#Jennie POV (3 Months Ago)
Dasar pembohong, kupikir bajingan itu tidak akan menikahi Krystal.
Kai ingkar janji padaku, seharusnya aku sadar dari awal kalau dia tidak pernah mencintaiku, aku hanya selingan. Dia cuma menginginkan seks, tidak berkomitmen. Apa bedanya aku dengan perempuan di luar sana yang sudah ia tiduri?
Aku benar-benar akan kehilangan Kai, jika dia menikah dengan Krystal, Kai pasti akan meninggalkanku karena ia sudah mendapatkan tiket untuk mendapatkan posisi tinggi di perusahaan.
Teman baikku di kantor, Lalice dan Roselyn terus-terusan menelpon dan mengirim pesan mengenai acara pertunangan Kai dan Krystal, membujukku untuk datang karena tidak enak telah di undang.
Cuih, aku tidak sudi datang ke acara itu.
Lebih baik kuhabiskan waktu malamku di club yang hingar. Memesan martini dan wine sampai aku nyaris teler karena miras.
Di seberang meja bar, pria tampan baru tiba dan langsung memesan wiski. Dia terlihat sangat menarik, aku sampai tidak berkedip menatapnya. Hingga mata kami bersirobok. Dia menghampiriku, berjalan, membawa gelasnya, ke arahku. Rupanya ia melihat bangku kosong di sampingku.
"Hai, apa ada yang duduk disini?", tanyanya ramah.
Padahal di sebelahku ada banyak bangku bar yang masih kosong. Ini palingan cuma akal - akalannya agar bisa duduk bersebelahan denganku.
"Kosong. Silakan," ujarku tanpa menatapnya.
Pria yang baru datang ini duduk dan menggeser kursinya sedikit agar lebih mendekat. Bisa kurasakan tatapan lancangnya menyusuri lekuk tubuhku dengan terang-terangan.
"Kau sendirian?" tanyanya agresif. Suara huskynya terdengar seksi sekali. Membuatku tak kuasa untuk menoleh.
Mata kami saling bertemu. Sesaat aku terpana menatap langsung ke mata gelapnya yang tajam.
Tadi dia tanya apa? Aku sampai lupa karena terlena menatap cowok tampan di hadapanku ini.
Kuberikan saja respon anggukan padanya, karena aku benar-benar lupa dia bicara apa barusan. Ini pasti gara-gara alkohol.
Aku berusaha lepas dari tatapan matanya yang intens. Pria ini sungguh menggoda dengan cara yang tidak biasa, caranya menatapku, bahasa tubuhnya. Dia sungguh menarik. Sampai aku tidak sadar telah menggigit bibir gemas dibuatnya.
Lagi-lagi pria ini bergerak profokatif, ia mencodongkan tubuhnya lebih dekat.
"Oh iya, boleh aku tau namamu?", ia mengulurkan tangannya yang besar.
Lihat jemari-jemari panjang nan lentik itu. Adakah apapun dari dirinya yang tidak menarik, atau membuat wanita tidak terangsang?
"Jennie" sambarku tanpa berpikir lagi.
"Aku V"
Ia tersenyum merasa menang saat kami saling berjabat tangan. Jari – jari tangannya yang panjang langsung melenyapkan tanganku. Sentuhannya mengirimkanku gairah yang aneh.
"V saja?" tanyaku terpana.
"Uhum, untuk sementara, tapi jika aku berhasil mengajakmu keluar dari sini maka V itu berubah menjadi Victory" candanya merayu.
Aku hanya terkekeh kecil mendengar ocehan nakalnya.
"Kulihat dari sana kau menatapku terus, kau harus membayarku jika kau terus menatapku" tantangnya dengan sedikit nada humor dalam suaranya.
Malu-malu aku menatapnya karena telah tertangkap basah bahwa diam-diam aku juga menginginkannya.
Tunggu, apakah ia serius? Apa dia seorang gigolo? Aku berpikir jika dia seorang gigolo dengan wajah seperti itu, pasti jadwal sewanya sangat padat. Memikirkan itu, mendadak pipiku seperti menghangat. Perutku mulas karena gugup berdekatan pria setampan dirinya. Pasti pipiku memerah saat ini. Aku jadi salah tingkah di buatnya.
