WARNING!
DALAM PART INI TERDAPAT MATURE CONTENT BERUPA SEKSUALITAS.
PEMBACA DI HARAP BIJAK!
HIBURAN SEMATA.
***
"Sssshhhhh, ahhhh, pangeran," lenguhan kecil lolos dari bibir Eunbyul ketika pria itu memberikan hisapan kuat pada lehernya.
Malam dingin yang menggairahkan, begitulah bagi mereka. Entah menguap kemana rasa sakit yang sebelumnya bercokol di hati Eunbyul karena larangan saudari-sudarinya untuk menghadiri pertunangan akbar antara seorang pangeran Bighit dengan putri Esem.
Eunbyul sakit hati? Tentu saja. Dia merasa telah di bohongi oleh pria yang beberapa waktu lalu telah mencumbunya. Telah berjanji akan membatalkan ataupun menunda pertunangannya. Nyatanya apa? Undangan pertunangan itu tetap disebar dan dilaksanakan tepat tiga hari setelahnya. Ya, malam nanti. Lee Taehyung dan Koo Irene akan meresmikan pertunangan mereka, pikir semua orang. Menjadikan malam nanti sebagai hari patah hati sedunia.
Dalam pikiran Eunbyul, dirinya harus hadir. Entah sekedar muncul untuk mengingatkan si pangeran brengsek itu atas janjinya. Kalau bisa, sekalian menggagalkan acara itu meski dengan taruhan nyawa. Sayangnya dengan segala tipu muslihat para saudari tirinya, Eunbyul kembali harus berakhir di paviliunnya. Hilang sudah kesempatan untuk menjadi wanitanya pangeran tertampan di daratan taeso itu.
Bulan telah naik ke peraduannya. Setelah mengusir Ryujin maupun para pengawal yang berjaga di depan kamarnya, Eunbyul melamun. Memikirkan rasa sakitnya yang tak kunjung reda. Dan berakhir di secret garden. Maksudnya, Eunbyul diam-diam menyelinap pergi ke bekas paviliun mendiang ibunya itu. Setidaknya di sana dia bisa mengingat kembali, kenangan manisnya bersama orang terkasihnya-- sang ibu juga pangeran itu.
Berada di gazebo. Eunbyul menatap pantulan hitam dirinya di atas air kolam. Melamunkan kisah tragis sang ibu.
Nyatanya, menjadi seorang selir seperti ibunya, adalah ketakutan terbesar Eunbyul. Tahu kenapa menakutkan? Karena menjadi selir berarti harus siap kesepian. Harus siap ditinggalkan Yang Mulia Raja, ketika telah memenuhi tugasnya-- melahirkan seorang keturunan kerajaan. Selir Goo memang menjadi salah satu kesayangan raja, namun itu sebelum melahirkan si kembar. Begitu si kembar lahir, beliau difitnah mengidap penyakit menular sehingga harus di asingkan di paviliun ini. Sejak itu, Yang Mulia Raja tak sekalipun menengok. Jangankan bertatap muka, menanyakan kabarnya pun tidak. Sungguh menyakitkan, bukan hidup sebagai seorang selir?
Air mata mengalir. Bukan hanya malam ini, Eunbyul memiliki pemikiran untuk meneggelamkan diri di dinginnya air. Ingin segera mengakhiri penderitannya sebagai lady kakao. Tapi sekali lagi, itu hanyalah pemikiran tergelapnya. Dalam lubuk hatinya yang lain, masih menyayangi hidup juga dirinya. Masih berharap akan hari esok yang lebih baik. Tapi sampai kapan?
Kapan kebahagiaan itu akan datang?
Eunbyul tak sadar... Jika langkahnya telah mencapai ujung. Hampir saja terjatuh ke kolam jika seseorang tak menarik kuat lengannya, lalu membawanya ke dalam pelukan.
"Apa kau gila!?" Hardiknya. Eunbyul akhirnya sadar dengan kelakuan bodohnya kala merasakan cengkaraman kuat pada pundaknya. Pria itu-- sang penyelamat menyelam ke dalam matanya untuk beberapa waktu.
"Kau mau menghianatiku? Kau bilang sanggup untuk menungguku?"
