"Kenapa ada anak kecil disini?" Tanya nya pada Axel sembari melirik kearahku
A-anak kecil? Aku maksudnya??
Ck... yang benar saja. Itu sangat tidak sopan tau!! Siapa kau, huh? Aku yang duduk terlebih dulu disini, kau pergi saja sana. Dasar pengganggu.
"Abaikan saja dia... langsung saja kita bicarakan permasalahan kita, Dam" pungkas Axel yang langsung mengalihkan perhatiannya
"Makanlah makananmu nona, sebelum semuanya menjadi dingin. Jangan hiraukan keberadaan kami" ucap Willy berbisik didekat telingaku
Aku pun hanya mengangguk dan menurut saja. Sesuai katanya, aku melahap ini semua satu persatu. Tak peduli dengan watakku yang memalu malukan ini. Terserah juga dengan pandangan orang, yang penting perutku kenyang dan aku sudah membayar tagihanku.
Mungkin selama 30 menit mereka berbincang bincang, membicarakan hal yang tidak aku mengerti sama sekali. Bangunan, gedung, kuantitas atau semacamnya. Benar benar terlihat seperti seorang eksekutif saja.
Perlahan lahan piring mulai kosong. Perutku terasa begitu penuh, tapi anehnya mulutku tidak berhenti mengunyah. Apalagi saat ini aku memakai atasan crop, bukankah malah tambah kelihatan jika perut ini membesar?
Hidangan dimeja yang tersisa tinggal satu burger lagi. Dan burger itu tepat berada dihadapan Axel. Baru saja aku mau mengambilnya, tangan Axel sudah bergerak dan menahan burger itu agar tetap di depannya.
Matanya memang terfokuskan pada pembahasan yang dilakukan oleh teman yang satunya tadi, tapi kenapa tangannya bisa bergerak begini?
Axel pun menoleh kearahku, ia mendekatkan kepalanya dan berbisik
"Tinggalkan ini untukku, aku belum makan siang"
Sontak hal itu langsung membuatku melepaskan hidangan lezat itu. "B-baiklah jika kau menginginkan ini. Burger ini milikmu" kataku
"Akhirnyaa" kataku pelan, bernafas lega karena perutku sudah terisi penuh
Aku pun memperhatikan mereka dari atas sampai bawah. Workaholic sekali mereka sampai sampai di jam istirahat begini masih membicarakan tentang pekerjaan.
Tak ingin diam dan berlama lama disini, aku pun bersiap siap untuk beranjak dari tempat dudukku. Tapi tiba tiba saja tanganku langsung dicekal oleh Axel. Membuat semuanya terdiam dan melihat kearahku.
"Mau kemana kau?" Tanya Axel dengan wajah datarnya
"P-pulang" jawabku polos
"Duduk" titahnya
"Aku tak mau menganggu rapat kalian, toh aku bukan siapa siapa. Aku tak berguna disini" sanggahku cepat cepat.
"Tentu kau berguna. Cepat, duduk saja dan tunggu aku" ujar Axel
"B-baiklah" kataku. Sejenak aku mengedarkan pandanganku kearah kedua pria yang lain. Barang kali mereka keberatan dengan kehadiranku disini.
Willy nampak tersenyum lebar hingga memperlihatkan kelincinya, sepertinya dia oke oke saja. Sedangkan pria yang satunya menatapku dengan tatapan datar, tanpa ekspresi sama sekali. Sudah kuduga jika orang ini tak suka padaku.
Mau tak mau aku harus menunggu rapat mereka hingga selesai, benar benar melelahkan.
Sesekali aku membuka smartphone ku dan membuka menu yang ada. Aku bermain game, membaca komik hingga novel, menonton drama, bermain beberapa sosial media yang lain, bahkan menonton youtube, tapi mereka masih saja sibuk dengan urusan panjang ini.
Oh.. kapan ini akan selesai? Sudah 2 jam aku menunggu. Aku sudah bosan.. siapapun tolong sudahi pembicaraan kalian.
"Baiklah, kita sampai disini saja" ucap Willy mengakhirinya
"Ya, kurasa sudah cukup" timpa Axel membereskan beberapa kertas dimeja
Senyumku merekah. Akhirnya yang ditunggu tunggu sudah tiba.
