#Amber POV (6 months later/Present)
Setelah 6 bulan aku tinggal di Daegu, baru kali ini aku merasa putus asa dan tidak bahagia. Jika kematian datang tanpa rasa sakit, aku lebih memilih mati saat ini juga.
Aku tidak sanggup melihat sahabatku sakit kepayahan begitu. Walau kata dokter Jennie hanya demam karena kelelahan dan butuh istirahat yang banyak, tapi tetap saja ini membuatku kalut. Seolah-olah semua yang menimpa dirinya adalah salahku.
Aku harus menelpon Kai, walau aku tau Jennie pasti akan marah jika aku beritahu keadaannya ke kekasihnya.
"Kai, bisakah kau ke rumah Jennie sekarang, Nini sakit. Mau mampir?"
"Jennie sakit? Sakit apa dia?"
"Dia demam tinggi sampai susah bangun"
"Astaga, pacar macam apa aku, pantas dia tidak menjawab teleponku"
"Sebenarnya memang aku tidak diperbolehkan mengabarimu, dia takut kau khawatir dan mengganggu pekerjaanmu"
"Ya sudah, aku segera menyelesaikan kerjaanku untuk mampir menjenguknya. Terima kasih sudah menjaga pacarku"
Setelah mendengar janjinya yang tergesa-gesa, aku menutup panggilannya duluan tanpa mengatakan apa-apa lagi. Kupeluk ponsel di dadaku. Sesuatu memukul keras dadaku hingga tersesak. Sakit rasanya.
Aku benar-benar merasa tidak enak sama sekali pada Jennie, terlebih dia tampak tidak berdaya tapi aku malah terus-terusan memikirkan kekasihnya. Aku menganggap Jennie menjadi sakit karena karma dari apa yang aku perbuat di belakangnya. Tuhan menghukumku melalui Jennie, sahabat yang paling aku sayangi.
Maafkan aku Jennie, maafkan aku.
Ya, Tuhan, sembuhkanlah Jennie sahabatku, jangan buat dia semakin menderita gara-gara perbuatanku. Jika kau ingin menghukumku, hukum saja aku, jangan sahabatku, jangan buat dia sakit.
Saat siang menjelang sore kulihat Kai memarkirkan mobilnya dan berjalan tergesa-gesa. Dia pasti khawatir sekali.
"Kai", sapaku lemah saat membuka pintu dan kupersilakan dia masuk rumah.
"Apa yang terjadi?"
"Tiba-tiba semalam ia demam, aku sampai izin kerja hari ini untuk membawanya ke dokter. Saat ini Jennie masih tidur setelah kuberi dia obat dari dokter." Jelasku yang amat perhatian pada sahabatku.
"Maaf, aku sibuk dengan pekerjaanku. Aku benar-benar pacar yang payah" Renungnya menyesal. Kuusap - usap punggungnya seraya menguatkannya. Karena sebentar lagi aku akan memberitahukan hal lainnya. Soal hubungan kami.
Sebelum itu Aku beralih ke dapur untuk membuatkannya lemon tea hangat agar dia rileks.
"Ini. Di minum dulu", aku menyerahkan gelas berisi lemon tea hangat padanya.
"Terima kasih", ia menerima gelasnya dan menyeruput minuman hangat itu. Ia meletakan gelasnya di meja dan berduduk santai.
Aku duduk di sofa, di sampingnya, menatapnya gelisah sebelum bicara.
Aku haru mengatakannya.
"Kai, aku hamil" gumamku lambat-lambat.
Kalimat mengagetkan itu membuatnya langsung menatapku yang kemudian tatapannya jatuh ke perutku. Ia tampak memikirkan sesuatu disana, kabar menggemparkan untuknya yang menambah kepusingannya.
Kai menunduk, menutup wajah dengan kedua tangannya, kudengar nafasnya bergetar. Tatapanya kosong, ia bingung menghadapi ini semua, sama seperti aku.
"Kau tau kan aku tidak bisa melakukan ini" akunya dengan wajah mengeras.
