#Kai POV
Alarm memekik membuatku kaget bukan main. Sial! Sudah hari Senin lagi. Kenapa sih hari Sabtu dan Minggu berlari bagai Cheetah? Dan hari Senin sampai Jumat merayap bagai siput? Aku bosan hadapi tumpukan berkas yang harus aku baca dan tandatangani. Meski aku punya simpanan sekaligus asisten, dan pacarku putri tunggal bosku yang tidak kalah cantik dan seksi dari simpananku. Beruntung pacarku selalu sibuk dinas keluar negeri.
Aku terpaksa bangun dan mandi. Setelah siap, aku menenteng tas kerjaku dan menuju garasi, hmm...kukagumi mobil baruku yang mewah.
Setiap kali lewat di depan wanita, mereka selalu menatap mobilku. Haha...Dasar cewek-cewek matre, mereka rela diapain saja, asalkan bisa kencan dengan cowok tampan dan kaya.
Walau aku punya pacar dan simpanan jangan anggap aku berhenti meniduri wanita dengan dua cewek saja. Aku butuh variasi, lagipula aku tidak melibatkan perasaanku ke cewek-cewek lain. Semua cewek yang aku kencani, cantik dan seksi. Ya, mereka enak diajak kencan. Makan malam mewah, sebotol champagne, cek in ke hotel berbintang, besoknya aku sudah lupa tidur dengan siapa semalam. Cewek-cewek bodoh.
Akhirnya, sampai kantor juga. Setelah kuparkir mobilku, aku masuk gedung pencakar langit itu.
Setiap ketemu seseorang, mereka akan membungkuk hormat, maklumlah aku kan manajer kepercayaan presdir perusahaan ini. Ayah dari pacarku.
Aku buru-buru masuk ruanganku. Baru saja aku duduk, pintu kantorku terbuka. Asisten aduhai, cantik, mengenakan kemeja biru muda pas badan yang kancingnya terbuka hingga belahan dadanya mengintip ingin dirogoh, rok sepan ketat diatas lutut yang mempertegas bentuk bokongnya yang kencang, dan sepasang kaki yang dibaluti stocking lingerie. Rambutnya berkilau terurai alami, membuatnya terlihat sangat anggun dan menawan.
"Pagi, Kai ganteng", sapanya sambil berlenggok mendekati mejaku.
"Pagi, Jennie cantik", balasku, yang sekarang berhadap-hadapan dengan wajahnya. Ia menunduk dan mengecup bibirku sekilas.
Aku berani mengecupnya karena pacarku selalu datang siang. Orang-orang juga tidak ada yang menaruh curiga atas cinta terlarang kami.
"Siang ini lunch bareng klien, di hotel Laonzena. Jangan lupa!", ia serahkan beberapa lembar kertas, aku membacanya sekilas. Ternyata itu tentang pembelian saham dari perusahaan broadcasting yang hampir bangkrut.
"Sip. Pokoknya nanti kau ingatkan aku lagi ya, cantik. Sekarang balik ke mejamu, sebelum aku ngelakuin yang aneh-aneh", candaku, sambil mengamati dadanya yang membuatku ingin meremasnya.
Ia tersenyum genit dan dengan sengaja melenggak lenggokkan pinggulnya, yang makin membuatku gemas.
Jennie oh Jennie, aku sangat menyukainya. Namun, aku tidak bisa mencintainya karena ada Krystal.
Ia karyawan baru, tapi wawasan dan kecantikannya membuatku tergoda untuk memilikinya.
Beberapa minggu lalu, aku mengantar Jennie pulang. Ia ajak aku mampir ke rumahnya. Ya sudah, toh dari awal sejak dia masih training aku sudah tertarik padanya. Enggak ada salahnya kan kalau aku main-main sedikit? Ya, bilang saja, petualangan cinta.
# FLASHBACK (A Few Weeks Ago) #
Malam ini lembur lagi. Padahal aku sudah capek sekali. Tapi kerjaan menumpuk, besok harus diserahin ke pimpinan. Hmm...kantor sudah sepi nih kayaknya, office boy juga pasti sudah pulang, terpaksa harus ambil minum sendiri.
