"Sebenarnya saya tidaklah lupa ingatan."
Kalimat pertama Eunbyul serasa petir yang menyambar di siang hari, terutama bagi Eunwoo. Pria itu bahkan sampai menjatuhkan pedang yang sejak tadi di genggamnya.
Apakah ini berarti, wanita itu mengakui dirinya sebagai mata-mata? Kalau iya, maka Eunwoo tak segan-segan untuk menjadi eksekutor wanita yang telah merebut hatinya itu.
"Tapi saya bukan mata-mata!"
Kalimat Eunbyul selanjutnya, membuat Eunwoo menghela napas lega. Hampir saja dirinya salah paham.
"Jika kau bukan mata-mata, lalu siapa dirimu?" Kepala suku Moon bertanya.
"Saya--" Eunbyul meneguka salivanya dengan susah payah. "Puteri kerajaan kakao, Goo Eunbyul." Dia menunduk. Merasa malu sebenarnya mengakui hal ini.
Untuk sesaat tak ada tanggapan bahkan suara. Namun kemudian tawa seseorang pecah, diikuti tawa lainnya
Eunbyul mendongak. Dahinya berkerut. Kenapa mereka tertawa?
"Kau pikir, kami percaya dengan itu?" Si kakak pertama tertawa sesumbar. Namanya Moon Seungwo.
Meski merasa sakit hati, Eunbyul paham perasaan mereka. Tentu saja mereka tak akan mempercayai perkataannya begitu saja.
"Setidaknya aku memang pernah menjadi lady di kerajaan itu," ucap Eunbyul setelah suasana kembali kondusif. "Jika kalian pernah mendengar tentang putri bungsu yang dicopot dari jabatannya karena berusaha meracuni saudaranya dan diasingkan lalu dinyatakan mati saat menuju tempat pengasingan, itu aku."
Ada jeda beberapa saat hingga beberapa orang mulai menyuarakan bahwa Eunbyul berarti seorang pembunuh terlepas jika benar dia adalah mantan lady kakao.
"Tapi aku tidak melakukannya!" Tangis Eunbyul pecah. Kedua tangannya mengepal erat. Teringat kembali dengan peristiwa mengerikan yang terjadi padanya beberapa waktu lalu. "Aku difitnah. Dan mereka berusaha membunuhku dalam perjalanan ke pengasingan. Mereka mendorongku dari tebing dan tahu-tahu aku sudah berada di sini. Berkat Moon Eunwoo yang menyelamatkanku, aku kembali hidup."
Suara-suara sumbang yang meragukan cerita Eunbyul kembali terdengar.
"Lalu kenapa kau pura-pura lupa ingatan?" Tandas Moon Fantiago.
Eunbyul menunduk. Tak berani menatap siapapun terutama Eunwoo yang tengah menunggu jawaban.
"Karena saya tidak punya tempat tujuan. Di kakao, saya tak ubahnya penjahat yang telah mati. Jadi... Jadi..." Eunbyul tak sanggup melanjutkan ucapannya.
"Kau ingin tinggal gratis di sini, jadi kau pura-pura lupa ingatan, begitu? Wah licik sekali." Moon Seungwo berkomentar. Menatap Eunbyul semakin tak suka.
Membuat Eunbyul bersujud dan memohon ampun. Dia mengaku salah untuk sang satu itu.
Maka topik yang tak kalah sensitif, mulai dipertanyakan. Tentang blue flame dan sejauh apa pengetahuannya tentang tarian spirit itu.
Eunbyul menceritakan dengan sejujur-jujurnya. Apa yang ia ketahui tentang tarian itu dan darimana dia tahu. Mulai dari kejadiannya saat memergoki mereka melakukannya di malam purnama kemarin hingga cerita tentang ibunya.
"Tapi sungguh, saya tak mendengar hal lain tentang tarian itu dari ibu saya." Eunbyul menutup ceritanya.
Mengakibatkan suara-suara sumbang semakin gencar terdengar. Sementara di singgasananya, Moon Fantiago masih terlihat tenang dengan tatapan yang masih sama. Terlihat meragukan namun juga tak mengabaikan dirinya.
"Moon Yejin!"
Sebuah suara diikuti suara tongkat terdengar. Seorang wanita tua yang sangat renta masuk ke ruang sidang dengan bantuan tongkat kayu. Rambutnya putih secara keseluruhan. Kulitnya keriput berlebihan. Terutama di bagian mata, membuat matanya sedikit tertutup.
Eunbyul belum pernah melihat wanita itu sebelumnya. Namun dilihat dari semua orang yang memberi hormat padanya, Eunbyul tahu bawah wanita itu bukan wanita biasa. Mungkin saja seseorang dengan jabatan yang sama dihormati seperti sang ketua suku.
"Apa nama ibumu Moon Eunbyul," tanya wanita itu tanpa melihat ke arah Eunbyul.
Eunbyul menggeleng takut-takut. "Memang benar namanya Yejin, tapi marganya Goo, bukan Moon."
Membuat wanita itu tergelak. Dan orang-orang semakin bingung dengan apa yang terjadi.
