Goo Eunbyul tak berhenti mengetukkan jemari lentiknya ke meja di ruang bacanya. Sesekali melihat tampilan dirinya lewat pantulan cermin berbentuk oval berbingkai emas-- hadiah ulang tahun terakhir dari sang ibunda. Cantik. Itu kata yang tepat untuk menggambarkan rupanya. Mata bulat dengan iris berwarna coklat terang. Kelopak mata ganda yang dihiasi eye-liner hitam yang menambah kesan manis namun tajam. Hidungnya kecil mancung dengan tahi lalat di sebelah kanan. Bibirnya tipis yang jika tersenyum membentuk love-- dipulas warna orange pastel yang membuatnya terlihat lebih dewasa dan seksi.
Tapi kenapa? Kenapa kecantikannya belum cukup membuat pria itu-- pangeran Lee Taehyung dari Bighit menoleh ke arahnya. Jangankan pangeran tertampan itu, keenam pangeran lainnya dari kerjaan terbesar itupun tak satupun menoleh padanya saat itu. Tepatnya setelah pesta tahun baru. Goo Eunbyul menjalankan rencana konyolnya-- menunggu di dekat kendaraan para pengeran itu. Lalu ketika lewat, akan pura-pura menjatuhkan sapu tangannya agar diambilkan salah satu dari mereka. Dengan begitu, yah mereka bisa sekedar basa-basi lalu berkenalan. Itu ekspektasinya.
Tapi realita tak seindah dengan yang ada dibayangannya. Ketika dirinya berjalan mendekat ke arah ketujuh pangeran tampan itu, dirinya dihalang-halangi oleh seorang penjaga. Hingga Eunbyul harus menegaskan bahwa dirinya bukan ingin menemui para pangeran itu, melainkan pergi ke kendaraannya yang kebetulan se arah dengan mereka. Memang itu berhasil, namun malang sekali dirinya. Bukannya menjatuhkan sapu tangan, dia justru menjatuhkan dirinya. Lebih tepatnya dirinya tersandung. Tak sengaja menginjak gaun depannya kala sekali lagi terpukau dengan ketampanan seorang Lee Taehyung.
Dan tahu apa yang lebih memalukan? Dari ketujuh pangeran itu, tak ada yang berinisiatif menolongnya. Ya, mereka hanya melihat dirinya yang tersungkur dengan kedua lutut mencium cor-coran. Saat seorang penjaga berniat menolongnya, Eunbyul memilih berdiri sendiri dan langsung lari menjauh. Tak peduli jika tingkahnya menjadi bahan tertawaan mereka.
Eunbyul menutup kasar buku yang berada di depannya. 'Kiat-kiat menarik perhatian pria' itu yang tertulis di sampulnya. Menggeram kesal karena merasa tertipu dengan isi buku yang pernah dibacanya itu.
Tidak! Dia harus mencari cara lain untuk mendekati Lee Taehyung. Dia tak boleh menyerah sekarang. Tidak sebelum dirinya mencoba berbagai macam cara. Banyak cara menuju roma, itu pepatah yang kini menjadi penyemangatnya.
"Lady Goo, mana pr-ku?! Besok harus ku kumpulkan!" Itu teriakan Min Yoojung, saudari tiri yang hanya terpaut beberapa bulan darinya.
Eunbyul pura-pura tak mendengar, justru asik mengunyah makanannya.
"Yak! Aku bertanya padamu. Mana pr yang ku suruh kerjakan?"
Eunbyul menambil satu gigitan pada apel berwarna merah. Sama merahnya dengan lipstik tuyul yang kini berada di hadapannya.
Min Yoojung tak tahan. Dengan sigap dia menarik rambut Eunbyul. Membuat wanita itu mendongak dengan ekspresi menahan sakit namun tetap mempertahankan wajah datarnya.
"Kau lupa siapa dirimu? Kau itu upik abu! Kacung di kerjaan ini!"
Eunbyul menyemburkan kunyahan apel yang belum sempat ia telan. Tepat sasaran ke arah wajah wanita bengis di hadapannya.
"Iuuuw! Menjijikkan, sialan!" Yoojung tak lupa membalas Eunbyul dengan mengatukkan kepalanya ke meja makan.
"Yak!" Eunbyul yang tak terima-- balas mendorong Yoojung hingga tersungkur ke lantai. "Kau pikir aku babumu yang bisa kau suruh ini itu?!"
Eunbyul baru maju selangkah, berniat membalas menjambak rambutnya ketika tiba-tiba wanita itu menangis.
"Apa yang kau lakukan pada putriku!"
Satu tamparan mendarat di pipi Eunbyul. Pelakunya siapa lagi kalau bukan selir Min. Salah satu rubah tua-- ibu dari tuyul yang kini menyeringai ke arahnya-- masih sambil pura-pura menangis. "Eomma, dia baru saja mendorongku padahal aku hanya bertanya dimana buku prku," adunya.