Aku tersenyum getir karena sudah mengira jawabannya, "Aku tau, aku juga tidak bisa mempertahankan janin ini karena tuntutan pekerjaanku"
Kai meremas surai hitamnya frustasi "Lalu bagaimana?"
Kai tidak perlu memikirkanku dan janin ini. Dia cukup memikirkan kesehatan Jennie. Karena aku tidak akan menuntut apapun darinya.
"Aku akan kembali ke Amerika setelah aku menyesaikan tugasku, dan mengaborsi janin ini" aku pasti akan menyesali ini.
"Amber maafkan aku," sendunya menatapku. Aku bisa merasakan kepiluan dan penyesalannya. Tapi kami bisa apa? Hanya satu hal yang Aku inginkan darinya untuk tidak meninggalkan sahabatku.
"Kai, kau tidak perlu minta maaf, karena ini bukan salahmu. Dari awal kita tidak memiliki kesepakatan apapun saat melakukan hubungan terlarang ini dan kita sama-sama tidak menginginkan janin ini" aku mengutarakan keteguhan hatiku padanya agar dia paham bahwa ini semua hanya kekeliruan.
"Jika kau butuh uang beritahu aku. Aku akan mentransfernya" ujarnya serius sambil menggenggam tanganku.
"Tidak perlu Kai, aku hanya ingin kau berjanji padaku untuk tidak meninggalkan Jennie"
"Aku janji padamu Amber, aku akan menjaganya"
"Apa Kau akan kembali ke Krystal? Wanita yang telah memberikanmu segalanya?" Tanyaku meyakinkannya sekali lagi. Aku harus bisa memastikan keseriusan Kai dengan sahabatku.
"Aku tidak sudi memaafkan perek murahan seperti dia. Aku sudah tidak peduli jika aku harus kehilangan pekerjaanku, dia tidak bisa kumaafkan" geramnya dengan penuh kebencian. Tubuhnya sampai bergetar menahan emosi.
Kupeluk dia agar ia tenang. Aku paham betul dengan apa yang ia rasakan. Aku bahkan menjadi pelipur laranya di saat ia di khianati oleh Krystal. Sebelum aku mengenalnya, Kai mengakui bahwa dia adalah pria yang sering bermain perempuan di belakang dua wanitanya. Namun saat aku datang dia tidak pernah lagi menyentuh wanita lain. Bahkan aku yang lebih sering berada di sampingnya saat terbangun di pagi hari. Aku pernah menjadi nomor satu di bandingkan wanita yang ia kencani saat Kai sedang bosan dengan hidup dan cintanya.
Namun, inilah titik terakhir hubungan kami.
# FLASHBACK (6 Months Ago) #
Aku sudah tidak sabar bertemu dengan sahabat kuliahku dulu, sudah lama sekali aku tidak cekikikan dan bergosip ria ala anak muda bersama Nini. Selama di Daegu aku akan tinggal bersama Jennie, seperti yang sering kami lakukan sebelumnya.
Sesampainya di bagian pintu keluar gerbang kedatangan internasioanl, mataku menyusuri sosok mungil sahabatku yang berjanji menjemputku di bandara.
"Ambeeeer!", teriak suara yang kurindukan itu.
"Jennie!!!" Kami berpelukan sangat erat bahkan jejeritan hingga membuat orang-orang menatap risih ke arah kami. Tanpa memperdulikan orang-orang aku dan Jennie saling sahut - sahutan menyatakan rindu. Kami benar-benar konyol. Aku merindukan si konyol cerewet Nini.
Setelah reda jejeritannya, kami berjalan keluar. Jennie menyeretku dengan tidak sabar menghampiri pria seksi berkulit kecokelatan dan bergaya eksekutif.
"Amber. Kenalin, Kai. Pacarku", pamernya bangga.
Kai menyodorkan tangannya terlebih dahuku padaku. Kutatap tangan lebar yang menjulur padaku. Ini gila, aku baru kenal dengan kekasih sahabatku bahkan belum semenit beertemu tapi aku gatal ingin menyentuh kulit cokelat eksotisnya.
