Chapter 9 - Janji

WARNING!

DALAM PART INI ADA ADEGAN DEWASA BERUPA SEKSUALITAS.

PEMBACA YANG BELUM BERUSIA DEWASA, DIHARAP BIJAK! SKIP AJA KALAU RISIH!

SEBAGAI HIBURAN SEMATA.

***

Tidak seperti hari-hari sebelumnya, Goo Eunbyul kini bersikap lebih ceria. Tidak henti-hentinya menebar senyum meski ketika dirundung saudari-suadarinya. Jika biasanya Eunbyul akan meledak-ledak dan mengeluarkan semua uratnya, wanita itu kini hanya membalas pancingan mereka dengan dingin dan terkesan ogah-ogahan. Contohnya seperti ini, saat Park Bora dengan sengaja menyandung dirinya dan membuat gaun maroon kesayangannya robek.

"Ups! Aku memang sengaja," kata Bora sok prihatin.

"Ya ampun, Ryujin! Yang tadi itu, bukannya kaki gajah ya? Sejak kapan kerajaan kita memelihara hewan seperti itu? Besok-besok minta pengawal untuk mengeluarkannya ya."

"Ye. Eh, Ye?" Ucap Ryujin dengan panik. Sepertinya perang akan segera meletus.

"Mworago? Kaki gajah, katamu?" Balas Bora tak terima. Kedua tangannya mengepal sempurna.

"Eoh. Eonni, juga melihatnya? Bentuknya pendek dan agak bantet." Eunbyul memberi penjelasan dengan santai.

"Hei, upik abu! Beraninya kau mengatai kakiku seperti gajah!"

"Hah? Siapa?"

"Kau!" Bora langsung menunjuk ke wajah Eunbyul.

"Aku? Kapan aku bilang kalau kakimu seperti gajah? Ah, ralat kecuali yang barusan ini. Kau sendiri yang berpikiran seperti itu, kenapa jadi menyalahkanku. Ayo, Ryujin-a kita pergi."

Serius, Eunbyul hanya mengakhiri perdebatan itu dengan seringaian tipis meski nyatanya Bora masih tidak terima dan akhirnya mendorong dirinya hingga jatuh.

Eunbyul memekik. Meraung, pura-pura menangis sambil berkata, "Eonni! Apa salahku padamu? Kenapa kau mendorongku? Hiks."

"Tentu saja karena kau pantas mendapatkan, dasar upik abu!"

Hampir saja Bora melayangkan sebuah tamparan ketika Eunbyul justru menampar pipinya sendiri. Cukup keras hingga bergema di lorong kerajaan itu. Tak lupa sambil memekik keras-keras.

"Eonni, kenapa menamparku?" Tak lupa menuduh pada sang kakak tiri.

"MWO?! YAK, GOO EUNBYUL!"

"Ada apa ini?" Suara lantang itu menginterupsi drama pagi hari dengan lakon para lady kerajaan kakao itu. Ratu Gong muncul diikuti beberapa dayang di belakang mereka.

Bora merasa gelisah, "Tidak, Yang Mulia Ratuku! Ini tidak seperti yang Anda lihat, aku hanya--"

"Tidak ada apa-apa, Yang Mulia," sela Eunbyul. "Ini salahku karena tidak melaksanakan perintah eonni." Membuat tatapan semengiba mungkin pada sang ratu. Membuat Park Bora semakin mati kutu.

"Memangnya apa yang dia perintahkan padamu?" Tanya ratu Gong.

"Oh itu... Eonni hanya menyuruhku agar mengerjakan pr-nya. Tapi aku sendiri juga masih punya banyak pr, jadi aku menolak." Kali ini berkata jujur. Ya, meski sedikit dibumbui dengan kebohongan. Banyak pr atau tidak, Eunbyul tak akan sudi untuk mengerjakan pekerjaan orang lain.

"Hanya karena perkara sepele kau menampar adikmu sendiri, lady Park? Astaga," tegur ratu Gong. Membuat Goo Eunbyul diam-diam tersenyum. Berbanding terbalik dengan lady Park yang sudah keringat dingin, bingung harus beralasan apalagi.

Nasib baik bagi lady Park karena selir Park segera datang. Lalu berkata sok bijak, bahwa ini hanyalah masalah anak-anak. Orang tua tidak perlu ikut campur, karena nanti mereka juga akan baikan sendiri. Membuat Eunbyul berdecih dalam hati. Standar ganda sekali. Kalau dirinya yang berada di posisi Bora sekarang, pasti akan dicerca habis-habisan. Tapi kalau mereka yang ketahuan salah, akan dibilang wajar melakukan kesalahan. Dasar rubah-rubah dan tuyul-tuyul jahat!

