Chereads / My playboy boyfriend / Chapter 12 - Siapa Dia.

Chapter 12 - Siapa Dia.

Marco melirik jam tangan, pukul setengah satu malam. Dia menoleh dan mendapati wajah tegang Chi. Pemandangan aneh di luar sana. Begitu asing.

Kumpulan anak muda, ya meski tak semua tergolong muda. Kawasan perkantoran dan kuliner pada siang hari menjelma begitu kontras pada malam hari. Kumpulan muda mudi yang bersorak Sorai dengan minuman alkohol di tangan mereka.

Jejeran mobil mewah yang terparkir. Chi tak percaya dengan tempat asing yang mereka datangi ini. Mau apa Marco kesini? Chi bahkan tak berani mengedarkan pandangan. Dia merasa takut dan merinding.

"Sampai disini saja ya pak!" Ujar Marco pada sopir taksi. Pak sopir mengangguk mengerti.

"Chi, kau tunggu di sini sebentar ya, aku tidak akan lama. Aku janji!" Ujar Marco berusaha meyakinkan wajah cemas Chi yang tegang.

"Kak!" Chi menarik lengan Marco, dia rasanya sulit mengijinkan Marco bergabung di kumpulan anak muda metropolitan di luar sana.

"Tidak apa, aku tak akan lama" ujar Marco meyakinkan Chi sekali lagi.

"Pak tunggu disini ya, saya titip pacar saya!" Ujar Marco pada pak sopir, dia memberikan beberapa lembar uang berwarna merah. Pak sopir mengangguk mengerti, ada uang semua aman terkendali.

Marco membuka pintu dan menatap wajah cemas Chi sekali lagi. Pria itu menarik sudut bibir dan tersenyum.

"Marco!!" Dixter melambaikan tangan pada Marco. Pria bule itu menyambut kedatangan Marco, dia meneliti isi mobil, tapi punggung Marco memblokir pandangan dixter.

"Kau dengan seorang gadis?" Tanya dixter tak percaya. Marco mengangguk ragu.

"Kau gila! Serius!!" Dixter menepuk pundak Marco, dia tak percaya teman lajangnya ini sudah tak sendiri. Dia berusaha mencuri lihat ke dalam taksi tapi Marco meraih pundak pria itu menghindari dixter melihat keberadaan Chi.

"Apa dia kekasih nona?" Tanya pak sopir, Chi mengangguk ragu.

"Saya harap dia tak ikut balap, karena saya dengar arena ini memakan banyak korban" apa! Chi hanya bisa terperangah tak percaya. Rasa cemas nya kian menjadi jadi. Marco, apa yang kau lakukan. Kenapa kita kesini di hari kencan pertama kita? Chi tak habis pikir. Dia baru saja bahagia dengan pertemuan dan status baru mereka, lalu kenapa harus balap liar seperti ini sih? Chi tak bisa tenang lagi. Dia terus memantau Marco dari dalam mobil di kejauhan.

"Dimana Lyn?" Tanya Marco langsung ke inti pembicaraan yang membuat dia harus ke arena ini malam ini.

"Kau tahu, memadu kasih dalam mobil Mazda rx-6!" Tunjuk dixter pada mobil hijau yang terparkir cukup jauh dari kerumunan orang orang.

"Kau mabuk?" Tanya Marco mencium bau alkohol dari mulut dixter

"Sedikit!" Ujarnya membela diri.

"Jangan mabuk, kau harus menyetir nanti. Aku tak mau kehilangan teman sepertimu!" Ujar Marco menepuk pundak dixter, dia meninggalkan sobat nya dan melangkah cepat menuju mobil yang tadi di tunjuk dixter.

---

"Abra ayolah, kau sedang mabuk!" Kesal Lyn, dia hendak melepaskan dekapan kasar Abra, tapi pria itu memaksa dengan tenaganya.

"Aku tahu apa yang kau inginkan malam ini!" Abra menurunkan jok mobil, dia menghimpit tubuh kekasihnya yang menggunakan tanktop dan rok mini.

"Abra! Ada yang ingin aku katakan padamu!" Kesal Lyn berusaha mendorong tubuh Abra yang menghimpitnya.

"Kau bisa mengatakannya nanti, setelah kita menikmati malam ini!" Abra berusaha menciumi kulit terbuka Lyn, dia mengecup dan sedikit meninggalkan bekas gigitan di kulit pucat Lyn.

"Abra.." keluah Lyn dengan sudut mata basah. Dia tak pernah ada tenaga untuk menolak keinginan Abra, pria ini menariknya begitu dalam pada pusaran cinta dan nafsu. Abra mulai membuka pakaiannya. Menangkap benda kenyal di dada Lyn, memainkan tangkapannya. Gadis itu sudah pasrah. Dia hanya akan lelah jika melawan Abra. Pengaruh alkohol dan tenaganya sudah tak sanggup lagi dia bantah.