Tubuh Eunbyul mendadak lemas. Apa yang dipikirkannya ternyata salah. Pangeran yang dianggapnya brengsek itu-- Lee Taehyung-- tidak menghianatinya. Dia datang untuk menetapi janjinya.
Jadi pertunangan itu?
Tentu saja tetap dilaksanakan. Namun pemeran utama prianya bukanlah Lee Taehyung, melainkan Lee Hoseok. Raja Bighit awalnya sangat marah ketika Taehyung berkata hendak mengakhiri perjodohannya dengan Koo Irene dan alasannya, termasuk perbuatan tercela Irene dan Hoseok. Namun dengan diskusi panjang, akhirnya menghasilkan mufakat bahwa pertunangan antara dua kerajaan itu tetap dilakukan. Irene dan Hoseok haruslah mempertanggung jawabkan perbuatan mereka, terlebih apabila Irene nantinya hamil.
"Jadi..." Eunbyul menggantungkan ucapannya setelah beberapa waktu mereka lalui dengan keheningan. "...kau memilihku?" sambungnya. Tidak bisa untuk menahan senyumnya. Sesekali mengusap bekas air yang tadi membasahi wajahnya.
"Kenapa? Apa kau begitu jatuh menyukaiku sampai-sampai punya niatan bunuh diri hanya karena mendengar kabar pertunangan yang tak dibatalkan?"
Eunbyul mengagangguk kuat. "Iya, sangat. Sangat takut kehilanganmu."
"Kenapa?"
"Mungkin karena aku mencintaimu?" Jawab Eunbyul tak yakin. Membuat keduanya terkekeh geli.
"Aku sendiri... Juga entahlah," kata Taehyung ragu atas perasaannya.
"Kenapa? Ragu kalau kau juga menyukaiku," tebak Eunbyul tepat sasaran. Membuat Taehyung menggaruk tengkuknya tak gatal.
Memang sih, kalau dipikir-pikir, hubungan mereka itu terlalu aneh. Tidak terstruktur, mungkin kalau dijabarkan dalam dua kata. Baik secara pertemuan maupun pendekatan. Semuanya mengalir begitu saja tanpa rencana.
"Mari melakukan seks?" Ajak Eunbyul setelah keheningan yang cukup lama. Membuat Taehyung hampir tersedak ludahnya sendiri.
"Menurut buku yang pernah ku baca, seks adalah salah satu pembuktian cinta. Jika setelah itu, kau masih selalu memikirkan orang itu dan menginginkannya, maka berarti kau menyukainya," jelas Eunbyul.
Susah payah Taehyung menelan ludahnya. Sebagai pria normal, tentu saja dia juga ingin merasakan yang namanya berhubungan seks. Tapi apakah perlu sampai sejauh itu?
Mendapati diamnya Taehyung, entah kenapa membuat Eunbyul menyesal. Merasa bodoh atas ajakannya barusan. Lee Taehyung itu pria terhormat, tidak seperti dirinya yang sering berpikiran mesum. Mungkin memang benar kata orang-orang, bahwa dirinya tak sedikitpun masuk dalam kriteria pria itu.
"Aduh, aku bicara apa sih tadi!" Eunbyul menertawai dirinya sendiri. "Lupakan yang tadi itu! Anggap saja aku tak pernah mengatakannya." Dia berdiri dari duduknya. "Ah, sepertinya sudah semakin larut... Mungkin anda sebaiknya segera kembali, pangeran. Nanti orang-orang dari kerjaanmu mencari."
Lee Taehyung menahan lengan Eunbyul. "Kau pernah melakukannya? Seks?"
Mata Eunbyul membola. "Tentu saja tidak! Walaupun aku sering berpikiran mesum dan--" sadar kalau sudah membongkar rahasianya sendiri, rasanya Eunbyul ingin menenggelamkan diri di kolam saja, saking malunya. "Eoh... Maksudku... Eum... Auw!" Dia terkesiap kala Taehyung menarik dan mendudukkan dirinya di atas pangkuan si pria. Jantungnya kembali bertalu-talu. Posisi mereka, terlalu dekat dan intim.
"Jadi?" Taehyung meminta kesimpulan.
"Apa?" Eunbyul memalingkan wajahnya yang telah memerah seperti tomat, ya meski tak yakin Taehyung bisa melihatnya karena keremangan malam.