"Ya sudah. Tapi kau harus minta maaf pada lady Goo," putus Ratu Gong final. Setidaknya membuat Eunbyul sedikit terhibur. Tidak sia-sia sandiwara yang dia lakukan.

Benar, seperti ini... Seperti yang pernah kekasihnya ajarkan, "Saat seseorang berbuat jahat padamu, balaslah senatural mungkin. Jangan tunjukkan emosimu yang sebenarnya! Yang menang adalah yang bertahan paling akhir."

Lee Taehyung mengakhiri pagutannya pada bibir Eunbyul. "Oh, sial! Kenapa kau manis sekali sore ini!"

Eunbyul terkekeh. "Tapi, kau suka kan?" Bergerak pelan, menggesek-gesek bodi bawahnya di atas pangkuan sang kekasih. Ya, mereka resmi menjadi sepasang kekasih sejak seminggu lalu. Sejak malam pertama penyatuan mereka. Kini mereka menjalin hubungan rahasia yang hanya diketahui, Eunbyul, Taehyung dan Mingyu, pengawal pribadi Taehyung. Pria itu yang selalu menjaga keduanya saat bertemu secara rahasia. Seperti saat ini, di perpustakaan akademi tempat Eunbyul menimba ilmu.

Sebenarnya bukan rencana Taehyung untuk menemui sang kekasih. Kebetulan, dia dan pangeran Namjoon mendapat tugas untuk memberi pelajaran singkat tentang musik di akademi khusus wanita bangsawan kakao ini. Biasa, seperti tradisi pertukaran ilmu. Maka di sela-sela istirahat, Taehyung gunakan untuk bermesraan dengan sang kekasih.

Lee Taehyung kembali melahap habis bibir Eunbyul. Gairahnya meningkat karena gerakan liar sang wanita, meski keduanya masih berpakaian lengkap. Tangannya juga tak tinggal diam, melainkan meremas dada wanitanya yang sintal. Sesekali menekan-nekan dan mencubit puncaknya. Membuat si wanita mendesah keenakan.

Kurang lebih seperti itu kegiatan yang mereka lakukan kala bertemu-- melepas rindu juga hasrat. Membuat Mingyu kadang harus geleng-geleng kepala. Yah, mereka masih muda dan penuh gairah. Tidak seperti dirinya yang harus dikebiri kala memutuskan menjadi pengawal sang putra mahkota. Mingyu hanya sedikit khawatir, tentang gelora cinta yang membara itu... Suatu saat nanti akan padam dan menimbulkan kerusakan. Baik bagi sang pangeran maupun sang lady. Well, meski itu bukan tanggungjawabnya.

"Eunbyul-a... Mari membuat sebuah janji," ucap Lee Taehyung setelah merengkuh tubuh polos sang kekasih lalu menidurkan kepala wanita itu di dada bidangnya yang naik turun. Masih berusaha menstabilkan pernafasan setelah pelepasan keduanya.

"Janji? Janji apa?" Eunbyul memaikan jari telunjuknya di dada Taehyung. Membuat gerakan melingkar-lingkar dan sesekali menusuk-menusuknya, seperti masih tidak percaya jika otot-otot pria itu sangat keras dan kekar, sambil sesekali memikirkan olahraga apa yang pria itu lakukan hingga membentuk badan sebagus ini.

Taehyung meraih kedua pipi Eunbyul, membuat si wanita mendongak. "Apapun yang terjadi... Jangan tinggalkan aku!"

Dahi Eunbyul berkerut.

"Kau hanya milikku! Mengerti?"

Eunbyul mengangguk penuh semangat. Membuat Taehyung gemas dan melayangkan sebuah kecupan di bibir.

"Tapi kau juga harus janji, kalau kau hanya milikku!" Gantian Eunbyul yang memberi ultimatum. "Apapun yang terjadi... Lee Taehyung hanya boleh menjadi milik Goo Eunbyul!"

"Ugh, gemasnya. Pacar siapa ini?" Taehyung mengusak rambut Eunbyul. Membuat wanita itu merengut kesal, pura-pura marah namun tak jadi karena Lee Taehyung memberikan serangan ciuman bertubi-tubi. Pada akhirnya, Eunbyul lemah pada sentuhan si pria.