"Abra.. aku begitu mencintaimu.." lirih Lyn dengan nada begitu banyak penyesalan. Entah ini cinta atau apa.

Sudah hampir dua tahun Lyn terjebak dalam hubungan seperti ini. Dia tak bisa melepaskan Abra yang begitu dominan. Pria yang terkenal playboy dan berkuasa.

Dan Lyn pendamping yang pas membuat mereka mendapat julukan king dan queen. Tapi menjadi ratu tak pernah mudah, dia nyatanya tak pernah bisa menaklukkan rajanya. Selain melayani nafsu dan meladeni hubungan badan, hubungan mereka hanya sebatas itu saja. Kapanpun dan dimanapun. Seakan menjadi kewajiban bagi Lyn untuk menyerahkan kebebasan nya pada Abra.

Pesona cinta Abra sungguh jebakan yang melumpuhkan. Lyn kehilangan pegangan hidup. Dia menikmati pada awalnya, tapi kini. Hanya seperti syarat hubungan saja. Entah akan bermuara kemana hubungan ini.

"Aku tahu cantik, kalau begitu mari menikmati malam ini, dan buat aku menjerit!" Pinta Abra dengan bisikan berat di telinga Lyn. Gadis itu meneteskan air mata. Dia menggenggam erat benda kecil dalam telapak tangannya.

Abra menjatuhkan kepala di antara dada Sisil, memainkan Indra pengecap. Mulai menjelajah dan menikmati petualangan malam ini.

TUKK!!

Benda kecil itu jatuh, tak tahu kemana, yang Sisil tahu pasti, dia sudah mencoba hingga beberapa kali. Lyn tak bisa percaya jika dua garis merah pada alat tes kehamilan akhirnya menjadi nyata pagi ini. Meski sudah puluhan alat, hasilnya tetap saja sama. Dia hamil.

Abra baru saja hendak membuka resleting celananya. Tiba tiba seseorang mengetuk jendela mobil, membuat Abra kesal dan murka. Wajah Marco di luar sana membuat Abra semakin terlihat bengis. Dia tak mau membuka pintu. Pria itu terus melanjutkan pekerjaannya. Lyn menoleh dan mendapati tatapan nanar Marco.

Tangan gadis itu menggapai handle pintu, dan membukanya untuk Marco. Dari tatapan mata Lyn, jelas dia sudah lelah. Dia juga ingin lepas dari Kungkungan pria yang membuat hidupnya semakin tak tentu arah

"Marco.." gumam Lyn. Pria itu menarik lengan Abra. Dia mendorong tubuh Abra hingga si raja kampus roboh menyentuh lantai parkiran.

Lyn menurunkan kaki perlahan. Kali ini dia lelah untuk berteriak. Dia lelah untuk menghentikan Marco. Dia lelah protes. Dia lelah dengan hubungannya. Dia menyerah dengan keadaan yang akrab ini.

Bukk!! Bukk!! Bukk!!

Marco memukuli Abra tanpa ampun, hingga pria mabuk itu bersimbah darah dan tersungkur. Dua orang temannya menghampiri dan membantu Abra berdiri. Pertikaian ini hampir setiap Minggu terjadi, mereka sebetulnya sudah biasa. Hanya saja kali ini Lyn diam saja, dia tak menghentikan Marco, dia tak membela Abra. Membuat dua rekan Abra bingung, harus menghabisi Marco atau berdiam diri seperti biasa nya.

Lyn melangkah dan menggandeng lengan Marco. Dia menarik lengan Marco untuk menjauh dari Abra. Kali ini dia berada di sisi Marco.

Marco membuka jaketnya dan memberikan pada Lyn. Gadis itu segera menutupi kulit terbukanya.

Dia membawa lyn menjauhi kerumunan yang seketika bertambah ramai karena Marco.

Chi menyaksikan kerumunan yang semakin jadi, dan Marco yang keluar di antara orang ramai itu. Marco dan seorang gadis. Gadis yang mengenakan jaket Boomber yang tadi di pakai Marco.

Deg! Jantung Chi berdegup kencang, dia seakan mati rasa.

Siapa gadis itu?

Lyn menghapus air matanya. Dia memeluk Marco sebentar. Sementara Marco menatap wajah nanar Chi dari dalam mobil taksi yang setia menunggu urusannya selesai.

Dixter menghampiri Marco dan Lyn.

"Segera pulang, dixter akan mengantarmu. Jangan sampai om Herman mengetahui semua ini" ujar Marco membukakan pintu mobil dixter untuk Lyn, gadis itu mengangguk pelan dan sekali lagi memeluk Marco.

"Marco, terima kasih.. aku merindukanmu di rumah" gumam Lyn sebelum memasuki pintu mobil. Marco mengulas senyuman tipis. Dia melangkah meninggalkan mobil dixter, Marco kembali ke dalam taksi. Dan wajah tegang Chi sungguh bisa Marco mengerti.

"Chi.."

Gadis itu membuang wajah dan menyembunyikan tangisannya.