"Apa yang membuat tetua kemari," tegur Moon Fantiago pada wanita itu.
"Tidak ada. Aku hanya ingin mendengar jawaban dari wanita asing yang tahu tentang blue flame saja. Dan aku cukup terkejut mendengar jawabannya."
"Maksud, tetua?"
"Wanita ini... Dia adalah puteri Moon Yejin."
"Tidak mungkin!" Seungwo terlihat murka. "Wanita itu bukan lagi bagian dari suku Moon setelah pergi dari sini."
"Kenapa? Kau belum bisa memaafkan ibumu?"
"Dia bukan ibuku!" Tandas pria itu lagi.
"Lalu bagaimana kalau ternyata dia adalah adik kandungmu?"
Kalimat wanita itu barusan, bagikan petir yang menyambar di siang bolong.
Apa maksudnya?
Sungguh Eunbyul tak paham dengan semua ini. Eunwoo juga. Keduanya hanya bisa saling pandang. Berbeda dengan si kakak pertama yang terlihat sangat syok. Sedangkan sang kepala suku masih mempertahankan wajah datarnya.
"Kau bisa buktikan sendiri ucapanku dengan melihat tanda lahir di punggungnya! Jika tak ada, berarti aku yang salah."
"Omong kosong!" Ucap Seungwo masih tak terima. Maka sejurus kemudian, dia menarik baju Eunbyul dengan paksa. Melihat apakah tanda yang dimaksud ada.
Eunbyul meringis. Merasakan kain baju yang ditarik terasa mencekik.
Betapa terkejutnya pria itu ketika melihat tanda lahir berbentuk bulan sabit di punggung atas Eunbyul. Tak sejelas miliknya maupun pangeran Aroha lainnnya, tapi itu jelas ada.
Eunwoo yang melihat reaksi sang kakak, lantas menilik apa yang terjadi. Dan tubuhnya lemas seketika saat melihat tanda itu benar-benar ada. Merutuki kebodohannya karena selama merawat wanita itu, tak pernah disadarinya.
"Bagaimana bisa," gumam Eunwoo.
"Moon Yejin. Dia sebenarnya dipaksa meninggalkan Aroha oleh raja Gong yang sombong itu dan menjadikannya selir. Waktu itu sebenarnya dia sedang mengandung putra kembar kalian. Tapi Yejin tak punya pilihan lain selain menghianatimu. Hingga akhirnya Gong tahu bahwa mereka bukanlah anak-anaknya. Gong mengasingkan Yejin setelah perlahan-lahan meracuninya hingga mati. Gong tak bisa membuang Yejin dan kedua anaknya, karena salah satunya adalah anak laki-laki. Pasti dia khawatir dengan kutukan tentang dirinya yang tak akan punya penerus laki-laki dan mempertahankan putra Yejin di sisinya. Saat mendengar cerita wanita ini tentang dirinya, aku jadi semakin yakin. Pasti Gong sengaja menyingkirkannya karena merasa sudah tak memerlukannya."
Begitulah akhirnya masa lalu itu terungkap. Kini Eunbyul tahu, asal-usul sang ibu bahkan identitas aslinya...
Moon Byul. Puteri satu-satunya suku Aroha. Takdir telah mengembalikan dirinya ke tempat asal. Tempat seharusnya dia dilahirkan.
Dan Eunbyul tahu sekarang. Antagonis utama dalam hidupnya, bukanlah para ibu dan suadari tirinya. Melain sang ayah tiri, Raja Gong. Ah, atau sebenarnya dia tidak bisa disebut sebagai ayah tiri karena ibunya menikah dengan paksaan. Lalu pria yang Eunbyul lihat di malam itu... Ternyata adalah Moon Fantiago. Ayah kandungnya.
Kedatangan Moon Fantiago waktu itu atas panggilan Yejin. Setelah sekian lama meninggalkan Aroha. Dianggap sebagai penghianat suku karena memilih meninggalkan suami dan balitanya untuk menikah dengan pria lain. Yejin tiba-tiba mengirim sinyal melalui tarian blue flame. Satu hal lagi, rahasia di balik tarian itu adalah bentuk komunikasi rahasia diantara mereka. Memanfaatkan kemampuan mereka berbicara pada hewan, biasanya mereka memilih satu hewan khusus untuk dijadikan pengantar pesan.
Moon yang masih berpikir, bahwa mantan istrinya itu adalah penghianat dan tak tahu perihal anak kembar mereka, berniat akan membunuh Yejin di malam itu juga. Namun niatnya ia urungkan begitu mendengar rencana Gong dan seorang selirnya, yang akan membunuh Yejin dalam waktu dekat. Moon bagaimanapun, pernah sangat mencintai Yejin dan tak ingin wanita itu mati di tangan orang lain. Dia lebih rela kalau Yejin mati di tangannya. Dan terjadilah pertengkaran malam itu, di mana wanita yang kini bersimpuh di hadapan Moon adalah saksinya... Puteri Yejin. Yang sejatinya adalah puteri kandungnya.