Tanpa berpikir lagi kusambar tangan kosong itu, "Amber. Nice to meet you"
Genggamannya sangat mantap dan kuat, aku menyukai pria yang kuat. Itu menandakan dia seorang yang dominan di ranjang.
Kai juga sangat gentle, ia bahkan membantuku membawa koperku, menuju mobil SUV-nya.
Tiba-tiba, aku iri dengan Jennie. Jennie dari masih kuliah memang gadis yang menyenangkan, dia dengan mudah bisa mendapatkan laki-laki manapun dengan sikap menyenangkannya itu. Terlebih pacar barunya tampak sempurna, jelas terlihat dia seorang atasan suatu perusahaan, tampan, kaya dan tubuhnya, hmm. Seumur hidupku, ini kali pertama aku melihat langsung postur tubuh sesempurna milik Kai. Itu tubuh yang proposional. Tanpa harus melihatnya telanjang dadapun aku sudah bisa membayangkan roti sobeknya.
Sayangnya kisah cintaku tidak pernah seberuntung Nini. Hidupku selalu di kelilingi pria bajingan. Sepertinya aku memang menyukai pria bajingan.
Sepanjang perjalanan menuju kediaman Jennie, kami bertiga ngobrol. Kai lelaki yang menyenangkan, ia cocok dengan Jennie. Ia bahkan ikut tertawa mendengar leluconku dan Jennie.
Sebelum tiba di rumah Jennie, Kai mengajak kami makan siang di restoran mahal. Kelihatannya dia seperti pamer padaku bahwa ia laki-laki yang bisa mendapatkan segalanya. Hingga di sela-sela santapan kami, Kai menatapku penuh arti sambil menenggak wine. Aku bukanlah wanita yang baru dalam permainan nakal seorang pria. Aku sangat yakin jika Kai tertarik padaku, dia berusaha menggodaku dengan tatapannya yang dalam. Dia ingin main api denganku di belakang Jennie? Apa dia menantangku?
Malam pertamaku di rumah Jennie aku sulit tidur karena perbedaan zona waktu yang timpal. Aku harus bisa beristirahat, walau sebentar saja kan lumayan. Karena besok aku ada tes masuk kerja yang sudah aku tanda tangani via online dari seminggu yang lalu.
Kucoba memejamkan mataku. Tapi kenapa wajah pacar sahabatku itu muncul? Caranya tersenyum membuatku ingin tersenyum juga, auranya seksi, dia pasti liar di ranjang, aku membayangkan diriku berada di kungkungannya, meraba tubuh atletisnya.
Damnit! Dia itu pacar sahabatku, apa yang terjadi denganku?
Kuingat-ingat lagi tatapannya saat mencuri pandang, menggodaku dengan tatapannya. Dari caranya menatapku, bisa kujamin kalau dia juga tertarik padaku.
Mungkin tinggal tunggu waktunya saja sampai akhirnya aku menyerahkan diriku seutuhnya pada pria itu. Aku benar-benar terperdaya oleh karisma kekasih sahabatku, aku tidak bisa menolak daya pikatnya. Dia tipikal pria yang bisa membebaskan sisi liar wanita yang di setubuhinya.....
Tesku berjalan lancar, besok aku harus ke pusat untuk menjalani pelatihan profesi baruku. Shit! Kabar baik karirku tidak didukung oleh alam. Keluar gedung hujan turun dengan derasnya, tidak sesuai perkiraan cuaca hari ini. Berita prakiraan cuaca hanya mitos belaka, tidak ada yang bisa menebak alam maunya apa di hari itu.
Taksi juga tidak ada yang lewat lagi, malah mobil mewah dengan sombongnya menghadang di tempat pemberhentian taksi.
"Hei, Amber. Come inside or you'll catch cold", pekik seorang pria.
Apa Itu Kai? Aku tak percaya akan bertemu dengannya disini. Aku mendekati mobilnya, kugunakan tasku untuk melindungi kepalaku dari guyuran hujan.
"Kai?", setelah ia mengangguk akhirnya aku masuk ke mobinya. "Oh, thanks. You saved me",
"Ya, aku kebetulan lewat" ujarnya sambil matanya melirik tubuhku berkali-kali.