"Tapi Xel, aku masih tidak paham dibagian pendataan yang ini" sahut teman yang satunya. Dia menyodorkan kertas yang berisi tabel dengan angka angka yang banyak.
Hei.. tolong jangan diteruskan, dasar kau ini. Makanya kalau ada rapat, perhatikan dengan benar, jangan hanya melamun; batinku pada orang tersebut.
"Oh.. kau bisa tanyakan itu pada Willy nanti. Dia yang akan kembali ke tempat proyek" kata Axel
"Apa sekarang Willy sudah menggantikan posisi tuan Scott?" Tanyanya.
"Ya, kurang lebih begitu. Tapi hanya sementara saja. Toh, aku juga punya pekerjaan yang lain" jawab Willy
"Kuantar kau pulang" kata Axel padaku. Aku tak menyahutinya, hanya mengekor dibelakangnya saja.
"Oh iya, Damian, tolong sortir lagi kayu dan bahan yang lainnya. Listnya akan ku kirim nanti lewat email" ucap Axel kemudian pergi.
Tak lupa, aku berpamitan pada keduanya sebelum pergi.
"Kau tak mau makan dulu?" Tanyaku padanya. Selagi kita masih berada di restaurant. Setidaknya kita bisa memesan lalu membungkus makanan itu. Soalnya sejak tadi aku hanya melihat dia meminum secangkir kopi hitam. Itu tak baik untuk lambung kan?
"Tidak, aku sudah punya burger" jawabnya sembari membukakan pintu untukku.
"Hanya itu saja? Memangnya kau kenyang?" Tanyaku tak percaya. Badan sebesar ini hanya makan burger sudah cukup? Yang benar saja.
"Tentu saja. Aku bukan babi sepertimu" jawabnya sinis.
Aku hanya mengerucutkan mulutku dan menyilangkan tangan didepan dadaku. Jadi menurutnya aku ini seperti babi?
Sementara itu, Willy dan Damian terus memperhatikan kepergian Axel dan Valerie hingga keduanya tak terlihat. Mereka sempat terkejut ketika melihat Axel yang membukakan pintu untuk gadis itu. Bahkan saat bersama Alice dulu pun Axel tak pernah memperlakukan hal manis begitu. Ini jadi pemandangan yang super langka bagi Damian maupun Willy.
"Sebenarnya siapa anak kecil itu?" Tanya Damian.
"Aku tak mengenalnya secara pasti, tapi aku yakin jika Axel sudah menceritakannya padamu" jawab Willy
"Kenapa kau bisa bicara begitu?" Sahut Damian
"Sejak aku kembali ke negara ini 1 setengah bulan yang lalu, aku merasa Axel punya 2 kepribadian. Awalnya dia terasa jutek seperti sebelumnya, tapi akhir akhir ini dia terlihat seperti orang yang berbeda" kata Willy
*Flashback beberapa jam yang lalu*
BRUKKkk!
Axel melemparkan beberapa lembar kertas pada seseorang di depannya. Keningnya berkerut, matanya melotot dan mulutnya selalu mengeluarkan kata kata pedas.
"Ini sulit dipercaya... apa kau pernah memperhatikan cara kerja mereka, nyonya? Bagaimana cara mereka menyusun material demi material atau bahkan saat mereka mengaduk campuran semen dan pasir?" Cibir Axel
"Maaf, tuan.. aku tak sempat karena aku sibuk memberikan arahan pada pekerja baru" balasnya sembari menunduk
"Aku mempercayakan semua padamu karena aku percaya bahwa kau adalah orang yang selalu bisa diandalkan dalam keadaan apapun nyonya Rosse. Tapi tak kusangka masalah sepele seperti ini justru tidak kau perhatikan sama sekali. Pantas saja proyek ini berjalan lebih lambat dari waktu yang sudah ditentukan" lanjut Axel
Tanpa memberi salam, Willy datang dan mendekati mereka. "Sudah sudah.. ini hanya masalah sepele, Xel. Selagi belum masih bisa diperbaiki, kita perbaiki mulai dari sekarang. Jangan terus terusan menyalahkan nyonya Rose, toh kau juga yang salah karena semua pekerjaan kau timpakan padanya" sahut Willy.
