presiden di periode akan datang.

Ting… Ting… Ting…

Sebuah notifiksi pesan masuk memecah fokusnya. Meraih benda berbentuk pipih itu, ternyata isinya notifikasi tentang setengah bayaran yang diterimanya.

Kening ara berkerut, ini sama sekali tidak sesuai dengan perjanjian awal.

Segera ia bangkit dari posisinya, mengeluarkan sebuah dress merah selutut dari dalam tasnya, sebuah kacamata hitam, juga sepasang sepatu berwarna senada.

Ara segera bersiap. Hanya butuh beberapa menit dan penampilannya sudah berubah drastis. Yang biasanya terlihat menyerupai laki-laki kini nampak begitu feminim dan menggoda.

Dress merah menyala yang dikenakannya hanya sampai sebatas paha, begitu ketat dan hal itu berhasil memperlihatkan lekuk tubuhnya dengan sangat jelas, dipadu dengan heals runcing setinggi 8 cm. Rambut panjangnya ia urai begitu saja, pada salah satu tangannya terdapat tas tangan berwarna senada, tak lupa kaca mata hitam yang semakin menyempurnakan penampilannya.

Sebuah perubahan yang membuat orang-orang kesusahan mengenalinya. Ya ini adalah salah satu ciri khasnya. Ara senantiasa merubah penampilannya setiap kali ia selesai melakukan misinya.

Jika saja notifikasi itu tidak mengganggunya sama sekali, mungkin ia akan menunda pergerakannya hingga situasi kembali kondusif.

Dengan penampilan yang glamour dan begitu seksi, maka penjagaan di pintu hotel tidak akan berarti banyak baginya.

Seperti saat ini, ia sudah menjadi pusat perhatian setiap orang. Berjalan mendekati pintu keluar di lantai satu, ia bahkan belum mendekat dan beberapa pria yang berjaga di sana sudah menepi, memberikannya jalanan yang luas.

Ara tersenyum samar, hanya bermodalkan penampilannya yang seperti ini dan semua pria sudah masuk dalam jeratannya.

LIhat! Begitu mudahnya mereka tertipu pada penampilan wanita.

Ara meninggalkan hotel berbintang lima itu tanpa kesulitan yang berarti. Menggunakan taksi, ia menuju ke suatu tempat.

.

.

.

Tok.. tok.. tok..

Ara mengetuk pintu ruangan yang ada di hadapannya. Ia mengunjungi tempat itu sekali lagi hanya ingin memastikan kesepakatannya dengan seseorang pada beberapa hari yang lalu.

Tok… tok… tok…

Gadis itu mengetuk sekali lagi. Menunggu hingga beberapa menit, tak ada respon apapun membuat keningnya berkerut.

Ia ingin melakukan hal yang sama sekali lagi.

Namun…

BUGGHH!!

Tubuh Ara limbung bersamaan dengan kesadarannya yang hilang, darah merah segar bisa terlihat mengalir pada tengkuknya dan sudah memberi warna yang begitu kontras di lantai.

Dua pria entah datang dari mana berhasil memberinya pukulan keras, keduanya segera mengangkat tubuh gadis itu menuju lift lalu memasukkannya ke dalam mobil yang sudah terparkir di basemant.

.

.

.

Langit Kota X tidak seterang dan seindah seperti biasanya, awan hitam menggumpal menjadi pemandangan malam penduduk kota, disertai dengan rintik hujan yang terdengar mengalun lembut, menyapa indra pendengaran setiap insan.

Saat ini waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Pada sebuah gedung tua tak terjamah, lenguhan yang disertai rintihan kesakitan yang berasal dari seorang gadis terdengar mengisi seluruh ruangan yang hanya memiliki penerangan remang-remang. Duduk pada sebuah kursi dengan tangan dan kaki terikat, nampak noda darah yang sudah mengering terlihat memenuhi tengkuknya.

Merasakan tangan dan kakinya tak bisa di gerakkan, gadis itu membuka kelopak matanya perlahan. Pandangannya berkunang, beberapa sosok yang berdiri di hadapannya terlihat kabur. Pusing kembali melandanya.

Hingga pandangannya perlahan menjadi jelas, gadis itu kemudian mengedarkan pandangannya ke sekitar dan mendapati dirinya berada di sebuah ruangan yang sudah usang dan dipenuhi banyak lumut, juga beberapa meja dan kursi yang sudah lapuk.

Gadis itu adalah Ara.

"Dimana ini?" tanyanya dengan suara serak, manik matanya kemudian memindai empat orang di hadapannya, salah seorang diantara mereka sedang duduk dan menatapnya tak berkedip.

"Tu-Tuan?" gagap Ara ketika melihat pria yang sama dengan yang memintanya melakukan pembunuhan itu.

Butuh beberapa detik sampai Ara bisa mencerna semuanya dengan baik. Melihat tangan dan kakinya terikat rantai yang saling terhubung, gadis itu tertegun dan detik berikutnya ia tertawa. Tawa yang sangat keras, tawa yang terdengar begitu mengerikan, sebuah tawa yang juga menjadi pertanda bahwa ia sudah mengerti tentang situasi saat ini.

"KAU PENGKHIANAT!!" teriak Ara di sela tawanya.

"LEPASKAN AKU SIALAN!!" maki gadis itu menatap tajam pada pria di hadapannya.

"Maafkan aku Nona. Tapi aku tidak suka jika orang lain mengetahui apa yang sudah aku lakukan."

"Dasar manusia munafik. Apa kau tidak mempercayaiku? Aku bukan tipe orang yang akan membocorkan semua hal yang sudah ditugaskan padaku. SEKARANG LEPASKAN AKU!!"

"AKU JUGA SUDAH BERJANJI PADAMU."

"Sayang sekali aku tidak mempercayai janji apapun Nona," ucap pria itu tersenyum.