Chereads / Goo Eunbyul, Road To Kingdom / Chapter 13 - Perang Saudara

Chapter 13 - Perang Saudara

Blue Flame.

Tarian spirit suku Aroha yang dilaksanakan setiap bulan purnama dengan tujuan meminta keselamatan pada para leluhur sekaligus memeringati kematian pemimpin suku pertama mereka, Moon Rohui.

Sebenarnya, lebih jauh dari itu. Ritual itu merupakan ritual rahasia dimana mereka dapat berkomunikasi dengan hewan-hewan yang hidup di sekitar mereka. Memanipulasi agar hewan-hewan itu tak bisa dijinakkan dan memberi mereka kekuatan dalam melawan manusia-manusia--yang mengingikan wilayah dan sumber daya alam mereka. Intinya, mereka suku adalah dalang utama dari penjaga wilayah ini. Sehingga tak ada satupun kerajaan yang berhasil menaklukkan dan menguasai wilayah yang terkenal dengan sumber daya alamnya ini.

Goo Eunbyul tak sengaja melihatnya. Suku Aroha yang menjalankan ritual tersebut di malam purnama beberapa waktu lalu. Yang awalnya Eunbyul hanya ingin mengikuti Eunwoo karena busur panah pria itu tertinggal di gubuknya. Barang kali saja, pria itu membutuhkannya karena sebelum pergi dia bilang tak akan bisa mengunjunginya dalam beberapa hari ke depan.

Nyatanya, pria itu berada di tengah-tengah lingkaran spiral yang dibentuk oleh manusia (suku arohan). Mereka mengelilingi Eunwoo yang tengah menari seperti orang kesetanan. Satu hal yang pasti, suara-suara yang mereka timbulkan membuat bulu kuduk Eunbyul merinding sekaligus takjub. Terlebih ketika suara hewan-hewan mulai bersautan. Rasanya Eunbyul sedang dalam kandang hewan buas.

Namun ada yang aneh. Rasanya Eunbyul tidak asing dengan gerakan tarian Eunwoo. Membuatnya berpikir keras, dimana dia pernah melihat tarian itu.

"Goo Eunbyul, ingat baik-baik! Jangan pernah katakan pada siapapun tentang yang kau lihat hari ini!"

"Jangan pernah katakan, pada siapapun!"

"Jangan katakan pada siapapun!"

"Itu tadi namanya blue flame."

Goo Eunbyul tersentak-- terbangun. Tubuhnya menegang seturut kepalanya yang terasa pening. Peluh bercucuran di dahi juga pelipisnya. Sementara jantungnya berdebar-debar. Ternyata hanya mimpi.

Benar. Dia ingat sekarang. Dia pernah melihat tarian itu sebelumnya. Dilakukan oleh ibunya sebelum wanita itu tergolek lemah karena sakit. Ia tak ingat tentang rincian kejadiannya. Hanya saja, di tengah-tengah sang ibu melakukan tarian itu, muncul sesosok berpakaian serba hitam yang menyuruhnya berhenti. Sosok itu bahkan membujuk sang ibu agar kembali, namun sang ibu menolak. Bahkan meski pria itu berkata, bahwa dirinya akan mati tak lama lagi jika tak meninggalkan tempat ini.

Pertengkaran dua orang dewasa itu terhenti ketika cicitan ketakutan Eunbyul terdengar--dia memanggil nama sang ibu. Sontak sang ibu langsung memeluk tubuhnya yang bergetar. Sementara sosok itu pergi dan tak pernah kembali.

Saat itulah, ibunya berkata. Agar dia tak mengatakan apapun tentang kejadian malam itu. Entah apapun yang didengar maupun dilihatnya.

Sekarang pertanyaannya.

Kenapa dirinya ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara gelap ini hanya karena mengatakan bahwa dirinya tahu tentang blue flame? Lalu apa hubungan ibunya dengan suku ini? Bagaimana sang ibu melakukan gerakan yang sama persis dengan Eunwoo, walau sepertinya efek yang ditumbulkan berbeda.

Kratak!

Suara seperti detican kayu membuyarkan Eunbyul dari pikirannya. Memasang posisi was-was akan bahaya yang mungkin saja menyapa. Sepertinya ada seseorang di luar.

"Sst! Ini aku."

Eunbyul hampir saja berteriak kalau wajah pria itu tak terkena terangnya cahaya.

"Eunwoo-ssi, apa yang kau lakukan disini?" Tanya Eunbyul panik.

Eunwoo memberi isyarat dengan tangannya agar wanita itu memelankan suaranya. Eunbyu mengangguk dan mematuhinya.

"Aku sudah bereskan penjaga di luar. Kau segeralah keluar dari sini," ucap Eunwoo seraya membuka gembok penjara yang mengurung Eunbyul, lalu menyingkirkan kayu besar yang menjadi penghalangnya.

"Apa yang kau lakukan Eunwoo-ssi? Kau bisa kena masalah kalau melakukan ini," protes Eunbyul.

"Tidak ada waktu untuk bicara. Cepat keluar dari sini sebelum orang-orang menyadarinya." Eunwoo menarik Eunbyul keluar.

"Mwo? Lalu bagaimana dengan kau, bagaimana kalau mereka tahu kau melakukan ini?"

"Ku bilang jangan bicara," bentak Eunwoo tanpa mau dibantah.