Sepertinya aku masih kurang mabuk, karena aku masih merasakan akal sehatku yang dungu jika melihat pria tampan. Satu gelas Absolut mendarat di meja dan langsung kutenggak hingga tandas.
Kusingkirkan kewarasanku dengan kembali menatap pria yang tampak lezat menggugah selera ini. Secara perlahan tatapanku turun ke bawah; dan sempat berpikir mungkin dia six-pack. Bahkan aku menatap ke arah yang lebih rendah, gundukan dalam celana panjangnya. Jelas hal tersebut terjadi secara spontan. Sejak kapan pemandangan gundukan di balik celana pria yang baru aku kenal menjadi begitu menarik mata untuk di lihat?
Rasa panas semakin merayap ke pipiku, mau tidak mau aku memejamkan mata sesaat sembari mengalihkan pandangan gundukan itu ke gelas kosong di tanganku. Akhirnya aku minta wiski pakai es. Kini aku rasanya seperti melayang, semakin mabuk saja.
Apa aku pergi saja dari sini? Tapi ini benar-benar terlambat untuk mundur sekarang; jika aku mundur sekarang, maka aku tidak akan pernah bertemu dengannya lagi.
Sejujurnya aku pernah berpikir untuk mencoba bermain nakal dengan laki-laki sewaan. Kedua teman baikku Lisa dan Rose sering mengajakku ke club striptis para gigolo. Itu rutin mereka lakukan setiap awal gajian untuk memanjakan mata. Tapi aku selalu menolak karena tidak enak dengan Kai.
Ugh Kai lagi. Brengsek! Lupakan pembual bangsat itu. Persetan dengan gadis perebut pacar orang. Aku ingin menjadi jalang sekalian.
Mataku perlahan-lahan menatapnya kembali, memandangi dada yang bidang dan rahang indah, bibir penuh dan mata tajam gelapnya yang mengatakan 'bercintalah denganku'.
Sepertinya menyenangkan jika mencobanya sekali. Ahh... membayangkannya membuatnya bergidik. Maksudnya, mungkin dia memang gigolo. Tapi lihat wajahnya, dia lebih dari itu untuk sekedar ditemani atau harus terbangun di ranjang bersamanya. Terbangun bersebelahan dengan wajah tampan seperti miliknya. Apa dia benar-benar gigolo?
"Aku baru melihatmu kemari,?" tanyanya lembut.
"Uhum, aku kemari untuk minum"
Ia mendekatkan wajahnya padaku. Aku tidak menolak ataupun terperanjat atas perlakuannya.
"Ajak aku jika kau ingin melakukan yang lain" tukasnya dengan suaranya yang berat.
Sesaat aku tertegun mendengar tawarannya. Gila, dia benar-benar perayu yang maut. Terlebih wajahnya. Aku tidak pernah membayangkan akan bertemu seorang pria yang membuatku nyaris meneteskan air liur. Tidak henti-hentinya aku memuja wajahnya yang menarik, dengan mata gelap dan wajah tampan simetris. Terutama suaranya yang berat. Garis-garis lampu yang berkedip dan lampu-lampu neon tidak dapat menyembunyikan wajah pria di hadapanku yang luar biasa tampan.
"Tadi katamu, jika aku menatapmu terus-terusan aku harus bayar"
"Benar"
"Jika aku ingin lebih dari sekedar menatapmu. Berapa aku harus membayarmu?"
Ia mencondongkan tubuhnya. Menyisakan jarak beberapa senti dari wajahku, aku bahkan bisa merasakan nafasnya yang panas.
"Kau bisa membayarku berapapun, setelah kutunjukan permainanku" bisiknya dengan hembusan nafasnya menerpa bibirku.
Untuk beberapa saat aku terdiam, mencerna rencana yang akan aku lakukan karena beberapa saat lagi. Aku akan selesai dengan omong kosong bercinta dengan 'gigolo'.
Aku sudah sangat mabuk saat ia mengajakku ke lantai dansa. Ia mendorong sisi liarku selama kami bergerak senergi dengan hentakan musik DJ. Tanganya menggerayangi tubuhku, bisa kurasakan ereksinya saat aku dengan binal menggesek-gesek area itu dengan pinggul dan bokongku.
Aku berjinjit untuk mengecup leher tebalnya yang kekar dan membisikan sesuatu.