Sumpah! Membuat emosi Eunbyul naik ke ubun-ubun.
Selanjutnya terdengar rintihan dari mulut mungil Eunbyul. Selir Min baru saja menghampirinya yang sama-sama tersungkur seperti sang anak, lalu menjambak rambutnya. Kali ini lebih keras dari jambakan si tuyul sialan. Argh, rasanya seperti semua rambutnya mau lepas dari kulit kepala.
"Rasakan itu anak sialan! Masih untung kami tak membiarkanmu mati seperti ibumu. Wajah sok polos kalian itu yang paling kami benci! Apasih yang sebenarnya yang mulai rajaku lihat dari kalian? Ibumu itu... Tak lebih dari jalang yang menjual kecantikan dan tubuhnya pada lelaki. Dasar kaum rendahan!"
Eunbyul sekuat tenaga mencoba melepaskan tangan wanita itu. Namun wanita itu justru menambah kekuatan tarikannya. Membuat mata Eunbyul sudah berair. Ya, dia menangis. Rasanya terlalu sakit. Tidak hanya perilaku jahat sang ibu tiri, tapi juga ucapannya. Ia paling benci jika orang lain merendahkan mendiang ibunya. Ibunya wanita suci yang sampai mati hanya mencintai sang ayah. Beliau bukan wanita yang mereka tuduhkan!
"Akhh," rintih Eunbyul kala wanita itu membenturkan kepalanya ke lantai yang keras. Terlihat memar merah di sudut dahinya yang nanti pasti berubah jadi biru. Dan jika raja maupun ratu melihat, mereka para rubah pasti akan memutarbalikkan fakta, mengatakan bahwa itu kecerobohannya--ia jatuh sendiri atau semacamnya.
"Sekali lagi kau menyentuh putriku, akan ku gunduli kepalamu," ancam selir Min sebelum membantu sang putri berdiri. Meninggalkan Eunbyul seorang diri. Meski semua peristwa penyiksaan terhadap dirinya disaksikan oleh beberapa pelayan-- tak ada dari mereka yang berani menolong, apalagi melaporkan pada raja maupun ratu. Hanya ada Ryujin yang senantiasa berdiri di sisi Eunbyul. Seperti saat ini, setelah Min Yoojung menjulurkan lidahnya, Ryujin menghampirinya-- memeluknya sambil ikutan menangis. Siapa yang tidak kasihan jika melihat majikannya diperlakukan tidak adil begini? Itupun dirinya tak bisa membantu banyak.
Kedua tangan Eunbyul mengepal. Sekali lagi bersumpah, akan membalas semua perbuatan buruk mereka! Atau setidaknya, biarkan karma menebus semuanya.
"Anda tidak seperti biasanya nona. Ada yang terjadi?" Pria tua itu membuyarkan lamunan Eunbyul. "Omo! Apa yang terjadi pada dahi cantikmu? Siapa yang berani melukai calon menantuku?"
Eunbyul tertawa yang diikuti pria itu. Merasa sedikit terhibur walau sadar bahwa itu hanya candaan.
"Kali ini apalagi? Apa terpeleset di kamar mandi? Atau diseruduk sapi hamil lagi? Ckckck, wanita bangsawan seperti anda harusnya pandai merawat diri. Tahu kan kalau wajah itu adalah aset terpenting kalian?" Pria itu mengakhirinya dengan bisikan. Tentu saja agar sindirannya tak terdengar bangsawan lain. Bisa tamat riwayatnya jika ada yang mendengar dan sakit hati. Ya, kecuali wanita di depannya ini. Yang telah menjadi pelanggan setia toko bukunya.
Eunbyul hanya menanggapi guyonan pria itu dengan senyuman kecut. Mau bilang jujur pun, percuma. Apa yang bisa dilakukan pria tua-- penjual buku itu untuknya? Toh, pria itu tak bahu bahwa dirinya adalah lady dari kerajaan yang sering ia gosipkan. Bisa dibilang, pria itu di barisan depan yang benci pada keluarga kerajaan karena tak pernah puas dengan kebijakan yang mereka buat. Belum lagi korupsi yang sering dijumpainya di lapangan. Dan korbannya pasti rakyat kecil. Maka dari itu Eunbyul pilih memalsukan identitasnya. Selain bisa menuakan umur untuk mendapat buku yang hanya bisa didapatkan oleh orang dewasa, juga agar dia bebas berkeliaran di luar kerajaan. Lupakan untuk menyamar sebagai laki-laki seperti di novel romantis yang dibacanya, Eunbyul bangga bahwa dirinya sebagai wanita. Cantik pula. Hampir setiap pria yang ia jumpai mengatakan begitu. Bahwa dirinya cantik meski hanya dalam balutan sederhana. Makanya itu yang membuat dirinya heran, kenapa para pangeran Bighit itu sama sekali tak meliriknya.
