"Tutup mulut dan seka air liurmu!"
Goo Wooshik menyikut lengan sang adik. Kembali tertawa melihat ekspresi bodoh yang ditampilkannya saat ini. Ya tidak sampai berliur sih, tapi tetap saja memalukan untuk dilihat orang lain. Meski nyatanya fokus semua orang hanya tertuju pada satu titik. Ke tengah aula yang saat ini dijadikan tempat perhelatan terbesar setiap tahunnya bagi muda-mudi di daratan Taeso, pesta perayaan tahun baru.
Ya meski pada prakteknya, pesta ini hanya boleh dihadiri para pangeran-puteri kerajaan dan bangsawan yang belum menikah. Ini pesta untuk kelas atas. Bagi pria maupun wanita dari kalangan biasa, apalagi menengah ke bawah, sebaiknya jangan bermimpi.
"Orabeoni, benarkah dia manusia?" Entah sudah berapa kali Eunbyul berdecak kagum. Fokusnya tertuju pada satu titik.
Ya, pria itu. Pria yang tengah menjadi buah bibir dan dieluh-ulahkan setiap wanita yang memandangnya. Pria yang membuat pria lain merasa iri dengan rupa juga wibawa yang dimilikinya. Pria yang bahkan di klaim sebagai pria tertampan di daratan Taeso. Benar, pria yang beberapa waktu lalu dihakiminya tak menarik dan bahkan ia remehkan.
Goo Eunbyul mengangkat kedua tangannya. Tidak dalam artian yang sebenarnya. Maksudnya, dia menyerah. Mengaku salah atas persepsinya selama ini tentang Pangeran Lee Taehyung. Harus ia tarik kembali kata-katanya. Pangeran Taehyung itu...
Sangat sangat sangat tampan. Tidak, tidak hanya tampan. Tapi juga seksi dan menawan. Pertama, rambutnya lebat dengan belahan tengah berwarna coklat terang agak keemasan. Mirip seperti gaya rambut pangeran dari barat yang pernah dilihatnya di salah satu majalah. Badannya tegap dan tinggi. Dadanya bidang. Kulitnya tak terlalu putih tapi juga tak gelap. Tan? Entahlah... Yang jelas kulitnya halus dan bersih. Sama sekali tak ada jerawat. Wajahnya? Jangan ditanya. Bahkan proporsinya bisa dibilang sempurna. Alis hitam yang lebat dan tajam. Kedua matanya berukuran sedang, dengan kelopak mata ganda di kiri dan kelopak mata tunggal di kanan. Hidungnya mancung. Dan yang paling seksi errr-- bibirnya.
Sial! Pantas saja semua orang menggilai. Bukan karena dia pasaran. Justru sebaliknya... Dia sempurna! Eunbyul akui, banyak pria yang tampan di tempat ini. Bahkan keenam pria yang berada di kanan dan kiri Lee Taehyung, yang kata Wooshik juga merupakan pangeran dari kerajaan Bighit-- mereka juga tampan. Tapi tak ada pria yang seperti Lee Taehyung. Hanya ada Lee Taehyung seorang. Yang memiliki aura dingin namun seksi dan kadang menampilkan senyumnya yang kotak.
Ini gila! Ternyata Goo Eunbyul juga ikut tertular virus kegilaan para wanita yang beberapa waktu lalu dicemoohnya, sampai-sampai kakinya ingin bergerak maju-- mendekat dan kalau boleh berkenalan dengannya.
"Mau kemana kau?" Wooshik menarik lengannya. Menarik mundur sang adik kembar dan sedikit menyentakkan agar dia tersadar.
"Tentu saja berkenalan dengannya," jawab Eunbyul cuek.
"Jangan gila!" Wooshik kemudian memelanlan suaranya. "Yak, meskipun kita ini juga pangeran dan lady, jangan berharap untuk dekat dengan mereka. Tidak, bahkan jangan bermimpi. Kelas mereka jauh di atas kita."
"Lalu?"
"Mereka itu pribadi yang tertutup. Tak banyak yang bisa dekat dengannya."
"Kalau begitu, kita saja yang mendekat."
"Ck! Kau itu paham tidak sih dengan ucapanku? Mana mau mereka berkenalan dengan orang seperti kita?