"Jadi, kau bisa kan menungguku?"

Eunbyul mendorong dada Taehyung pelan. Membalas tatapan serius dari pria itu. Mencari maksud dari ucapannya. Tiba-tiba teringat dengan rumor yang mengatakan bahwa...

"Tunggu! Jangan bilang kalau kau akan--"

"Mianhae," ucap Taehyung lirih. Ingin mengecup bibir sang wanita, namun sang wanita menghindar-- mengalihkan pandangannya. Meremas kuat lehernya.

"Aku tahu kau akan kesal--"

"Tahu aku akan kesal, kenapa baru bilang sekarang?! Jadi kapan? Kapan kau akan pergi ke Mammamoo!"

"Besok."

"Mwo? Besok! Kau benar-benar menyebalkan pangeran, Lee!" Goo Eunbyul sungguh marah saat ini. Kesal, kecewa, sedih bercampur menjadi satu.

Jadi Mammamoo itu adalah salah satu negara bagian yang dulunya masuk dalam wilayah kekuasaan kerajaan Bighit sebelum memutuskan memisahkan diri. Letaknya paling ujung utara kalau di peta daratan taeso. Beberapa waktu lalu terdengar kabar kalau terjadi peperangan saudara di negara kecil penghasil batu bara terbesar itu. Sebagian menginginkan kembali ke bighit dan sisanya menolak.

Eunbyul sendiri mendengar rumor, kalau akan ada perwakilan dari Bighit yang akan membantu menyelesaikan masalah mereka. Karena mereka adalah negara penghasil batu bara terbesar. Jika masalah berlarut-larut, maka kestabilan batu bara juga akan terganggu. Dan perwakilan itu salah satunya Taehyung, sebagai calon putra mahkota. Namun, yang membuat ia kecewa adalah sang kekasih tak mengatakan apapun soal itu. Tapi sekarang tiba-tiba pamit, akan pergi kurang lebih selama sebulan?

"Karena aku tak ingin membuatmu khawatir." Taehyung berkata jujur. Itu alasan kenapa dirinya baru mengatakan perihal kepergiannya. "Percayalah, sayang... Aku akan kembali untukmu, hum." Dia memberi elusan pada lengan sang kekasih. Lalu menciumi pelipis Eunbyul beberapa kali, baru turun ke pundak dan lengannya.

"Kau akan kembali padaku kan?" Mata berkaca-kaca Eunbyul dipaksa untuk menatap mata si pria.

"Tentu saja. Kalau perlu akan langsung ku umumkan pernikahan kita. Jadi... Jangan menangis! Kau semakin seksi kalau menangis, aku jadi ingin lagi."

Eunbyul terkekeh dengan rayuan gombal Taehyung. Kedua lengannya kembali di lingkarkan pada sang kekasih. "Ya sudah, tunggu apalagi kalau begitu?"

"Heh? Mau lagi? Ku pikir kau sudah lelah." Padahal Taehyung tadi hanya bercanda. Sebelumnya mereka sudah melakukan dua kali. Niatnya akan langsung pergi setelah berpamitan.

"Tidak mau?! Ya sudah, pulang sana! Aku tak mau melihatmu lagi."

"Tentu saja mau. Kau ini ya benar-benar... Selalu membuatku turn on."

Keduanya terkekeh sebelum kembali memulai pergulatan lidah. Saling mencecapi rasa masing-masing, hitung-hitung sebagai tabungan karena selama sebulan kedepan tak bisa bertemu, apalagi berhubungan badan.

"Sayang..." Panggil Taehyung dengan tatapan yang masih diliputi nafsu.

"Hum?"

"Boleh ya, keluar di dalam," pintanya. "Sekali ini saja, ya? Barang kali saat aku pulang nanti, ada kabar tentang kehamilan."

Eunbyul tampak menimang. Selama ini, Taehyung tidak pernah mengeluarkan spermanya di dalam rahimnya. Tentu saja untuk mencegah kehamilan di waktu yang belum tepat. Jadi bagaimana malam ini? Boleh ya kan kalau dirinya menyerahkan diri seutuhnya pada pria yang sangat dicintainya itu. Pria yang telah berjanji akan menjadikan dirinya sebagai satu-satunya permaisuri...

Goo Eunbyul pun mengangguk. Menikmati segala sentuhan dan puncak kenikmatan dari pria itu... Setidaknya untuk terakhir kali.