Aku membuka jaket baseball merahku yang kebasahan, meninggalkan kaos putih tipis tanpa lengan yang basah menempel ditubuhku memperjelas ceplakan bra hitam yang kukenakan.
Butiran air hujan menetes di kursi dan karpet mobilnya. Aku sampai menggigil. Dengan inisiatif Kai menyalakan penghangat mobilnya.
"Maaf mobilmu jadi basah karena aku" kataku.
Kai memberikan saputangan padaku.
"Nih, pakai ini" sodornya.
"Thank you", aku mengambil saputangan miliknya yang kutahu harganya tidak murah.
Sepanjang jalan Aku sibuk mengeringkan wajah, leher, dadaku. Bisa kurasakan Kai kehilangan konsentrasinya saat menyetir ketika melihatku mengusap dadaku dengan saputangannya.
Rumah Jennie sudah terlihat, tiba-tiba saja Kai menghentikan mobil beberapa puluh meter dari rumah sahabatku. Padahal hujan masih deras mengguyur aspal dan aku jadi heran. Apa aku di turunkan disini?
"Kok berhenti di sini?", tanyaku bingung
"Dari awal aku melihatmu, aku ingin mengenalmu lebih jauh lagi. Kau pasti tahu maksudku kan?" Rayunya menantang.
Aku tersenyum saat memahami keinginannya. Kai menatapku penuh arti, lalu dia mendekatkan wajahnya ke wajahku, dan bibir kami bertemu. Kutangkup wajahnya menerima kecupan bibir halusnya, dengan bernafsu ia menghisap lidahku, membuatku mendesah keras. Ah!
Kai melepas ciumannya, ia melirik kursi penumpang di belakang yang terlihat mengundang. Kai lebih dulu pindah ke kursi belakang, lalu ia menarik tanganku menyerbu bibirku saat tubuhku mendarat di pelukannya.
Puas berciuman dengannya, aku bersandar di pintu mobil sembari memperhatikannya yang kini sedang melucuti pakaiannya. Ia membuka dua kancing bajunya dan menarik kemeja putih yang ia kenakan ke atas kepalanya. Ada sedikit senyum seringai yang terlihat saat ia melemparkan kemejanya ke sudut kursi penumpang.
Kai melonggarkan kepala sabuk celana berwarna perak miliknya. Seketika ia gemas melihatku hanya diam saja seperti tikus yang siap untuk di sergap ular.
"Bukain!" Perintahnya dingin.
Aku maju menurutinya, menarik keluar lubang sabuknya, dan kemudian membuka kancing celana jinsnya. Selesai aku menuruti perintahnya Kai duduk dengan menekuk kakinya ke belakang, kami saling berhadapan.
"Biar aku bantu bukakan bajumu" tawarnya dengan senang hati.
Kai menarik kaos basahku meloloskannya lewat kepalaku, hanya bra hitam yang masih menutup bagian dadaku. Aku tersenyum dan merasa ciut karena sudah nyaris telanjang di hadapan pria yang belum lama kukenal.
Kai menciumku lagi, ujung lidahnya membelai bibirku dan aku mendesah. Kami terus berciuman hingga Kai menuntunku untuk merebahkan tubuhku sambil Kai membuka kaitan braku dengan satu tangannya. Dia lihai.
Aku terpikat dengan senyum lebar dan binar di mata Kai, ia begitu yakin dengan apa yang dia inginkan. Kurengkuh pipinya, membimbingnya untuk menciumku lagi.
"Touch it...Kai...sentuh aku..", pintaku menggila dibuatnya.
Kai mulai memainkan payudaraku, walau ukuran payudaraku tidak sebesar Jennie, tapi ini sanggup membuat Kai terlena karena putingku yang mengacung.
Kai menyentuh setiap inchi tubuhku dengan bibir, ia berikan kecupan disana sini. Menerima sentuhan dan remasan Kai, aku jadi tersengal dibuatnya.
Setelah selesai mengecup tubuhku, ia membuka jeansku dengan tidak sabar, ia menarik jeans dan celana dalamku sekaligus. Kini aku sudah telanjang di bawah tubuh atletisnya.