"Seperti kita? Memangnya kita ini orang seperti apa? Kita ini juga putra dan putri raja!" Suara Eunbyul mulai meninggi. Maka dari itu Wooshik menyeret lengannya. Menjauh dari tempat mereka semula dan mencari tempat yang lebih sepi untuk berdebat.
"Apasih?" Eunbyul menyentak tangan Wooshik, lalu memperbaiki tatanan rambutnya yang sudah ia tata rapi-- disanggul ke atas. Memilih gaya yang paling sedikit digunakan, alias bukan trendnya. Karena rata-rata wanita yang hadir memilih menggerai rambutnya panjang mereka dan mempercantiknya dengan aksesoris rambut seperti; mahkota, pita, jepit rambut dari yang model sederhana hingga berlebihan menurut Eunbyul, bando, dan lain sebagainya.
"Singkatnya, jangan berurusan dengan mereka," kata Wooshik tak kalah ketus.
"Jangan bilang kau iri pada mereka. Mereka tampan, kaya, dan terkenal. Sedangkan kau? Lebih mirip sebagai kutu loncat daripada seorang pangeran."
"Yak! Mulutmu itu, belum pernah dijahit ya? Siapa yang bilang aku iri? Aku hanya... sadar diri. Iya. Sadar diri. Lebih baik tak berurusan dengan mereka daripada dipermalukan karena mengajak mereka berteman. Apalagi kau ingin menjadikannya kekasih? Ck, jangan bermimpi terlalu tinggi Goo Eunbyul!"
"Kau yang bodoh! Sampai kapan kau akan bertahan dengan status ini? Kalau kita diam saja, justru para rubah itu akan semakin mudah menyingkirkan kita dari kerajaan."
"Arah pembicaraanmu kemana sih?" Wooshik menyela.
Eunbyul dibuat gemas setengah mati. "Begini, kakakku yang manis...
"Kalau kita bisa dekat dengan mereka, atau bahkan aku bisa menjadi permaisuri si Lee Taehyung itu dan kau menjadi iparnya. Pikir, apa yang bisa kita dapatkan? Kekuasaan, kekayaan, dan minimal ketenaran. Dengan begitu, derajat kita akan terangkat. Dan yah, rubah-rubah itu tak akan bisa menyingkirkan kita dari kakao. Bonusnya, mungkin kita bisa membalas semua perbuatan mereka."
"Tapi itu rencana yang gila!" Wooshik masih tak setuju dengan jalan pikiran sang adik.
"Lalu kau mau bagaimana? Berdiam dan hanya bersenang-senang menunggu mereka mengatur perjodohan dengan orang berkekuasaan rendah, lalu menendang kita keluar dari istana? Masih bagus kalau hidup kita setelah itu bisa aman dan tentram. Bagaimana kalau kita justru dijadikan boneka atau lebih parahnya kacung mereka? Aku tidak mau! Aku tak mau hidup dalam kemiskinan maupun diinjak-injak harga diriku."
Wooshik mengangguk-angguk. "Iya juga sih... Tapi... Apa harus dari pangeran Bighit itu? Masih ada pangeran dari Esem, Waiji, maupun Jwaipi."
Eunbyul menghela napasnya. "Tau sendiri, pergaulan kita dibatasi oleh tuyul-tuyul dan para rubah itu. Apa kita bahkan punya kenalan dari mereka?"
Wooshik menggeram. Kesal jika mengingat perbuatan para saudari juga ibu tirinya. Mereka itu menyebalkan. Lebih parahnya manipulatif. Dan parahnya, keduanya sama sekali tak memiliki backing yang kuat di kerajaan Kakao. Mereka tak memiliki kerabat yang duduk di kursi parlemen maupun penjabat yang bisa menguatkan posisi mereka. Itu semua karena ibu mereka bukanlah suku asli Kakao. Bahkan keduanya tak terlalu tahu tentang silsilah keluarga wanita yang telah meninggalkan mereka diumur lima tahun itu.
"Jadi?" Wooshik meminta kesimpulan.
"Bantu aku untuk dekat dengan mereka. Kalau perlu menjadi istri dari Lee Taehyung itu."