"Lagi pula, apa anda tak sibuk belajar? Bukannya sebentar lagi ujian pertengahan tahun? Anda akhir-akhir ini sering kemari. Padahal sudah ku bilang, akan ku kabari kalau seris terbaru sudah keluar."
Eunbyul hanya mengangkat bahunya. Ngomong-ngomong tentang seris terbaru icha-icha paradise, kenapa belum juga keluar sih? Hampir satu tahun. Padahal seris itu selalu muncul setiap enam bulan sekali.
"Apa paman masih belum tahu siapa pengarangnya?" Eunbyul berbisik.
Pria tua dengan tahi lalat di hidungnya itu memberi isyarat agar Eunbyul lebih mendekatkan telingnya. "Memangnya apa yang kau lakukan jika tahu siapa penulis misterius itu?"
Eunbyul berdecak kesal karena malah ditanyai balik. Pria itu juga ikutan berdecak sebelum kembali berbisik. "Aku ini hanya salah satu penjual buku ilegal. Kurang kerjaan sekali mencari tahu identitas pengarangnya." Meski membuka toko buku legal, faktanya, pria tua itu secara diam-diam juga menjual buku-buku ilegal. Entah buku-buku berbau erotisme yang ketat diperjual belikan di kerajaan ini, hingga selundupan dari barat. Eunbyul adalah satu dari beberapa orang yang tahu akan pekerjaan si pria tua.
"Ngomong-ngomong, anda bisa membantuku sebentar?" Pria tua ity mengalihkan pembicaraan. "Bisa anda tunggu sebentar toko ini? Aku harus mengantarkan pesanan ke seorang pelanggan."
Eunbyul merosikan matanya.
"Hanya satu jam," tawar si pria tua.
Eunbyul berdecak.
"Tidak. Hanya tiga puluh menit." Dia meralat. "Dan anda gratis jika ingin membaca buku-buku yang ada di sana." Menunjuk pada komik dewasa yang berada di ujung. Sontak membuat mata Eunbyul melebar-- cerah.
"Kalau begitu cepat! Jangan biarkan pelanggan menunggumu." Eunbyul mendorong lengan pria tua itu. Dalam hati bersorak kegirangan. Tentu saja karena sewa komik-komik itu sangat mahal. Karena berbau dewasa, maka pajaknya pun tinggi. Dirinya memang lady kerajaan. Uang sakunya memang banyak. Tapi dirinya juga tak seceroboh itu untuk menghabiskannya demi komik dewasa. Selain bingung mau disimpan dimana, bisa-bisa bendahara kerajaan mencurigainya atau paling parah ya penyamarannya terbongkar. Membaca buku atau komik dewasa di saat umurnya belum 21 adalah sebuah pelanggaran.
Secepat kilat Eunbyul menuju rak komik itu setelah sekilas menyapa pelanggan yang baru datang. Masa bodoh dengan pelanggan yang nanti meminta tolong atau hendak membayar. Dia sudah tak sabar untuk melihat-lihat.
Sekitar tiga menit dia memilah-milah. Tangannya terulur untuk mengambil sebuah komik. Namun disaat yang bersamaan. Seseorang juga mengincar komik tersebut. Eunbyul menoleh kala aroma musk menerpa indera penciumannya.
Tampan, itu kesan pertama saat netranya bertubukan dengan netra pria yang lebih tinggi darinya itu. Rambutnya hitam pekat. Matanya agak sipit namun berkelopak ganda. Wajahnya seputih susu. Hidungnya mancung dan bibirnya tipis berwarna merah muda.
"Terima kasih sudah mengalah." Suara pria itu membuyarkan lamunan Eunbyul. Baru sadar kalau pria itu telah mengambil komik yang diincarnya.
Ah, sial! Hanya karena terpesona ketampanannya.
"Tidak! Siapa yang bilang aku mengalah? Aku duluan yang menemukannya." Eunbyul merebut komik itu saat si pria baru saja membuka sampulnya.
"Tapi tanganku duluan yang menggapainya." Pria itu gantian merebutnya.
"Bukan! Tadi itu tanganku duluan yang memegangnya." Eunbyul tak mau kalah.
"Kan baru memegang. Aku yang mengambilnya. Makanya, tumbuh itu ke atas."
"Yak!" Eunbyul tak terima jika sudah menyinggung tentang tinggi badan. Memang sih tingginya hanya seratus enam puluh lima senti. Tinggi wanita pada umumnyalah. Makanya dia tadi sempat kesusahan saat mengambil komik yang terletak paling atas itu. Sementara pria di depannya ini mungkin tingginya seratus tujuh puluh lima? Entahlah. Sepertinya lebih... Mengingat bahwa dagunya hanya sejajar bahu pria itu. "Ku bilang aku duluan. Kau bisa mencari yang lain."