Aku keluar dari ruanganku, suasana benar-benar sepi mencekam. Aku melangkah menuju dispenser di ujung ruangan. Office boy tolol itu lupa ganti galon dispenser di ruanganku. Nyusahin orang saja. Besok akan aku tegur dia.
Aku sudah hampir sampai ke dispenser itu, ketika aku dengar suara mesin fotokopi berdengung. Siapa sih yang di sana?
Kuhampiri ruang penyimpanan berkas, yang juga merangkap sebagai ruang fotokopi. Kulihat dia, langsing dengan kemeja pas badan, memperlihatkan lekuk indah pinggang rampingnya, mataku semakin turun dan berhenti di bokong kencangnya. Hmm..seksi.
"Ehem...Jennie? Kenapa kau belum pulang?", sapaanku membuatnya terlonjak.
"Oh, Manager-nim. Saya sedang menyelesaikan fotokopi berkas-berkas yang akan dibahas pada rapat besok pagi", jawabnya dengan gugup. Membuatnya makin menarik.
"Panggil aku Kai saja. Tidak usah resmi-resmian jika tidak ada karwayan lain. Santai saja ya", dia tersipu. Aah...manisnya. "Kau pasti capek, sini aku saja yang fotokopi", tukasku sambil mengambil kertas yang ada di tangannya.
"Eh, tidak usah. Biar aku saja. Ini kan tugasku"
"Sudahlah, tidak usah sungkan-sungkan. Tidak sopan lho, kalau nolak bantuan orang lain, apalagi kalau orang itu atasannya", akhirnya dia menyerahkan kertasnya dan membiarkan aku yang selesaikan tugasnya.
"Aku bikinin minum ya. Mau teh atau kopi?", tawarnya. Lembut sekali suaranya, bikin aku makin penasaran.
"Kopi saja. Jangan terlalu manis ya", Jennie menghilang ke pantry. Tak lama ia kembali dengan dua cangkir kopi yang masih mengepul.
"Thanks. Hmm...harumnya bikin mata melek. Nih, fotokopiannya sudah selesai. Duduk di situ yuk", ajakku ke kursi di luar ruangan sempit dan gerah ini.
Ia mengikutiku dan duduk di depanku. Aku ngobrol-ngobrol santai dengannya. Orangnya kalem, cenderung pendiam, dewasa dan cerdas. Kopi sudah tandas, sudah waktunya pulang. Kulirik jam tanganku, sudah pukul sebelas malam.
"Tidak terasa sudah jam sebelas. Pulang yuk. Kau bawa kendaraan?", tanyaku, dengan harapan ia akan menjawab tidak.
"Tidak. Mobilku lagi di bengkel. Radiatornya rusak", Yes! Pekikku dalam hati. Akhirnya ada alasan mengantarnya pulang. Kau beruntung Kai. This is your lucky day, handsome.
Aku menawarkannya pulang bareng dengan alasan kekhawatiran khas laki-laki yang tidak tega membiarkan perempuan pulang sendirian, apa lagi secantik dia. Tentu saja Jennie mengiyakannya akal bulusku.
Ia mengambil tasnya, dan kami berjalan bersisian menuju lift. Aku harus mendapatkan wanita ini. Harus!
Kunyalakan mesin dan kuinjak pedal gas, dan mobilku melaju dengan cepat dan mulus. Mobil mahal memang mantap.
"Oh, ya. Rumahmu belok jalan ini kan?", tanyaku sambil memutar kemudi ke kiri.
"Iya. Nah. Itu yang pagarnya rendah", tunjuknya ke arah rumah dua lantai bergaya klasik dengan pagar rendah. Dari arsitektur rumahnya saja keliahatan jelas kalau Jennie itu feminin. Bunga-bunga indah memenuhi halaman depan. Cewek rajin rupanya.
"Terima kasih sudah mau mengantarkanku"
"Sama-sama. Pokoknya kalau kau butuh bantuan, jangan ragu buat minta tolong padaku. Oke?", kataku. Dalam hati aku berdoa semoga dia menawariku untuk mampir.
"Iya. Terima kasih ya. Umm...Kai. Kau mau mampir dulu? Aku ada champagne enak, kiriman dari sahabatku yang ada di Amerika. Kurang enak rasanya jika diminum sendirian?", Tuhan memang baik padaku malam ini. Terima kasih Tuhan. Aku janji bakal lebih rajin ke gereja.