Kai merangkak seperti kucing hutan, bertelanjang dada lalu menindihku, menumpu berat tubuhnya dengan siku. Kai meraih payudaraku lagi dan meremas lembut keduanya sambil berbicara lembut.
"Amber, aku ingin menjilatnya, menggigitnya, membuatmu menjerit." Rayuannya membuatku semakin menggelinjang tak tahan ingin segera di setubuhi olehnya.
"Kau mau aku melakukannya untukmu? Menggigit putingmu? Apakah kau akan memohon padaku untuk melakukannya?"
"Oh, ya." Desahku sambil menyorongkan dadaku ke wajah Kai.
Kai memindahkan bibirnya ke daun telingaku, menggigit-gigit kecil dengan giginya. "Apa yang kau inginkan dariku, Amber? Katakan."
"Hmmm" gumamku, gemetar.
"Apa?"
"Lakukan apapun yang ingin kau lakukan padaku"
Kai menjilat ringan cuping telingaku dan aku seperti merasakan sengatan listrik sampai ke jari-jari kakiku. Perlahan-lahan Kai menjilat leherku, membuatku ingin menjerit.
"Kau boleh memintaku untuk melakukan apapun untuk memuaskanmu juga"
Aku bermaksud membuka mulutku untuk menanggapi pernyataan sombongnya tapi aku langsung menutupnya ketika Kai menghisap dengan kuat putingku yang menegang.
"Ohh my God,"
Darah mengalir deras melalui pembuluh darahku, dan aku merasa mempercayai pria bernama asli Kim Jongin yang beberapa saat lagi akan menjarahi tubuhku. Tidak ada bagian yang di larang untuk di pegang. Kuserahkan tubuh ini untuk kau puaskan.
"Suck it hard...aaahhh...yeaah..harder..oh fuck...it feels so..good..suck it..Kai..aaahhh",
Kai pindakan mulutnya ke puting lainnya dan menghisap ke dalam mulutnya, menggigit keras, memutar di antara giginya.
Jemariku menyusuri bahunya yang bidang, kulit Kai terasa hangat. Aku pernah bertelanjang dada sebelumnya dengan pria. Tapi ada sesuatu tentang cara Kai menyentuhku yang membuat hatiku berdegup tidak karuan.
Aku menggelinjang merasakan nafsu mulai bergejolak pada setiap sentuhannya. Kai hebat memperlakukan wanita yang disetubuhinya. Terlebih aroma tubuh Kai tercium jantan dan manis di hidungku, seperti kayu manis, musky, chamomile dan lavender. Aroma yang dapat meningkatkan gairahku.
Kai mendorong kakiku agar terbuka lebih lebar dan menyelipkan satu jari ke dalam vagina basah milikku, kemudian masukan satu jarinya lagi.
"Kau sudah sangat siap. Aku akan bercinta denganmu hingga membuatmu melayang. Kau pasti menyukainya. Katakan padaku, kau mau bercinta denganku?"
"Yeah, aku ingin merasakanmu di dalam diriku, lakukanlah, setubuhi aku sampai kau puas." Suaraku pecah dan berbisik saat merasakan jarinya menusuk-menusuk liang vaginaku keluar masuk.
Aku memosisikan diriku agar lebih nyaman ketika merasakan kedua belah kakiku terbuka dan terjepit diantaranya paha berototnya.
Kai mendorong celana jinsnya sampai ke pangkal paha dan mengeluarkan miliknya. Ukuran kejantanannya besar, panjang, berurat dan zakarnya yang seperti buah apel. Aku sudah tidak sabar ingin merasakan miliknya, memasuki vaginaku yang sudah basah
Sebelum Kai memasukan penisnya, Kai menatapku dengan liar dan dalam. Membuatku terjebak dalam tatapannya, jari-jariku menyusuri tulang rahangnya yang tegas dan kurengkuh wajahnya.