Axel tak bergeming, tak mendengarkan apapun perkataan Willy. Menurutnya ini sudah sepadan dengan kesanggupan nyonya Rose itu sendiri dan juga gaji yang ia terima. Tak masalahkan jika bos selalu menuntut target pada karyawannya?
"Kau boleh pergi. Kita bicarakan ini nanti saat kepalaku sudah dingin" sahut Axel.
"Baik tuan, saya minta maaf atas kejadian kali ini. Selanjutnya saya pastikan tidak akan mengulanginya kembali. Kalau begitu saya permisi dulu, selamat siang" ucap wanita cantik ini kemudian pamit.
"Ada apa denganmu, huh? Kenapa sikapmu tak pernah berubah" tanya Willy sambil tersenyum
"Ini bukan urusanmu, Wil. Kenapa kau datang sendiri? dimana Damian?"
"Dia tak ingin disini. Terlalu berisik dan banyak orang" sahut Willy
Axel mengedarkan pandangannya ke hamparan tempat yang luas ini. "Ya, aku setuju. Mungkin proyek bukanlah tempat yang cocok untuk memulai rapat" ucap Axel
* * *
Setelah melepas semua APD yang terpasang ditubuh mereka, Axel langsung mengeluarkan smartphonenya dan mencari nomor Damian.
"Sudah sampai mana kau?" Tanya Axel begitu Damian mengangkat teleponnya.
"...sebentar lagi aku sampai. Kau cari tempat saja. Nanti aku menyusul" sahutnya dari sebrang sana
Tanpa mengucap salam, Axel langsung mematikan sambungan teleponnya. Ia menatap Willy yang tengah berteduh di bawah pohon yang besar ini.
"Damian bilang kita harus mencari tempat. Tapi aku tak terlalu hafal dengan jalanan sini" ucap Axel
"Lalu kau pikir aku tau?" Sahut Willy
"Ck! Dasar tak berguna" cibir Axel
Sepasang mata hazel itu pun terus memandangi daerah sekitar, mencoba mencari tempat yang enak dan nyaman. Namun tiba tiba saja ia menangkap pemandangan aneh, sesosok yang ia kenal tengah berjalan dan memasuki sebuah ruko tak jauh dari mereka berdiri.
"Kenapa dia ada disini?" Gumam Axel yang terdengar sampai ke telinga Willy
"Dia siapa?"
"Ayo ikuti aku" kata Axel berjalan mendahului Willy demi mengejar kemana arah tujuan orang tadi.
Tringg. Bel pintu berbunyi tatkala pintu terbuka. Axel pun langsung mengedarkan pandangannya keseluruh sudut ruangan yang ada.
Dari pertama masuk, mereka sudah disapa oleh pegawai disana. "Meja yang tersisa hanya meja nomor 4 dan 8. Kalau boleh saya tau, anda butuh meja untuk berapa orang atau sudah reservasi sebelumnya?" Tanya salah satu pegawai disana.
"Ah belum. Kami belum reservasi, tolong untuk 3 orang ya" sahut Willy
"Baiklah, kami akan tempatkan anda dimeja nomor 4. Untuk menunya mau dipesan sekarang atau---"
"T-tidak. Kami tak butuh itu. Kami sudah punya tempat, terima kasih" sahut Axel lalu berjalan kedepan
"Ah maaf ya" ucap Willy pada pegawai tersebut.
'Siapa sih orang yang dilihat Axel? Sampai segitunya' batin Willy. Ia mengekor dibelakang saudaranya ini dengan sikap malas dan tak bertenaga.
Sampai pada akhirnya Axel berhenti tepat didepan meja seorang gadis dengan sajian makanan penuh diatas mejanya.
'Oh.. bukankah dia yang kutabrak kemarin?' Pikir Willy ketika melihat gadis itu.
"Hai" sapa Willy mendadak bersemangat
*flashback end*
"Kau yakin jika Axel tak mengatakan apapun tentang gadis itu?" Willy penasaran karena merasa ada yang tidak beres.
"Coba aku ingat ingat lagi. Soal perempuan ya?" Damian memejamkan matanya, berharap ia bisa mengingat tentang hal tersebut.
"Ah benar. Aku tahu dia!!! Aku ingat sekarang!!"