"Aku menginginkanmu sekarang, V" desahku menggoda.
Aku bisa lihat seringai nakal di balik temaramnya lampu sorot, lalu ia menarikku keluar lantai dansa.
Beruntung club yang aku datangi merupakan fasilitas salah satu hotel disini. Langsung saja kami check-in. Aku juga sudah sangat mabuk tidak kuat jalan jauh-jauh dan tidak tahan ingin mencicipi gigolo tampan ini.
Susah payah aku membuka kunci kamar hotel. Berkali-kali aku coba menggesek kartu ke slot kunci kamar tidak juga berhasil. Ternyata aku salah mengeluarkan kartu.
Di belakang V merengkuhku erat, gemas tak sabaran. Sementara aku sibuk membuka kunci kamar, V dengan tidak sabar meremas-remas payudaraku. Ia juga menyingkap dressku, menyentuh bagian sensitifku, dari balik celana dalamku.
"Ung... Jennie, lama sekali, kau mau aku setubuhi disini, sekarang juga hmm" keluhnya yang terdengar seksi menggoda di leherku.
"Tunggu, sebentar lagi" bisikku manja.
Klik.....
"Nah sudah bisa masuk"
"Ahh... akhirmya. Aku sudah tidak sabar ingin memuaskanmu" ia memutar tubuhku menghadapnya, menyerbu bibirku penuh nafsu.
Ia mendudukanku di meja rias. Dengan cekatan ia melepaskan balutan dress ketat hitam milikku, kemudian celana dalam dan braku. Ia menatap, menikmati pemandangan tubuh polosku.
Kurentangkan kakiku di atas meja rias, memamerkan vaginaku yang mungkin sudah merekah, mengundangnya untuk menikmati tubuhku.
"Ayo V, kau mau ini?" Tawarku yang sudah benar-benar jalang sambil kuusap-usap kemaluanku yang mulai terasa basah.
Ia merengkuh gemas tubuh polosku. Sembari kami berciuman jemarinya menelusup, meraba-raba kemaluanku lalu memasukkan dua jari sekaligus. Ia mengocok liang vaginaku dengan cepat.
"Ungh...…ummhhh…teruskaannn…V", desahku di bibirnya.
Saat jemarinya sibuk mengocok vaginaku. Kusibukan tanganku untuk membuka sabuk celananya, sesekali aku meremas gundukan yang membetot perhatianku sejak di club tadi. Aku tidak sabar ingin melihat kejantanan pria tampan ini. Apakah semenakjubkan perawakannya?
Kini ia melahap payudaraku, menghisap putingku. Sementara jarinya masih bekerja dibawah sana, selain dua jari ia menekan-nekan klitorisku dengan ibu jarinya. Rasa ngilu sekaligus nikmat menghantamku. Baru finger sex saja sudah membuatku mabuk kepayang.
"Ahhh.....hmmmhh, yeah V.... ummhh"
Aku nyaris orgasme, dan aku frustasi saat ia berhenti mendadak untuk berjongkok hingga kepalnya sejajar dengan vaginaku, ia mulai menjilatinya. Ia menjelajahi lubang vaginaku dengan lidah panasnya lalu memasukan kembali dua jarinya. Dengan lihai ia memberikan kepuasan ganda, membuatku mendesah tidak karuan saat jemari dan hisapannya. Terlebih saat ia menghisap keras klitorisku.
"Oh... gosh....akhh...akh....ahh..." jeritku penuh kepuasan ketika ia berhasil membuatku hancur berkeping-keping dengan kemampuan oral sekaligus finger sexnya.
Ia membuka celananya untuk membebaskan penisnya. Sekarang giliranku. Tertatih-tatih aku turun dari meja, berlutut siap menerkam penisnya.
Ia mengeluarkan batang penisnya di hadapanku. Aku agak kaget melihat juniornya yang…jujur saja, lebih besar dibanding milik___ugh, si brengsek berinisial K itu.
Hmmm.... ini besar dan gagah. Bahkan dalam genggamanku pun terasa penuh.
Ia menyodorkan penisnya ke mulutku. Di mulai dengan menjilati ujungnya, dan ia pun mendesah.