"Hmm...tapi apa kau tidak mau istirahat? Takutnya nanti malah ganggu", taktik tarik ulurku yang khas. Pura-pura gak butuh, biar terkesan si cewek yang ngebet denganku. Haha aku memang licik.
"Enggak kok. Aku malah senang kalau ditemani. Yuk", ajaknya. Tanpa berpikir lagi, aku mengikutinya.
Rumahnya besar rapi dan cantik. Dia menyukai gaya klasik. Kujelajahi tiap sudut ruangan, kuamati foto-foto Jennie dan keluarganya. Dan mataku melihat satu foto. Jennie sedang tersenyum di sebelah seorang cowok cakep yang menggendong bayi.
"Jen, ini suamimu ya?", kuangkat bingkai itu dan menunjukkannya.
Ia terkekeh dengan terkaanku "Oh, itu sahabatku, namanya Amber. Dia sedang di Amerika. Lusa bakal datang. Dan aku harus jemput dia di bandara".
Oh ternyata cewek. Manis juga, gayanya keren, cool, dan tomboy sekali. Bertolak belakang dengan Jennie yang feminin. Karakter yang menarik. Tapi anak yang digendongnya apakah itu anaknya? Ah masa bodo, aku kan ingin tau soal Jennie bukan sahabatnya.
Aku berjalan menuju peralatan sound systemnya yang lengkap, kulihat berderet-deret CD berbagai macam musik.
"Kok kebanyakan koleksimu musik bernuansa Jazz? Ini Michael Bublé, yang ini Jamie Cullum, terus ada juga Joss Stone, Norah Jones. Wah selera musikmu lumayan bagus juga. Apa lagu yang sering kau dengerin akhir-akhir ini?", tanyaku sambil mendekati sebuah piano klasik yang sangat elegan di sisi lain ruang keluarga.
"Aku masih sering dengerin Everlasting Love-nya Jamie Cullum", aha! Aku tahu lagu itu.
Kuangkat penutup tuts piano, dan aku mulai menekankan jari-jariku di atasnya. Musik mengalun indah, dan aku menyanyikan bagian reff-nya. Jennie yang sedang membawa dua gelas berisi champagne, terpesona dengan suara merduku. Dia menatapku tak berkedip, ia mendekat, meletakkan gelas di meja kecil dekat piano, dan memandangku dengan tangan menopang dagunya. Dia tersihir oleh suaraku. Mungkin dipikirannya saat ini, wah..Kai sudah kaya, tampan, bersuara indah pula. Haha..Tak ada yang bisa menolak daya tarikku. Bahkan Krystal pun, dulu mengejar-ngejarku, sampai mendapatkan cintaku, itu juga demi cari muka ke ayahnya.
Selesai juga menyanyikan sebagian lagu itu.
"Ini, minum dulu."
"Cheers."
Kami bersulang bebarengan.
Jennie menyesap champagne-nya, rasanya ingin kucecap manis bibirnya. Pasti lembut. Jemarinya yang lentik terawat mengenakan kuteks senada dengan kemejanya, ah Jennie kau begitu menggoda.
"Kai, kok liatin aku seperti itu? Ada yang aneh?", pertanyaannya menyadarkanku dari lamunan kotor tentang dirinya.
"Umm...Kau cantik sekali. Tapi sepertinya kau tidak menyadari itu", dia tersipu malu, tapi aku bisa lihat percikan gairah di matanya. Kugapai tangannya, kuambil gelas champagne darinya, menaruhnya di atas piano, dan menarik tubuhnya mendekatiku. Ia menurut saja, dan duduk di sampingku.
Kutelusuri pipinya dengan ujung jari-jariku, meraba lembut bibirnya yang merekah indah, seolah menanti bibirku untuk menciumnya.
Kudekatkan wajahku...ia hanya diam. Bibirku semakin mendekati bibirnya...dan ia hanya diam dan memejamkan matanya, pertanda ia pasrah dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.
Perlahan, bibirku menyapu bibirnya, kurasakan getaran bibirnya di bawah bibirku, kumulai melumatnya lembut, ia menyambutku, ia membalas cumbuanku, rayuanku.
