Chereads / Last Hope! / Chapter 29 - BAGIAN 29

Chapter 29 - BAGIAN 29

Valerie memoleskan make up kewajahnya dengan sangat hati hati dan dengan penuh perasaan. Ia tidak terlalu paham dengan urutan penggunaan make up yang benar sehingga ia hanya asal  memakai bedak dan lipstick pada bibir mungilnya. Rambutnya ia biarkan terurai sehingga harapannya nanti bisa menutup sedikit tubuh bagian atasnya.

"baiklah, aku siap" ucapnya kemudian turun menggunakan tangga dan menemui Axel yang sudah menunggunya didepan rumah sejak beberapa menit yang lalu.

"maaf jika aku terlalu lama" kata Valerie yang mampu mengalihkan pandangan Axel dari ponselnya.

Cantik.

Itu definisi yang tepat untuk Valerie saat ini. Ia terlihat seperti wanita dewasa.

Bahkan Axel tidak henti hentinya menatap Valerie sejak ia keluar dari rumah. Gadis itu perlahan jalan kearah Axel dengan sangat anggun.

"Kapan kita berangkat?" Tanya gadis ini membuyarkan imajinasi Axel sesaat.

"apa aku terlihat aneh? Aku akan ganti baju jika ini mengganggumu,tunggu sebent—" Axel langsung mencekal tangan Valerie ketika ia ingin kembali masuk.

"tidak usah. Kau hanya akan membuang buang waktu" sahut Axel. Mulut pria ini tidak mampu berkata kata. Lidahnya terasa kelu. Jauh didalam hatinya, ia menyukai Valerie dengan pakaian yang seperti ini, di tambah lagi dengan make up nya yang terlihat sangat natural membuatnya nampak seperti seorang putri.

"masuklah" ucap Axel membukakan pintu mobilnya.

Swingg~

Ketika Valerie melewatinya, angin berhembus pelan sehingga membawa aroma wangi parfumnya hingga kehidung Axel.

'baccarat' gumam Axel dalam hati.

* *

Tinn tinn tinnn

Axel berusaha mengklakson berulang ulang kali. Kendaraan yang berada didepannya tak kunjung bergerak sejak beberapa saat yang lalu. Lalu lintas sangat padat mengingat hari ini sedang ada acara festival dialun alun kota.

"Harusnya tadi kau tidak perlu lewat jalan sini" ucap Valerie

"Itu karena aku harus pergi kekantor pusat terlebih dahulu untuk meletakkan berkas" kata Axel tak mau kalah.

Sebenarnya itu hanyalah sebuah alasan agar Axel bisa berlama lama dimobil bersama Valerie. Namun ia tak menyangka jika jalanan menjadi padat dan ini membuatnya sedikit jengkel.

"Kita putar arah saja. Sepertinya ini akan memakan waktu lama. Nanti bisa bisa--"

"Tidak! Itu hanya akan membuang buang waktu. Kita sudah setengah jalan" potong Axel

Seperti biasa, aku hanya menganggukkan kepalaku saat menanggapi perkataannya, tak mau mengatakan apapun lebih lanjut.

Aku salah berbicara pada orang keras kepala seperti dia. Dia akan melakukan apapun sesuai dengan keinginannya. Masukan dari orang sepertiku tak mungkin didengar, kan?? Memangnya siapa aku??

Lebih baik aku tidur. Entah kenapa sedari tadi mataku tak bisa diajak bekerja sama. Rasa kantuk sudah mulai menghantuiku. Sepertinya dosis obat baru yang tadi diberikan lebih tinggi dari biasanya.

Ditambah dengan suasana sejuk begini. Bagaimana aku tidak terlena???

Lambat laun mataku mulai terpejam. Aku tertidur dan menjelah kealam bawah sadar.

Brukk!!!

Aku mendengar suara yang lumayan kencang dari balik tembok besar itu. Kakiku berjalan mendekat secara spontanitas.

Seorang anak kecil jatuh dari sepedanya karena menabrak tong sampah dipinggir jalan. Dia merintih kesakitan dan terus memegangi kedua lututnya yang berdarah.

"Astaga!!! Kau tidak apa apa, sayang??" Kataku berlari dan menghampirinya.

Dia terus menangis sesegukan. "Mari kubantu, --eh?" Aku langsung berhenti bicara ketika baru menyadari jika tubuhku berubah menjadi transparan.

"Apa yang terjadi padaku??? Hei nak..... Kau bisa dengar aku, kan??? Hei!!!!" Sekeras apapun aku berteriak, anak kecil didepanku ini tidak mendengarnya.

Aku tak bisa menyentuh benda apapun dan suaraku tak terdengar oleh siapapun. Sebenarnya dimana aku sekarang?? Apakah ini mimpi??

Suara tangisannya perlahan mulai mereda mengingat tak ada orang dewasa disekitar sini. "Sakit" rintihnya

Perasaanku sakit ketika melihat hal yang seperti ini. Aku ingin menolong, namun apa daya jika aku tak bisa melakukan apapun sama sekali?

Sudah 10 menit berlalu. Dia sudah tak menangis. Namun matanya masih sembab. Yang dilakukan anak kecil ini hanya memandangi lututnya dan sepedanya secara bergantian.

"Malangnya" ucapku

Tak selang beberapa saat kemudian, seorang anak perempuan melewati jalan setapak ini sendirian.

"Astaga!!! Apa yang terjadi padamu?" Tanya anak perempuan tersebut. Kuperhatikan, dia bergegas menolong.