"Sshh..... ahhhh"
Suara husky-nya terdengar berat dan seksi. Aku mau mendengarnya lagi. Kuhisap kepala penisnya dan ia berjengit. Tiba-tiba saja ia menekan kepalaku agar aku mengulumnya lebih dalam. Kurasakan penisnya menyentuh tenggorokanku dan aku langsung tersedak.
Kucoba mengulumnya lagi perlahan-lahan, tapi lagi-lagi ia menahan kepalaku. Menyodok-nyodok tenggorokanku sampai aku tersedak berkali-kali.
Sepertinya aku tidak sanggup mengulum penis sebesar ini terus-terusan. Kuputuskan untuk mengocok-ngocok penisnya saja sambil menghisap zakarnya. Bukankah tugasnya untuk memuaskanku?
Kurasakan penisnya semakin mengeras dan berkedut. Gak lama lagi ia pasti ejakulasi. Kupercepat kocokanku sembari menghisap zakarnya dengan semangat. Mendadak ia malah menarik lenganku, memaksaku berdiri.
Ia menggiringku ke ranjang, merebahkan tubuhku. Kemudian ia beralih mengambil dompetnya, yang kutahu pasti ia mau memakai kondom.
Baguslah, kami akan bercinta dengan aman. Sambil menunggu ia memakai kondomnya di tepi ranjang. Aku memosisikan kepalaku di bantal. Aku harus rileks.
Ia merangkak sambil memamerkan seringai nakal yang menghiasi wajah rupawannya, lalu menindihku dengan tubuh besarnya.
Oh, dia tampan sekali, tubuhnya begitu hangat.
Kurengkuh dia, mengusap-usap bahunya yang lebar. Ah.. menyenangkan sekali dapat memeluk tubuh besarnya.
Ia menahan sebelah kakiku di pundaknya, lalu dengan sekali dorongan, penisnya yang besar memenuhi vaginaku.
"Akh....." perih rasanya, seperti aku baru melakukannya pertama kali lagi. Miliknya yang besar memaksa otot vaginaku yang belum terbiasa dengan ukurannya, meregang menyesuaikan penisnya.
Kami mendesah seiring hunjamannya yang semakin dalam.
"Mmhhmm..ahhhh…nnhhhhh..uuhh....sshh".
Ia mempercepat hentakannya, dan akhirnya aku mengerang lepas saat mencapai orgasmeku.
Oh aku ingin merengkuhnya memeluknya dalam-dalam. Aku tidak suka posisi ini, aku jadi tidak bisa merengkuhnya.
Akhirnya ia menurunkan kakiku, seolah ia membaca pikiranku. Kulingkarkan kakiku di pinggangnya. Ia lanjutkan genjotannya sambil kuremas-remas bokongnya yang montok.
"Jangan…berhenti…oohhh…yeah V", pintaku merintih nikmat.
Ia membuatku gila, kutatap tiap ekspresi liarnya saat menikmati remasan vaginaku. Kuraih bibirnya dan saling bertautan lidah. Oh.... V kenapa aku baru menemukanmu sekarang. Aku rela menukarkan bajingan tengik itu denganmu. Aku ingin terus seperti ini, aku tak ingin berhenti, aku ingin terus bercinta dengannya. Dia jago mengusai ritme permainan ini. Dia pasti gigolo idola para wanita.
Tiap ia melepaskan ciumannya aku selalu merasa kecewa. Bibirnya sangat lembut dan penuh, aku suka menghisap bibir bawahnya. Berkali-kali aku menangkup wajahnya, membawa bibir kami bertautan kembali. Sambil ia terus menggerakan pinggulnya maju mundur dengan cepat.
Ah.. akan orgasme lagi sebentar lagi, dinding vaginaku terus-terusan memijit dan mencekik penisnya. Kemudian datanglah lagi bom kenikmatan itu.
Kipikir dia akan berhenti. Tentu saja tidak, tugasnya adalah memuaskan pelanggan. Memanjakan setiap wanita dengan permainan seksnya yang handal.
Selanjutnya ia memintaku untuk bertelungkup. Bukan posisi favoritku, tapi V berkali-kali sanggup membuatku merintih. Posisi ini membuat kami lebih tahan lama.
"Enghhh....sshhh... yeah" desisku yang sudah tidak tahan lagi.
Hingga beberapa kali hentakan kami mendesah puas bebarengan.