Ini pertama kalinya Eunbyul mendengar nada tegas bercampur marah si pria penolongnya. Jangankan membentak, meninggikan suaranya saja dia tidak pernah.

Takut dengan aura Eunwoo yang terasa gelap, Eunbyul pun mengikuti kemauan dari si pria. Keluar dari tempat itu dengan bantuannya.

Jantung Eunbyul rasanya seperti melompat-lompat dari tempatnya. Begitu was-was kala mengikuti langkah lebar pria itu. Bagaimana kalau aksi kaburnya ini ketahuan dan mereka berakhir di hukum gantung bersama seperti yang pernah Eunwoo katakan, hukuman bagi penjahat di suku ini adalah hukuman gantung lalu dijadikan makanan kera-kera di hutan. Ahhh, Eunbyul bergidik ngeri.

Sejatinya... Pemikiran adalah representasi dari kejadian yang akan terjadi. Maka Eunbyul menyesal sekarang, karena sebelumnya berpikiran buruk.

Mereka berdua tertangkap basah sesaat setelah keluar dari penjara.

"Moon Eunwoo! Apa yang kau lakukan?!" Bentakan itu berasalh dari kakak pertama Eunwoo, kalau tidak salah. Eunbyul tidak tahu namanya. Yang jelas, dia kakak tiri Eunwoo.

Tanpa menjawab, Eunwoo justru menghunus pedangnya. Membuat pria itu juga beberapa pria lainnya melakukan hal yang sama.

"Wah, kau berani menghianati sukumu hanya demi wanita yang tak jelas asal-usulnya itu. Ku dengar, dia seorang pelacur. Apa harga dirimu serendah itu, hum?"

"Diam, kau!" Bentak Eunwoo. Pria itu sangat marah. Eunbyul bahkan bisa melihat urat leher pria itu mencuat.

"Dia bukan pelacur," bela Eunwoo pada Eunbyul. "Sekali lagi kau mengatainya begitu. Ku tebas kepalamu!"

Eunbyul merasa ngeri dengan ucapan terakhir Eunwoo. Tak menyangka jika pria yang selama ini dikenalnya lembut dan penuh perhatian itu bisa se-mengerikan ini.

Si kakak tiri itu kembali tertawa. Justru semakin keras. Melangkah maju diikuti para pria yang lain. Semakin menghimpit Eunwoo dan Eunbyul yang berada di tengah-tengah.

"Benar ya, orang bilang. Cinta itu memang buta. Saking butanya kau bahkan ingin mengalirkan darah saudaramu sendiri demi air rendahan sepertinya."

"Tutup mulutmu!" Eunwoo maju ingin menyerang.

"Berhenti! Apa yang kalian lakukan?" Namun suara si kepala suku menginterupsi. Menyegah terjadinya pertumpahan darah antar saudara yang entah akan seperti apa nantinya jika tak dihentikan.

Tapi hal buruknya, Eunbyul jadi semakin ketakutan. Memikirkan hukuman terburuk apa yang akan diterimanya. Terlebih kini Eunwoo--si pria penyelamatnya juga terseret ke dalam masalahnya.

Ketegangan hampir memuncak ketika sang kepala suku memerintah Eunwoo untuk menjatuhkan pedangnya, namun pria itu malah bergeming. Tak kunjung melaksanakan perintah sang kepala suku yang juga ayahnya.

"Tidak ada pilihan lain, lumpuhkan dia," titah Moon Fantiago.

Tidak! Eunbyul tidak ingin Eunwoo mati hanya karena membelanya. Dia tak ingin ada pertumpuhan darah karena dirinya.

"Berhenti!" Maka dengan sejurus kemudian, Eunbyul berlari maju. Lalu duduk bersimpuh di depan Eunwoo dan di hadapan Moon Fantiago. Membuat mereka yang hendak menyerang Eunwoo berhenti karena tindakan tiba-tiba Eunbyul.

"Moon Eunwoo tidak bersalah," ucap Eunbyul yang dihadiahi teriakan keras dari Eunwoo.

"Jika kalian ingin menghukum, maka hukum saya saja."

"Goo Eunbyul," geram Eunwoo. "Apa yang kau lakukan?"

"Moon Eunwoo tidak pernah menghianati suku kalian. Dia hanya ingin menolongku. Ya, wanita asing yang kalian pikir sebagai mata-mata."

"Ah, sialan! Drama macam apa ini?" Keluh kakak pertama Eunwoo. "Kepala suku Moon! Lebih baik tangkap mereka berdua dan langsung hukum saja!"

"Tunggu!" Sela Eunbyul. "Saya akan mengaku. Baru setelah itu silahkan jika ingin menghukum saya."

Moon Fantiago terdiam. Belum memberikan intruksi selanjutnya yang membuat sang anak sulung geram. Memerintah sang ayah agar tak terpengaruh dengan ucapan Eunbyul.

Namun nampaknya Moon Fantiago adalah pribadi yang bijaksana. Akhirnya dia menyuruh pasukan untuk menurunkan senjatanya, juga Eunwoo. Lebih baik membicarakan masalah ini baik-baik daripada terjadi pertumpahan darah yang tidak perlu. Selanjutnya Moon Fantiago memerintah Eunbyul dan Eunwoo pergi ke balai pengadilan tanpa paksaan. Sidang lanjutan akan dilaksanakan malam ini juga.