Kudekatkan tubuhnya ke tubuku hingga merasakan tonjolan lembut buah dadanya di dada ku yang bidang. Sensasi sensual menjalari tubuhku hingga ke bawah. Aku ingin lebih...Aku ingin memilikinya, seutuhnya.
Kupindahkan posisinya, yang sebelumnya ada di sampingku, sekarang dia ada di depanku, kududukkan dia di atas tuts piano, yang segera berdenting tak beraturan akibat diduduki Jennie.
Kami berciuman sangat erotis, terlebih ketika aku menjulurkan lidahku, mencicipi rasa mewah champagne dalam mulutnya. Aaahh...nikmatnya...lidahnya menyambut ku dengan liarnya, ia menarik kepalaku agar aku dapat memperdalam ciumanku, jemarinya menelusp dalam rambutku, ia menariknya lembut seiring dengan desahan dan erangan dari bibirnya.
Sejenak, kulepaskan ciumanku, kutatap matanya, yang sekarang dipenuhi hasrat untuk bercinta. Kuingin melakukan sesuatu yang berbeda. Aku mengambil es batu, yang hampir mencair seutuhnya, dari gelas-ku. Kutelusuri lehernya dengan sentuhan dingin es itu, dia berjengit merasakan dinginnya, namun ia pasrah.
Ku mulai menuruni lekuk leher jenjangnya, berputar-putar disekitar payudaranya, tanganku yang bebas, mulai membuka tiap kancing di kemejanya. Bra yang cantik dan seksi langsung kelihatan setelah kubuka beberapa kancingnya.
Es batupun meleleh di belahan dadanya. Kujilati belahan dadanya yang basah, kudengar erangan cukup keras. Dia ingin lebih? Aku akan memberinya. Kulepas kemejanya, kulempar asal-asalan, kuraba punggungnya, kutemukan kaitan bra-nya, dan melepasnya. Dia membantuku membuka penutup dadanya itu.
Sepasang bulatan yang indah terpampang di depan mataku. Dapat kulihat putingnya yang mengeras dan kuraba lembut putingnya, reaksi tubuhnya membuatku memahami keinginannya untuk bertindak lebih. Kuremas lembut kedua tonjolan menawan itu, mulutkupun mulai merasakan kerasnya puting Jennie. Ia mengerang keras,
"H-hisap..K-Kai...aaahhh", Kuhisap putingnya, kugigit lembut, tanganku meremas payudaranya kanannya, memilin-milin putingnya.
Ia tak henti-hentinya mendesah. Dia merentangkan kakinya, memperlihatkan paha mulusnya, dan celana dalamnya yang serasi dengan branya. Wow...Jongin kecil sudah mengeras dari tadi, sekarang dia meronta ingin keluar dari persembunyiannya yang semakin terasa sempit.
Aku membuka risleting celana panjangku dan menurunkan boxerku sedikit, hanya untuk membebaskan juniorku.. Aaah...lega...Jennie terbelalak melihat betapa perkasanya Jongin kecil. Ya, ya, namanya Jongin kecil tapi ukurannya gak bisa dibilang kecil. Aku jamin, Jennie bakal menjerit begitu aku memasukinya.
Aku sudah selesai dengan dadanya, sekarang tangangku gatal ingin menyentuh kewanitaannya. Kuraba-raba pahanya dengan kedua tanganku, ia merentangkan kakinya lebih lebar lagi. Hmm...cerdas. Dengan begitu tanganku dengan mudahnya bisa menjamah bagian sensitifnya. Kubelai lembut kewanitaannya. Kudongakkan kepalaku, melihat reaksi Jennie. Dia memejamkan mata dan menggigit bibir bawahnya. Yes, dia menyukainya. Kusentuh lagi lebih keras dan dia mengerang.
"Aku...aaahh...Jangan berhenti Kai...jangan...", baiklah kalau itu maumu, cantik. Aku tidak akan berhenti sebelum kau berteriak memohon untuk berhenti.