"Maaf, sepedamu rusak gara gara aku. Bagaimana jika nanti kau dimarahi oleh kakakmu? M-maaf" anak laki laki itu kembali meneteskan air mata.

"mereka berteman atau  kakak beradik?" Tanyaku mengira

"Jangan pikirkan soal sepeda.. tetap disini, okay? Aku akan panggil bantuan"

Anak perempuan itu berlari meski caranya berjalan belum benar. Mungkin umurnya masih sekitar 5 atau 6 tahun jadi tak heran jika kedua kakinya masih begitu. Aishhh lucunya...

Tak menunggu waktu yang lama, dua orang pria dewasa datang bersama anak perempuan tersebut.

"Kau tidak apa apa??" Tanya salah satu dari mereka

"Y-ya.. tapi bagaimana dengan es krimnya?" Tanya anak laki laki itu sembari menunjuk kearah bungkusan plastik hitam yang tercecer disebelah tong sampah.

"Tak apa, nanti kita bisa membelinya lagi. Jangan pedulikan itu. Mari kita pulang dan balut lukamu"

"Maaf Lyn" ucap anak laki laki itu pada orang yang dipanggil Lyn.

Anak perempuan itu mengangguk. Ia berjalan kearah bungkusan tadi dan memungutnya untuk ditempatkan di tempat yang saharusnya, yaitu di tong sampah.

Perlahan aku mengikuti kemana arah mereka pergi. Mereka berjalan tak terlalu jauh dan memasuki sebuah rumah paling ujung.

"Rumah yang bagus" ucapku menelisik ke sekelilingnya.

"Kalau ayah tau pasti dia akan suka haha" kataku lagi.

Langkah demi langkah aku mulai memasuki pekarangannya yang tidak terlalu luas, namun cukup nyaman.

Didepan rumah ini, ada seekor anjing husky berwarna putih sedikit keabu - abuan. Mata kami bertemu. "Apa kau bisa merasakan keberadaanku?" Tanyaku asal. Aku sedikit terkejut ketika dia meresponku dengan gesturnya.

Sejenak aku bermain dengan anjing ini. Aku membelainya dan sesekali mengajak bermain. 'Apa hanya kau yang bisa melihatku' pikirku.

Tak mau berangsur lebih lama, aku berpamitan dengannya dan kembali mengintai 2 anak kecil tadi. Aku masih penasaran kepada mereka. Dari sekian banyak mimpi, kenapa harus kedua anak ini yang muncul?

Saat aku masuk kedalam rumah, aku sedikit dikejutkan dengan isi rumahnya. "Menakjubkan... apakah ini benar benar rumah??" sahutku ketika melihat banyak senjata api untuk berburu yang dipajang di salah satu dinding hingga penuh.

Aku kembali mencari cari keberadaan dua anak tadi hingga sampailah aku disebuah kamar salah satu dari mereka.

Kulihat keduanya saling terdiam dan tak mengucapkan kata apapun.

"Hiks..... Maafkan aku hikss Everly. Aku terlalu egois karena ingin makan es krim" ucap gadis kecil itu memecah keheningan. Ia mulai menangis disamping tempat tidur Everly.

"Ini bukan salahmu, Lyn. Tadi aku tidak melihat jika ada batu besar dijalan yang aku lewati. Aku sangat ceroboh" ucap anak laki laki yang usianya lebih tua beberapa tahun dari anak perempuan itu.

"Jangan menangis, oke? Kau akan terlihat jelek jika seperti itu" lanjutnya sembari mengusap air mata temannya ini.

"Tapi hikss kau begini hiks gara gara aku"

Everly kecil lantas memeluk Lyn untuk meredakan tangisannya. "Kau tidak salah apa apa, Lyn.. maaf ya aku tidak bisa membelikanmu es krim cokelat" ucap Everly

"Aku tidak akan memintanya lagi. Sekarang aku jadi benci dengan es krim cokelat" sahut Lyn

"Kenapa? Es krim rasa cokelat kan favoritmu sejak dulu. Kenapa tiba tiba jadi membencinya??" Tanya Everly penasaran

Lyn mengerucutkan bibirnya. Pipinya menggembung seperti ikan. "Kau tidak akan terluka jika bukan karena es krim cokelat sialan itu" sahut Lyn

"Heiii kau tidak boleh mengatakan hal itu. Siapa yang mengajarinya, huh?" Everly langsung menyadari ada kata kata yang tidak pantas untuk dikatakan oleh anak kecil seperti mereka.

"Kakakku yang mengajarkan. Memang apa artinya?" jawab Lyn polos

"Aku juga tidak tahu. Yang jelas kata kata itu punya arti yang buruk. Lain kali jangan pernah mengucapkan kalimat itu lagi, janji?" Ucap Everly sambil mengangkat jari kelingkingnya

Lyn sama sekali tak mengerti dengan arti gestur ini.

Kenapa Everly hanya mengangkat jari kelingkingnya? Kenapa tidak semuanya? Dia kan punya lima jari, pikir Lyn.

"Angkat jari kelingkingmu, Lyn" ucap Everly ketika melihat Lyn hanya diam saja.

"Ini artinya kita sudah berjanji dan tak akan mengingkarinya" lanjut Everly yang langsung menautkan jarinya dengan milik Lyn.

Lyn hanya mengangguk. "Kalau Lyn bilang kita akan menikah saat sudah dewasa nanti, apa bisa dilakukan dengan janji seperti ini?" Tanya Lyn

"Apa Everly ingin menikah dengan Lyn?" Tanyanya lagi