Aku cukup berpengalaman untuk bercinta dan aku bisa menebak bahwa Kai luar biasa berbakat dalam urusan sex. Sehingga aku memutuskan untuk diam dulu menikmati aksinya dengan melingkarkan lenganku di leher Kai dan memasrahkan diri.
Kini aku merasa vaginaku sedang meregang saat Kai mendorong masuk miliknya. Aku merasakan sakit yang menyengat tajam dan tersentak saat penisnya menerobos vaginaku, memaksa memasuki tubuhku. Aku merasa penisnya terasa lebih besar dari milik pria yang pernah bercinta denganku.
"Sshh...ahh" desisku menahan perih.
Kai menatapaku dengan mata tajamnya saat penisnya meluncur masuk sepenuhnya di dalamku, tatapanya membuatku terhipnotis. Rasa sakit pun berlalu, digantikan oleh sengatan tajam kenikmatan.
Di bawah sana aku merasakan penuh dan keras milik Kai di dalam diriku. Kujepit dan kuremas batang yang menyeruak di dalamku dengan otot vaginaku, hingga membuatnya mendesah nikmat.
Perlahan-lahan Kai menggoyangkan pinggulnya. Aku menggigit bibirku berusaha menahan jeritan kenikmatan.
"You're so tight..." Kai mengerang dan bermain dengan liarnya.
"Ahh...mendesahlah...mobil ini kedap suara, aku ingin mendengar desahanmu" pintanya.
Aku menurutinya dengan mendesah pelan di kupingnya, membuat Kai menggelinjang gemas.
"Ohh...Kai.." desahku lagi, kali ini desahanku lebih lepas.
Kai memasukan lidahnya ke dalam rongga mulutku dan bermain - main dengan lidahku. Kai gemas dengan terus menggeram setelah mendengar desahanku.
Selesai dengan posisi itu, Kai memintaku untuk merubah posisi dengan doggy style.
Kai mengerang dan mendesah puas dengan suaranya beratnya. Kai mempercepat ritmenya hingga aku merasakan orgasmeku.
"Ah.. Kai...hmm...shhh...Oohhh..." nikmatnya tak tertahankan
Kai belum berhenti, saat tubuhku masih bergetar. Kai menghujamku lagi, ia terus mendorong dalam - dalam, hingga rintihan orgasmeku menggema untuk kedua kalinya.
"Enghhh.... yeah" desah Kai puas karena telah berhasil mengahancurkanku berkeping-keping dengan orgasme yang dia berikan.
Puas dengan posisi itu, kami kembali ke posisi missionary. Kulihat kejantanan Kai masih mengacung gagah, ia menekan kejantanannya lagi ke kemaluanku, menggerakkan pinggulnya maju mundur, kali ini lebih lembut. Kupandangi wajah Kai dan membelai pelipis hingga ke pipinya, ia mencium tanganku yang berada di wajahnya.
"Katakan sesuatu yang kotor, aku ingin mendengar ucapan liar dari bibir manismu itu" geram Kai.
"Ummh...Aku suka penismu yang besar" erangku.
Kai semakin menggeram, merasa kepercayaan dirinya memuncak ketik diriku memuji kejantannya. Ia menggerakan pinggulnya lagi dengan cepat sambil berpegangan handle pintu mobil, mendorong penetrasinya agar lebih dalam. Hasilnya Kai berkali-kali menubruk G-spotku, membuat liang vaginaku berkedut-kedut geli, ngilu dan nikmat menjadi satu. Aku langsung mengunci kuat pinggulnya dengan kedua kakiku, agar penisnya menyesak lebih dalam.
"Jangan berhenti Kai...ahhh.." rintihku.
Kai melakukannya dengan cepat agar kami bisa mencapai puncak bersama-sama. Aku ingin merasakan kejantannanya saat menembakan benih panasnya ke rahimku
Kai mempertahankan ritemnya dengan terus menghentakkan pinggulnya lagi dan lagi.
"Amber, aku sudah hampir orgasme" ujarnya terengah-engah sebelum ia menumpahkan benihnya.
"Hmmmm" aku hanya bergumam, sulit berkonsentrasi disaat kenikmatan ini membungkam indraku.