Kulepas celana dalamnya. Sudah basah. Kurentangkan lagi kakinya, hingga dengan jelas dapat kulihat bagian tubuhnya yang paling ingin kurasakan. Kubelai lembut. Tubuhnya menggelinjang. Kudekatkan wajahku dan mulutkupun mulai merasakan basahnya Jennie. Kuhisap klitorisnya, kujilat liang V'nya, kumasuk-keluarkan lidahku di miss V'nya. Rasanya beda dengan cewek-cewek yang pernah aku kencani. Jennie terasa lebih segar dan aku sangat menyukainya, dia seenak Krystal. Oh maafkan aku Krys, aku tidak tahan harus menunggumu pulang dari Amerika.
"K-Kai..aku...mau..keluar...aaahhhh..", tak lama, akupun merasakan cairan memasuki mulutku. Aku menjilatinya hingga bersih.
Nah, sekarang giliran Kai kecil merasakannya. Aku berdiri dan melepas celanaku, semuanya, dan Jennie 'yang cerdas' itu segera menggenggam juniorku dan mulai mengulumnya.
"Oohh...Jen..nie...kau hebat...", aku tidak menyangka Jennie bakal sehebat ini. Aku pikir dia cewek pendiam, ternyata dia liar juga.
Anak baru ini lihai sekali, kini Lidahnya menjilati ujung juniorku, mengisapnya. Aaahh...sudah satu bulan aku tidak merasakan mulut wanita di juniorku. Aku menekan kepala Jennie, menyuruhnya menghisap lebih keras lagi. Kurasakan perutku menegang, sebentar lagi aku akan mencapai klimaks. Aaahh..cairanku keluar, dan si 'cerdas' Jennie, menelannya tanpa sisa.
"Hhhhh...Jennie...kau nakal", aku menarik wajahnya dan mencium bibirnya. Aku belum puas. Aku ingin memasukinya. Bercinta dengannya.
Aku gendong dia. Masih sambil menciuminya.
"Mana kamarmu?", ia menunjuk ke lantai atas. Sial, berarti aku harus menggendongnya sambil naik tangga?
"Di sofa saja ya?", untungnya dia ngangguk.
Aku rebahkan tubuh bugilnya di sofa panjang, ku mulai menciuminya. Kuhisap lembut bibirnya, dia menggigit lembut bibir bawahku. Kakinya ia lingkarkan di pinggangku. Ya sudahlah, daripada berlama-lama, aku cepat-cepat menghunjamkan diriku di dalamnya.
"Aaaawww...b-besar banget..aahh...sakit..Kai..hhh", benar kan? Dia menjerit karena Kai kecilku yang gak kecil.
"Kau sempit banget, Jen. Mantap...", aku mulai bergerak maju mundur, semakin dalam kuhunjamkan juniorku, hingga aku menghantam satu titik dimana Jennie menjerit penuh kenikmatan. Rupanya aku nemuin G-spotnya. Kuhantam berkali-kali hingga kurasakan dinding V'a meremas dan menghisap juniorku. Dia sudah mencapai orgasme. Aku juga segera nyusul dengan memuntahkan benihku di rahimnya. Nafas kami terengah-engah...tubuh kami bermandikan peluh. Kubalik tubuhku, hingga Jennie berada di atasku. Kunikmati tekanan payudara lembutnya di dadaku. Ku usap-usap punggungnya dengan ujung jariku.
Dia mendesah. Matanya mulai terpejam.
"Aku menyukaimu...Kai", bisiknya lirih sebelum terlelap dalam pelukanku. Tidak butuh waktu lama buatku untuk tertidur juga.
# END OF FLASBACK #
Siangnya sebelum aku berangkat ke hotel Laonzena. Pacarku, Kryatal masuk ke ruanganku.
"Kim Jongin, kau dipanggil papaku. Sekarang", ujarnya agak panik. Apa lagi ini? Jangan bilang tentang urusan penambahan modal saham lagi. Bosan banget, deh.
Jika dikantor aku dan Krystal memang sangat profesional, berbeda dengan Jennie yang terang-terangan ingin digoda. Tapi Krystal jika di rumah, dia sangat liar di ranjang, dia bahkan sangat menyukai seks anal.
"Baik, aku kesana sekarang"
Aku masuk ruang papanya Krystal, bosku, dengan tatapan bingung, kulihat Krystal sedang berdiri di sebelah papanya.