"Ahh.. V. Kau benar-benar luar biasa. Aku mau jadi member tetap pelangganmu, aku mau kau jadi milikku", kubisikkan kata-kata itu dan tak terasa tenaga yang terkuras habis itu membuatku terlelap.
***
Tok..tok..tok..
"Room service!"
Suara ketukan pintu berkali-kali membuatku terbangun. Aku terbangun dalam keadaan bertelungkup tanpa busana. Perlahan mataku terbuka, dengan kepala berat dan rasa pengar yang masih terasa. Aku menoleh ke bantal sebelahku untuk mengabsen wajah tampannya. Mengecewakan, ternyata dia sudah pergi.
Tunggu! Aku kan belum membayarnya.
Tok..tok..tok
"Permisi! Room service"
Pelayan kamar terus mengetuk pintu.
"Iya tunggu sebentar" sahutku ke arah pintu sambil sibuk mencari bajuku yang tercecer.
Ah karena kelamaan akhirnya aku membaluti tubuhku dengan selimut rapat-rapat. Kubuka pintu secelah sambil melongok ke celah pintu agar tubuhku tidak terlihat oleh pelayan.
"Iya ada apa?"
"Selamat siang Miss Jennie"
"Heung sudah siang ya?" Enggak terasa aku tidur sangat panjang.
"Iya Miss, sekarang sudah jam setengah satu. Kami mohon maaf sekali mengganggu, Miss Jennie mau check out jam berapa?"
Oh ya ampun sudah lewat jam sewa kamar ternyata.
"Ung.. ya, ya aku akan keluar sekarang. Boleh aku minta bill-nya"
"Untuk pembayarannya langsung ke administrasi ya, kami akan buat laporan penyelesaian sewa. Terima kasih Miss"
"Ya sama-sama"
Kututup pintu dan segera mengenakan pakaianku. Kuambil tas dan bergegas keluar.
Huh, kecewa deh dia pergi begitu saja. Dia tidak ingin di bayar hanya mau bercinta denganku saja? Seharusnya aku minta nomor HPnya. Barang kali bisa member gitu kan. Jadi bisa rutin bersenggama dengan gigolo tampan itu.
Untuk terakhir kalinya kutatap kamar hotel yang memiliki kenangan gila. Hmmm V, siapapun dirimu terima kasih karena telah mengisi petualangan seksku yang baru.
Langkahku menuju front desk terasa enteng karena seks yang dia berikan, walau aku habis mabuk semalam. Keajabian penis gigolo mungkin. Entahlah.
"Semuanya jadi 283.000 ribu won"
Wow, mahal juga ya. Mungkin lain kali jika aku bertemu dengannya lagi aku memilih tempat di rumahku saja. Kalau di buat rutin main nakal begini bikin bangkrut juga lama-lama.
Kucari dompetku namun tidak ada, begitupun dengan kunci mobilku. Sepertinya terjatuh di kamar.
"Umm... dompetku sepertinya tertinggal, bisa tolong ambilkan. Dompetku ada lambang Channel-nya, berwarna creme".
Admin memerintahkan petugas kamar untuk mengecek kembali barang-barang yang tertinggal di kamarku. Sampai aku menunggu untuk beberapa menit. Hingga aku dapat info bahwa mereka bilang tidak menemukam dompet dan kunci mobilku. Tidak mungkin tidak ada, aku bahkan tidak mengeluarkan dompet dan kunci mobilku selama di kamar. Seingatku begitu. Karena aku tidak percaya aku sampai naik lagi ikut mencari. Ternyata benar dompet dan kunci mobilku tidak ada.
Aku sempat berpikir walau sekelebat. Masa gigolo itu yang ngambil? Walau dia gigolo tapi dia tidak ada tampang kriminil seperti itu.
"Apa ada yang masuk ke kamarku semalam?" Tanyaku panik pada petugas keamanan.
"Setau kami tidak ada. Hanya Anda dan teman laki-laki Anda yang keluar pagi-pagi buta" tegas salah satu petugas.
"Tidak, tidak mungkin dia," ujarku bersikeras.
"Bagaimana jika kita tunjukan CCTV-nya" tawar petugas lainnya dan mereka memboyongku ke ruang CCTV.