"Aku yang pertama kan?" Taehyung menyempitkan pertanyaannya.
Eunbyul mengangguk malu-malu.
Taehyung membawa kedua tangan Eunbyul agar melingkar di lehernya. "Kau sadar dengan ajakanmu, barusan?" Kembali memastikan.
Dan yah, lagi-lagi Eunbyul mengangguk malu-malu. Membuat Taehyung terkekeh pelan.
"Aku suka kepolosan atas ketidakpolosanmu."
Belum sempat menanyakan ucapan Taehyung, bibir Eunbyul telah dibungkam pria itu. Diberikan ciuman lembut yang langsung dia balas sesuai pelajaran terakhirnya. Bedanya kali ini, tangan pria itu tak tinggal diam di leher atau pinggangnya. Melainkan meraba-raba ke bagian tubuhnya yang lain.
"Pangeran," cicit Eunbyul karena merasakan perlakuan berbeda dari sebelumnya.
"Kenapa? Ingin berhenti?"
Eunbyul menggeleng, lalu mengagguk. Membuat ekspresi lucu sekaligus menggemaskan bagi Taehyung. Bagaimana Taehyung tak tergoda pada wanita di pangkuannya ini? Umurnya mungkin masih delapan belas tahun, tapi wajahnya tak kalah cantik dari Irene. Terlebih tubuhnya tak kalah seksi dengan mantan tunangannya itu. Entah kenapa, ada yang berbeda dari wanita ini sejak pertemuan mereka di pesta perayaan tahun baru. Baginya, wanita Goo itu menarik dengan caranya sendiri. Sempat kecewa karena melihat wanita itu berpelukan dengan seorang pria-- yang kemudian ia ketahui adalah kakak kembarnya. Lalu pertemuan mereka dan kontak bibir yang terjadi di hutan larangan, membuat pikiran Taehyung semakin dipenuhi oleh wanita itu. Dan akhirnya sekarang... wanita ini berada di dalam rengkuhannya. Membangunkan sesuatu dalam dirinya dan terasa sesak di sana.
"Hm?" Taehyung memberikan belaiannya dari pipi turun ke perpotongan leher Eunbyul.
Hampir saja Eunbyul mengeluarkan lenguhan atas sensasi yang dirasakannya. "Aku hanya malu," cicitnya.
"Apa?"
"Aku malu, pangeran," tegas Eunbyul.
"Lalu?"
Tanpa menjawab dengan kata-kata, Eunbyul membawa pangeran Taehyung ke dalam paviliun. Tepatnya ke dalam sebuah kamar yang di dalamnya terdapat ranjang yang dihiasi selambu berwarna abu-abu. Sialnya semakin menambah gairah si pria.
Tanpa berlama-lama, Taehyung membaringakan tubuh Eunbyul ke ranjang. Memberikan kecupan dimulai dari dahi, turun ke kedua mata, hidung, bibir, lalu terakhir ke lehernya. Memberikan kecupan dan gigitan-gigitan kecil, sesekali menghisapnya dengan kuat. Tangannya tak tinggal diam, mulai bergerilya pada dada si wanita hingga membuatnya melenguh keenakan.
Setelah membuka kain bagian atas yang menutupi tubuh Eunbyul, Taehyung mengulum puncak dada yang telah menegang itu. Dan memberikan remasan bertempo sedang di dada yang lain. Begitu seterusnya hingga permainan mencapi pada inti.
Goo Eunbyul merintih. Meraung. Menancapkan kuku-kukunya pada punggung si pria kala benda tumbuh itu melesak masuk. Menimbulkan rasa nyeri yang luar biasa hingga tak terasa air mata menetes.
"Gwenchana. Tahan ya! Ini memang sakit di awal, tapi seterusnya akan terasa nikmat." Eunbyul mengangguk. Perintah Taehyung seperti sihir... Perlahan rasa sakit itu hilang, tergantikan rasa nikmat yang tak bisa Eunbyul jabarkan dengan kata-kata.
Yang jelas... Malam itu. Malam di pertengahan musim dingin itu, menjadi saksi terciptanya kenangan manis antara lady Kakao dengan pangeran Bighit itu.