"Kai. Aku cuma ingin memberitahu, bahwa mulai besok, Krystal akan jadi partnermu. Kalian akan kerjasama dalam proyek pembangunan gedung perkantoran di Nam-gu. Semua pekerjaan Jennie akan di ambil alih oleh Krystal"
Apa? Enggak salah nih? Aku? kerjasama dengan Krystal? Pacarku? Waduh mampus, deh. Bisa ketuan nih kalau aku biang keladi tukang selingkuh main perempuan. Kalau keluar kota tidak bisa lagi nyewa-nyewa wanita penghibur lagi dong.
Kenapa bukan laki-laki saja sih rekanku? Biasanya juga dipasangkan dengan karyawan laki-laki. Bukannya aku tidak percaya dengan kecakapan pacarku, tapi. Ugh. Kan masih ada Chanyeol atau Jackson? Atau kalau terpaksa, ya...sama...si narsis yang cakep itu lagi, Kim Seokjin. Ah, nasib. Selamat tinggal kehidupan liarku.
"Iya, PD-nim. Saya akan berusaha semaksimal mungkin. Terima kasih, Anda telah mempercayakan proyek penting ini kepada saya", kubungkukkan badanku.
Padahal dalam hati, aku memikirkan simpananku. Apa jangan-jangan Krsytal sudah tau dengan hubungan terlarangku, sehingga dia sengaja menyingkirkan Jennie secara halus.
"Kai. Mulai besok, kita bakal bareng-bareng terus. Aku senang sekali papaku ngasih projek itu ke kita," ia terlihat sangat bahagia bisa kerja bareng denganku.
Sementara pikiranku agak kusut mikirin Jennie, membayangi wajah merengutnya yang lucu dengan pipi gembulnya saat marah. Marah karena aku akan mengabaikannya mulai detik ini.
Kami berpisah di pertigaan lorong tanpa kutanggapi, aku langsung ngacir ke ruanganku.
Aku melempar beberapa benda yang ada di meja.
Sialan!
"Kai. Kau kenapa? Kok, ini dilempar-lempar? Ada masalah apa sih?", Jennie masuk ruanganku. Dia kelihatan khawatir. Jarang-jarang aku sampai marah-marah gini.
"Maafkan aku Jennie, mulai besok Krystal menjadi partnerku dia akan menggantikan pekerjaanmu karena kami di perintahkan mengerjakan project bersama-sama. Jennie, Aku akan bersamanya setiap hari, kurasa kita harus jaga jarak dulu" curhatku padanya. Dia yang berpikiran dewasa, memegang pundakku. Menatap mataku dalam-dalam. Kupikir dia akan marah.
"Tidak apa-apa Kai, seperti biasa kita akan berusaha seprofesional mungkin. Kalau proyek ini sukses, toh, kau juga yang bakal dapet pujian dari bos dan kembali denganku. Iya, kan?", Jennie memang dewasa. Terlalu dewasa untukku, bukan umurnya, tapi pola pikirnya.
Bahkan dia anggap hubungan kami itu serius. Padahal dia tau posisinya hanya simpanan dan Krsytal adalah masa depanku.
Aku mencintai Krystal, tapi aku memandangnya seperti mendulang pundi-pundi uang dengan menjilati bos, papanya. Sedangkan Jennie, aku sayang padanya tapi itu karena aku sering berhubungan seks dengannya. Jennie pikir aku mungkin bisa menikahinya juga. Krystal sendiri tidak pernah menuntut ingin kunikahi.
Haha..Kai? Menikah? Aku enggak kepikiran, tuh. Aku masih muda, ogah banget harus terikat dengan seseorang. Aku suka hidup bebas. Mau kemana, ngapain saja, sama siapa saja. Ya, suka-suka aku. Ya, kan?
"Ya, Jen. Makasih", tetap saja aku tersenyum.
Ah, aku ingin mengajak Jennie, pulang dan bercinta sebelum besok aku sepenuhnya bersama Krystal sampai proyek selesai.
Jennie kembali ke mejanya, aku pun berkutat dengan grafik-grafik bursa saham di komputerku. Kalau melihat angka-angka itu, rasanya aku ingin jadi pensiunan saja. Bosan. Hanya kata itu yang paling tepat untukku saat ini. BOSAN.