Aku tegang sembari menggigit kuku. Tidak mau aku menyalahkan gigolo tampan itu jika mencuri barangku. Dia tampang baik-baik walau dengan profesi pekerja seks komersil. Namun hal yang aku khawatirkan terpampang jelas di rekaman CCTV itu.
Pada layar menunjukan V keluar di jam 5 pagi. Aku bahkan masih terkapar jam segitu dan dia keluar menyelinap di jam itu. Yang paling kaget dia benar-benar membawa kabur mobilku. Ia juga membuang dompetku ke tempat sampah parkiran setelah mengambil semua uang, kartu ATM dan kartu kreditku. Sampai aku baru sadar saat mengecek handphone ada banyak notif dari bank terkait penarikan uang tunai dan pembayaran kredit yang tidak aku ketahui. Ia menggasak semua uangku sampai habis tak tersisa.
"Teman priamu yang mengambil barang-barangmu, apa kau kenal dengannya?" Terang salah satu petugas keamanan.
Aku sudah tidak bisa berkata-kata atau menanggapi pihak keamanan hotel lagi. Aku bahkan nyaris pingsan. Aku tidak menyangka gigolo itu adalah seorang penipu dan pencuri. Dia hanya mengincar tubuh dan hartaku. Sialnya lagi, aku bahkan tidak tau siapa namanya.
***
Tak kusangka aku bertemu dengan pencuri yang buron itu. Buruknya lagi dia berkerja disini dan dia sama sekali tidak gentar saat berjumpa lagi denganku. Aku harus melaporkan perkembangan laporan berita acaraku soal buronan yang polisi cari-cari.
"Jennie kau kenapa? Apa kau kenal dengannya?"
Suara Kai membangunkanku dari pengalaman menggelikan dengan gigolo itu. Untuk saat ini Kai tidak boleh tau jika si maling itu pernah menjadi lawan seksku semalam. Terlebih dialah yang mencuri mobil pemberian Kai.
"Tidak, aku tidak kenal." Kataku berkilah. Tentu saja Kai membaca gelagat anehku. Dia sulit di bohongi.
"Jadi dia pria yang kau temui semalam dan langsung kau tawari berkerja disini" Tanyaku seraya mengalihkan pikirannya.
"Ya, dia tipikal orang yang gigih, aku langsung senang melihatnya. Memang ada apa?"
Aku tidak suka jika Kai mulai kritis menggali.
"Tidak ada, tapi kita harus berhati-hati saja dengannya. Kita kan tidak tau latarnya bagaimana? Bisa saja dia buronan"
"Aku tidak kepikiran begitu, maksudku tampang seperti dia apa iya berbuat kejahatan?",
Taehyung brengsek! Sampai Kai pun luluh dengan muka duanya.
"Siapapun bisa menjadi penjahat, bahkan menjadi pembunuh berdarah dingin. Apalagi tunanganmu tampaknya akrab dengannya. Jadi hati-hati sajalah" tekanku sungguh-sungguh. Membuat Kai seperti berpikir.
Aku harap dia kepikiran untuk mendepak Taehyung walau itu artinya Kai harus melawan Krystal. Karena aku yakin sekali Krystal sudah dalam pengaruh topeng Taehyung. Aku harus mencari tau, aku akan mengikutinya sepulang kantor.
Kisah mereka tidak sulit di tebak. Jelas Krystal telah luluh padanya dengan mengajaknya pulang bersama.
Aku menunggu di seberang jalan, dan lanjut mengikuti mobil Krystal yang baru keluar dari parkiran Mall. Aku terus mengikuti mobilnya sampai aku memasuki jalanan familer untukku. Aku tau jalanan ini. Ini adalah jalanan menunju apartment Kai yang terbengkalai. Jadi Kai memberikannya tempat tinggal juga. Luar biasa juga penipu ulung berwajah malaikat. Dengan mudah dia bisa menggasak dan mendapatkan apapun dengan karismanya yang mematikan.
Aku menunggu di luar apartemen, berspekulasi yang sudah dipastikan Taehyung dan Krsytal mungkin sedang berhubungan seks. Taehyung pasti menggunakan tipu daya memikatnya untuk mencuri hati Krystal sampai luluh.