"Kau memang gila! Kalau mengenalkanmu dengan pangeran lain, mungkin aku masih bisa membantu. Tapi kalau Lee Taehyung, aku tidak janji. Dia itu bahkan sudah bertunangan. Catat! Sudah punya kekasih. Mau merebut kekasih orang? Jangan ngawur. Ya kecuali kalau kau mau jadi selirnya yang nomer sekian." Wooshik mengakhiri ucapannya dengan seringaian tipis. Yakin jika itu bisa mengacaukan isi pikiran sang adik.
Dan tentu saja Eunbyul kaget dengan satu fakta yang baru didapatkannya. Pria itu-- Lee Taehyung ternyata sudah punya tunangan. Sialan! Jangankan menjadi selir yang ke sekian, menjadi yang kedua saja dia tidak mau. Tidak! Bahkan dirinya tak ingin membagi Lee Taehyung dengan siapapun. Lee Taehyung hanya miliknya seorang.
"Kalau begitu... Aku tinggal merebutnya."
Wooshik terkekeh. Bahkan sudut matanya sampai berair karena ucapan Eunbyul yang ia anggap sangat lucu dan-- tidak masuk akal.
"Kau sepertinya memang tak punya urat malu, Goo Eunbyul. Percaya dirimu terlalu tinggi! Kau bahkan tak tahu seperti apa sosok Koo Irene."
"Siapa? Tunangannya?"
Wooshik mengangguk. "Versi wanita dari seorang Lee Taehyung. Jika Taehyung adalah titisan dewa, maka Irene adalah titisan dewi. Itu baru Irene... Masih banyak wanita yang rela mengantri untuk dijadikan selir bahkan mungkin simpanannya. Kau..." Dia menunjuk sang adik.
"... Er-- entah nomor yang berapa. Atau bahkan masuk dalam kriterianya?"
Eunbyul meninju perut sang kakak. Cukup keras hingga membuatnya merintih. "Kakak seperti apa sih yang malah menghina adiknya? Kau itu harusnya mendukung dan menyemangatiku. Bagaimanapun, ini demi kebaikan kita."
"Kebaikan kita? Yakin bukan karena rasa gengsimu untuk mendapatkan pangeran Lee itu? Atau jangan-jangan...
"Kau sungguhan jatuh cinta padanya?"
"Aku? Jatuh cinta padanya? Harusnya dia yang jatuh cinta padaku!" Eunbyul melipat lengannya. Giginya menggigit dinding bibir. Telapak kaki depannya bergerak naik turun.
Wooshik mendengus. "Harusnya tadi kau berkaca. Liat seperti apa dirimu saat melihatnya!"
Mata Eunbyul sejenak memejam. Lalu kembali menatap sang kakak. "Apa sekentara itu," lirihnya. Lagi-lagi mengundang gelak tawa sang kakak.
Tangan Wooshik terulur untuk mengusak rambut sang adik. "Kau pikir dirimu itu macan, padahal padahal hanya marmut mungil. Kau bahkan baru jatuh cinta sekali. Apa kau tahu, yang tak kalah kejam dari para ibu dan saudari tiri kita?"
Alis Eunbyul berkerut.
"Cinta." Wooshik melanjutkan.
Goo Eunbyul mengalihkan pandangannya ke kiri. Merasa galau atas nasihat sang kakak. Dan tepat saat itu, netranya langsung menangkap bayangan pria itu-- Lee Taehyung. Pria itu sedang berdansa dengan seorang wanita yang sepertinya memang juga sangat sangat sangat cantik. Eunbyul tak tahu karena dia hanya bisa melihat punggung wanita itu.
Brengsek! Bola matanya terasa panas. Kalau sudah begini, dirinya jangan sampai berkedip. Tapi oh, mata sialan yang tidak bisa diajak kompromi. Malam ini, secara memalukan... air matanya jatuh. Ulu hatinya terasa sakit. Dan pria itu menatap ke arahnya. Dobel sialan! Meski Eunbyul tak yakin jika dirinya masuk ke dalam jangkauan pandang pria itu-- dia langsung memalingkan mukanya. Juga tubuhnya.
Baiklah untuk saat ini dirinya merasa kalah. Tidak tahu dengan besok...