"Kau mau aku keluarin didalam atau diluar?"
"Terserah padamu" jawabku mantap.
Ia menatapku dengan penuh nafsu saat terus menyodok keluar masuk dengan semangat, membuatku terpejam menerima serangan kenikmatan itu.
"Buka matamu. Aku ingin melihat matamu langsung saat menumpahkan spermaku dirahimmu"
Kubuka mataku lagi dan merasakan tubuhku bergetar ingin meledak dan menyeruak di dalam mobil.
"Oh...Kai..fuck me...fuck me hard",
Hingga beberapa kali hentakan yang dalam Kami pun saling merasakan orgasme. Jemariku menancap di kulit punggungnya dan merasakan kontraksi otot di seluruh tubuhnya hingga ke jari-jari kakiku
Kami menjerit penuh kenikmatan begitu kami mencapai klimaks bersama. Erangan kami terdengar keras dan intens saat cairannya yang terasa panas memenuhi liang vaginaku.
Kemudian selesai semuanya, yang tersisa hanya nafas terputus-putus kami.
Ia melumat bibirku dan kubelai lembut dadanya, kemudian rambutnya, tengkuknya, punggungnya. Kusudahi ciuman panjang itu.
"Aku janji lain kali kita akan bercinta di tempat yang lebih layak. Kau mau melakukannya lagi denganku?" pintanya dengan tatapan berharap.
"Kau ketagihan?" Gurauku.
"Kau berbeda dengan Jennie, kau begitu lepas dan kuat orgasme berkali-kali. Pokoknya aku merasakan kenikmatan yang belum pernah kualami dengannya." pujinya dengan memamerkan senyuman manisnya itu dan kujawab pujian dan tawarannya dengan ciuman yang dalam.
Aku masih tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi, sungguh hal ini melampaui dari apa yang aku harapkan; Bercinta dengan kekasih sahabatku yang begitu perkasa.
Hujan mulai reda, kami pun berpakaian kembali. Setelah memastikan semuanya selesai, Kai menyalakan mesin dan berjalan perlahan menuju rumah Jennie.
Saat tiba di depan pagar, ia menyempatkan dirinya mencium bibirku sekilas sebelum membuka pintu.
"Jangan lupa langsung mandi sebelum Jennie pulang dan mencium aroma parfum pacarnya di tubuh sahabatnya"
Aku menanggapinya dengan tawa nakal. Tidak usah di ajari, sampai rumah aku akan langsung menggosok tubuhku dan menggelontorkan seluruh jejak birahinya.
"Amber! Besok mau ya ke hotel denganku?"
"Aku akan menuruti dimana dan kapanpun kau ingin bercinta denganku" jawabku menantang.
"Ini rahasia kita berdua ya"
"Okay. Hmm...thank you tumpangannya dan__ Bye", balasku, lalu berlari kecil memasuki rumah.
Ah...Kai...Kenapa kita baru ketemu sekarang? Kau benar-benar membuatku melayang. Aku baru mendapatkan seks yang benar-benar dahsyat dengannya. Dia begitu mendominasi permainan seks dan dia juga mendorong gairahku ke tingkat yang melampaui batas euforiaku.
# END OF FLASHBACK #
"Umm...Amber. Sebelumnya Aku minta maaf. Maafkan aku yang memulai ini semua. Jujur saja, kau sungguh memikat dengan cara yang misterius. Aku tidak bisa menahan godaan. Padahal kau adalah sahabat pacarku. Maafkan aku, ya". Ujarnya di pelukanku, ia sampai mengguncang tubuhku sekali. Aku akan merindukan pelukan hangat ini.
Kami berdua merasa bersalah pada Jennie dan kami sama-sama menyesali perbuatan kami. Aku lebih dulu melepaskan pelukannya. Kutatap lekat-lekat wajah tegas dan mata gelapnya seperti mencari sesuatu darinya, mungkin suatu hal yang layak untuk di pertahankan. Tapi tidak ada, aku tidak mencintainya, begitupun dia. Kami melakukan ini semua karena nafsu.