Dua jam berlalu akhirnya Krystal pergi juga dari sana. Sekarang giliranku untuk memaraninya. Sebelum menghadapinya, kukeluarkan pistol dari laci dashboard. Pistol pemberian Amber agar aku bisa menjaga diri.
Taehyung membuka pintu dengan senyum tersungging di pipinya yang mungkin ia pikir aku ini Krsytal yang kembali lagi ke rumahnya. Saat ia melihatku yang datang senyuman itu lenyap seketika. Ekspresinya seperti baru melihat setan.
Kini berdiri laki-laki luar biasa bajingan di depanku, aku ingin mencekiknya.
"Jennie?"
"SURPRISE!", ujarku dingin sambil menyeriangai dan langsung menyerobot masuk ke dalam.
"Heh! Ngapain kau kesini? Keluar sekarang! KELUAR!", usirnya sambil menuding arah pintu.
Langsung kudorong tubuhnya dengan kasar ke dinding sambil menodong pistolku ke pipinya. Ia berusaha mengelak tapi aku lepaskan pengaman pistolku sebagai ancaman nyata dan ia terdiam.
"Ah...akhirnya aku bisa bicara denganmu lagi gigolo" Sapaku dengan nada datar nyaris berbisik.
"Brengsek. Mau apa kau hah? Uang? Mobilmu? Dasar jalang bodoh, pakai mengancamku segala, huh... kau pikir aku takut? Aku bahkan ragu itu senjata asli" Desisnya menantang.
Kulepaskan tembakan sekali, peluru melesat ke rak piring. Membuatnya terlonjak kaget sekaligus ketakutan.
"Fuck! You little bitch! Apa yang kau inginkan sekarang hah? Balas dendam?"
"Kau benar-benar penjahat yang ulung ya. Wajah tampan menggelikanmu masih terpampang di daftar buronan dan kau melenggang bebas bahkan bisa berkerja di kantor besar. Kau benar-benar tidak punya muka hah? Seharusnya kau sudah mengenakan seragam orange dan mulai membusuk di penjara"
Ia malah tertawa meledak seperti kesetanan.
"Aku tidak akan pergi dari perusahaan itu sebelum aku mendapatkan apa yang aku inginkan. Kau tau kan siapa yang memegangku saat ini? Krystal Jung, bosmu, bahkan bos Kai. Aku punya posisi paling aman di antara kalian berdua karena Krystal mencintaiku"
Aku menyeringai mengejek mendengar ucapannya.
"Kau tidak tau siapa Kai?"
"Aku tidak peduli siapa Kai. Yang aku tau, aku bisa menyingkirkan bajingan favoritmu itu dari kantor, kau lihat saja nanti"
"Dasar pecundang! Kau mungkin bisa menipuku, atau menyakiti Irene wanita yang sangat mencintaimu, atau sahabatku Amber yang telah kau rusak masa lalunya. Tapi Krystal, kau tidak akan bisa memenangkannya karena aku sangat mengenal Kai. Dia mampu melakukan apapun. Kau cukup ingat satu hal, jika Kai berniat membunuhmu, aku akan membantunya untuk membuang mayatmu"
Yang kuancam cuma tersenyum malas setelah kusebut nama perempuan-perempuan itu. Lalu dalam sedetik matanya berubah berkilat jahat menatapku. Dia memegang daguku, memaksaku menatapnya.
"Dengar perempuan sialan! Aku tidak takut dengan ancamanmu. Kuperingatkan kau, lebih baik kau jangan pernah muncul lagi di hadapanku. Kalau kau masih berani menantangku. Aku bisa lebih kejam lagi. Akan kuhabisi Amber dan anak itu, sekaligus kau. Kau pikir aku tidak mampu melakukannya? Kau pasti sudah dengar dari Amber kan kekejianku terhadap Irene?" geramnya yang bergelegar mengancam, seringai jahatnya menimbulkan rasa mual diperutku. Dia benar-benar pria berbahaya.
Tanpa mengatakan apapun lagi, kulepaskan tembakan tepat ke tangannnya dan ia mengerang kesakitan. Mungkin ia kehilangan jarinya.
"Rasakan itu bajingan!" jeritku penuh kepuasan.
Setelah puas melihatnya terluka, aku bergegas pergi dari tempat busuk ini sebelum suara tembakan ke dua tadi menarik tetangga lain.