"Tidak mau! Ini komik yang ku cari."
Keduanya beradu sengit. Jika ini serial televisi, mungkin sudah terlihat laser dengan background suata menggelegar.
"Dengar ya, pria itu harusnya membiarkan ladies first." Eunbyul melipat tangannya angkuh.
Dahi pria itu berkerut. "Sungguh memalukan! Mana ada wanita yang terang-terangan membaca komik dewasa."
"Ada," sahut Eunbyul. "Dan itu aku. Kenapa memangnya? Toh aku membayar, bukan mencuri," bohongnya, padahal itu gratis. Ya maksudnya, kenapa dia harus malu hanya karena membaca komik dewasa. Memangnya hanya pria saja yang boleh membaca dan berfantasi liar.
"Wahhh! Wanita aneh," gumam pria itu. "Kalau begitu, kau saja yang mencari buku lain!"
Goo Eunbyul tetap tidak terima. Maka dengan tingginya yang pas-pasan, dia mencoba merebut buku itu dari tangan si pria tampan yang sepertinya ia familiar dengan wajahnya. Capek dan kesal karena tak kunjung mendapatan komik itu, Eunbyul menyerah. Membiar pria itu tertawa penuh kemenangan. Namun sebelum itu, dia menendang tulang keringnya hingga membuat pria itu berteriak marah. Eunbyul tak peduli, hanya menjulurkan lidahnya untuk mengejek.
Lebih dari tiga puluh menit, tapi pria tua itu belum kembali. Membuat daftar kekesalan dalam hati Eunbyul. Apalagi saat berhadapan dengan pria tadi-- yang memeluk komik incarannya dan beberapa komik lain di tangan lalu menggaruk tengkuknya yang entah gatal atau tidak.
"Apa," tanya Eunbyul ketus.
Pria itu mendengus sebelum tertawa canggung. "Anu-- di mana lanjutan buku ini? Aku sudah mencarinya. Akhirannya menggantung sekali jadi aku penasaran--"
"Tidak ada sequelnya," jawab Eunbyul.
"Hah? Kok bisa? Padahal endingnya sangat seru. Eh maksudku sepertinya seru kalau ada lanjutannya."
"Ya mana ku tahu. Aku kan bukan pengarangnya."
Pria itu mengangguk. Kecewa? Yang entah kenapa terasa lucu bagi Eunbyul.
"Tapi dari mana kau tahu? Ck, kalau sudah pernah membaca kenapa tadi belaga rebutan." Pria itu menyesal. Entah karena tak mendapat yang ia inginkan atau karena pertengkaran kekanak-kanakannya barusan. Padahal barusan dia sudah turn on, gara-gara berhadapan denga wanita menyebalkan ini-- adiknya jadi lemas kembali.
"Hanya menebak." Eunbyul berkilah.
"Mwo? Tak bisa dipercaya..."
"Dan kalau aku aku tak salah... Kau seorang pemula kan?"
"Mwo?"
"Seorang pro pasti sudah tahu kalau komik karangan lion pasti endingnya memang begitu."
"Lion? Singa? Singa apa?"
Eunbyul berdecak lebih keras. "Lion! Nama pena si penulis." Menunjuk pada lambang L yang terletak di ujung bawah sampul depan. Membuat pria itu hanya bisa menggaruk tengkuknya.
"Ya sudah, kalau begitu aku beli ini saja." Pria itu menyerahkan setumpuk komik yang tadi di tangannya.
Eunbyul lalu menjulurkan tangannya.
Pria itu menyerahkan beberapa lembar uang. Eunbyul menerimanya, namun tangannya kembali terulur.
"Apa uang segitu kurang?" Tandas pria itu.
Eunbyul menghela napasnya kesal. "Mana kartu tanda pengenalmu," todongnya.
"Tanda pengenal?"
"Tentu saja! Karena aku harus memastikan bahwa usiamu sudah cukup umur."
"Ha?" Pria itu berjengit.
"Ha ha! Tunggu, jangan bilang kau masih di bawah umur," tuduh Eunbyul. Dan sepertinya benar karena wajah pria itu menegang. Pupilnya bergerak gelisah.
"Ya sudah kalau begitu tidak jadi." Dia mengambil uangnya kembali. Lalu memakai topi yang tadi dicentelkan di celana jeans sobek-sobek miliknya.
Eunbyul menghadang langkahnya. Melepas topi pria itu untuk memerhatikan secara detil parasnya.
Ah, dia ingat sekarang...
"Kau? Pangeran Lee Jungkook?"
Mata pria itu melebar. Baru saja ingin melarikan diri, tapi wanita itu lebih dulu menarik dan memelintir tangannya.
Wah! Apakah keberuntungan mulai berpihak padanya?