"Sudahlah, tidak usah dipikirkan. Lagian aku menikmati permainan kita selama ini.",
Untuk terakhir kalinya aku mencium bibirnya dan ia membalas melumat bibirku, lalu kubalas ciumannya dengan liar. Kami saling memilin, menghisap dan tangan kami saling memeluk, dan membelai lembut. Kureguk manis dan lembutnya sentuhan Kai yang kuyakini tidak akan pernah kudapatkan lagi.
"Amber..Amber..?"
Sayup suara Jennie yang sudah bangun membuat kami tersentak melepaskan ciuman kami. Dengan sigap kami merapikan baju dan rambut, lalu masuk ke kamar Jennie.
Jantungku masih bertalu-talu. Bibirku masih merasakan panasnya bibir Kai saat tiba di dalam kamarnya.
Kutatap wajah pucat Jennie. Ia tersenyum lemah saat melihat Kai. Kugenggam tangannya yang hangat, cenderung panas malah walau tidak sepanas semalam.
"Kai...sedang apa kau disini? Memangnya Kau tidak berkerja? Bagaimana keadaan kantor?" gumam Jennie lemah.
Jennie memang perempuan baik, masih sakit saja dia masih sempat-sempatnya mikirin kepentingan orang lain.
Kai duduk di tepi ranjang, lalu mengecup keningnya "Hmm...aku mau mengatakan padamu suatu hal, yang mungkin akan membuatmu cepat sembuh"
Kai menoleh melihatku sambil tersenyum, dan aku jadi mematung. Apa yang akan Kai katakan pada Jennie? Apa soal hubungan terlarang kami?
"Aku sudah beres membuat surat pengunduran diriku. Lalu sebelum aku angkat kaki dari kantor itu aku juga sudah membereskan semuanya. Surat-surat saham, obligasi dan sebagainya, sudah kuselesaikan. Jadi, sekarang kau pikirkan kesehatanmu dulu. Oke? Kujamin kita melangkah keluar kantor dengan keadaan bahagia" penjelasan Kai membuat Jennie tersenyum lebar.
Itu adalah senyuman pertama setelah ia terkapar sakit. Aku senang Kai lah yang membuatnya tersenyum bahagia. Kuharap mereka bisa terus bersama.
Sekilas Jennie menatapku, lalu kembali menatap Kai. Kuharap dia tidak berpikir yang tidak-tidak soal kami. Akhirnya aku nemutuskan untuk meninggalkan mereka berdua di kamar, kubiarkan mereka mengabiskan waktu berdua.
Malamnya saat Kai pulang, sebelum ia pamit, Kai mencium keningku sebagai tanda perpisahan kami. Saat ia sudah pergi melajukan mobilnya, di depan pintu aku termenung sambil memegangi perutku yang mulai mengembung dari hasil buah cinta kami yang sudah memasuki minggu ke 9.
Dengan langkah berat, Aku kembali ke kamar Jennie, Jennie masih terbaring lemah di ranjangnya. Melihat ranjang itu pikiranku jadi tidak fokus, ranjang yang di idam-idamkan Kai, Kai sering membayangkan bisa melakukan threesome denganku dan Jennie.
Lagi-lagi aku jadi tenggelam dengan nasibku. Aku selalu meratapi nasibku yang tidak pernah berakhir bahagia dengan pria.
"Amber, kok aku perhatikan, akhir-akhir ini kau sering ngelamun? Ada masalah apa? Ceritalah padaku", suara lembut Jennie menyentakku dari kelebatan-kelebatan kenanganku dengan kekasihnya.
Aku merenungkan diriku, dirinya dan Kai. Aku tidak mungkin mengatakan hal sejujurnya padanya bahwa kami sering berhubungan seks di belakangnya sampai akhirnya aku mengandung anak dari pacar sahabatku.
"Aku rindu Los Angeles" jawabku getir. Berat sekali harus mendustainya.
Jennie duduk dan memelukku dengan erat. "Hmm..jangan tinggalkan aku",
Pelukan yang aku rasakan jadi terasa menyesakkan. Aku benar-benar menyesali apa yang aku perbuat dan akupun menangis di pelukannya.