Seorang pria dengan setelan jas hitam-putih memasuki sebuah ruangan diikuti oleh beberapa orang lain dengan pakaian yang mirip. Sebuah rapat mingguan dilakukan di tempat ini.
Dengan penuh wibawa, ia menuntun orang orang agar perusahaannnya berjalan sesuai dengan keinginan.
"Rapat selesai" pungkasnya ketika durasi waktu sudah 1 jam lebih.
Ia pun keluar dari ruangan itu dan berjalan menjauh dari kerumunan.
"Tuan Damian" panggil seseorang.
Damian pun menoleh kebelakang. Dilihatnya seorang wanita tengah mengejar langkahnya yang sudah terlalu jauh.
"Nyonya Alberhart sudah menunggu anda sejak tadi" ucapnya
"Mama? Tumben sekali dia datang kemari" Tanya Damian bingung
Diikutinya wanita itu hingga sampai keruangan kerjanya. "Mama menunggu disini? Diruanganku??" Tanya Damian
Wanita itu mengangguk ketika menjawab pertanyaan dari atasannya itu.
Ini adalah hal yang paling membingungkan. Sudah lama sekali nyonya Alberhart datang keruangan ini sejak suaminya meninggal beberapa tahun yang lalu.
Perlahan Damian membuka pintu ruangannya. "Mama?" Panggilnya
Wanita cantik paruh baya tersebut menoleh. "Kau sudah datang?"
"Emm ya... ada urusan apa mama datang kemari?" Tanya Damian
"Mama hanya ingin bernostalgia sebentar. Apa kau terganggu dengan kehadiran mama?"
"Emm tentu tidak. Nikmatilah waktumu dan gunakan ruangan ini senyaman mungkin. Aku akan diam ditempat dudukku" ucapnya sembari duduk dikursi kebanggannya.
Beberapa saat suasana menjadi tenang dan sepi. Ibu dan anak ini saling diam satu sama lain, sibuk dengan urusan masing masing.
"Tempo hari aku bertemu dengan paman Robert" ucap Damian memulai percakapan dan memecah keheningan yang menyelimuti keduanya.
"Benarkah? Dimana? Bukankah dia ada diluar negeri?" Tanya nyonya Alberhart
"Aku bertemu dipesta milik temanku.... Kami sempat mengobrol sebentar. . . . Dia bilang dia berduka atas kematian papa" jawab Damian
"Lain kali aku harus menemuinya sendiri" ucap Nyonya Alberhart
"Aku sudah mengundangnya kesini. Tapi ia tidak datang. Bahkan sampai sekarang" lanjut Damian
"Hhhh dasar pria itu. Sifatnya tidak berubah.... Masih saja seperti dulu"
"Oh iya, Damian.... Kudengar sesuatu terjadi pada keluarga Jordan" lanjut wanita itu
Damian tak bergeming. Ia paham dengan arah pembicaraan ini.
Ternyata rumor berkembang sangat cepat, menyebar seperti penyakit. Iya kan?
"Anaknya Jordan adalah temanmu kan?" Tanya nyonya Alberhart
"Ya"
"Apa yang terjadi? Kenapa dia membatalkan pertunangan, bukankah tahun ini mereka akan menikah?"
"Aku tidak tahu ma.. mama tanya sendiri saja pada orangnya. Aku tidak mau ikut campur urusan orang lain meski dia temanku" jawab Damian
"Hhhhh baiklah. Akan kutanya sendiri pada orangnya" Nyonya Alberhart berdiri dari duduknya, berniat untuk pergi.
"Mama hanya akan membicarakan hal itu?" Tanya Damian menghentikan langkah ibunya sesaat.
"Ya. Karena aku penasaran" jawabnya ringan
Damian hanya melongo. Bertahun tahun tak datang keperusahaan mendiang suaminya, sekali datang hanya bertanya mengenai rumor milik orang lain. Sungguh tak berfaedah sekali kunjungan mamanya kali ini.
* * * * *
Valerie menghentak hentakkan kakinya ketanah. Saat ini ia sedang berada di taman besar milik rumah sakit. Kebiasaannya yang selalu datang 1 jam sebelum pemeriksaan dimulai.
Ia merasa kesal sekaligus senang. Alasannya karena pria tadi. Kata kata orang itu masih terngiang ngiang dengan jelas di benak gadis ini.
Axel selalu mengucapkan kalimat yang mempunyai arti yang banyak. Penjabaran kata yang bisa bermakna positif atau malah sebaliknya.
"Arrrghhh" teriak gadis itu
Meski banyak pasang mata yang memandangnya aneh, ia tak peduli. Hatinya sedang dilanda dilema dan ia tidak terima karena ia tidak bisa mengartikan perasaannya sendiri.
Apakah ini rasa suka, mengagumi atau hanya obsesi belaka??
"Bagaimana ini??? Apa yang terjadi padakuu??? Aku tak boleh seperti ini" Pekiknya sambil mondar mandir kesana dan kemari.
"Bukankah sebaiknya aku tanyakan saja padanya?? ....tidak! Aku sudah tanyakan itu dan jawaban yang ia berikan sama sekali tak masuk akal..."
"....lalu, aku harus bagaimana sekarangg!!!!" Valerie kembali berteriak.
"Berisik!!" Sahut seseorang.
Suara berat itu mengalihkan pikirannya sedikit. Siapa yang bicara?
Dilihatnya kekanan dan kekiri, namun tak ada siapapun disini selain dirinya. Orang orang yang mengunjungi taman ini berada dalam jarak yang jauh dari tempatnya berdiri. Sedangkan suara tadi terdengar sangat jelas.
"Siapa kau??" Tanya Valerie
'Tak ada orang disini. . . Apa jangan jangan dia....?' Batin Valerie
Tiba tiba Valerie menutup mulutnya menggunakan kedua tangan, tak percaya dengan pikirannya kali ini. "apa kau panggilan jiwaku?"
'Ya, aku kan sedang bimbang. Bisa jadi dia panggilan jiwaku kan?? Aku tahu itu. Dia pasti akan membantuku menyelesaikan masalah. Tapi, kenapa suaranya terdengar seperti laki laki? Apa sebenarnya aku ini seorang pria yang terjebak dalam tubuh seorang gadis kecil??' pikir Valerie
"Halo. . . panggilan jiwa??? Apa kau masih disana?? Tolong jawab aku" Panggil Valerie lagi karena tak ada jawaban dari pertanyaannya tadi.
Srekk srekk
Tiba tiba saja suara dedaunan kering yang bergesekan diantara semak semak dibelakangnya sedikit mengejutkan baginya. Dengan sedikit keberanian, Valerie berniat untuk mengintip apa yang ada dibaliknya.
Belum sempat ia melangkahkan kakinya, tak lama kemudian seseorang muncul dibaliknya.
"Ck! Panggilan jiwa apanya..."
"..gara gara kau aku jadi terbangun.." sahutnya sembari merapihkan bajunya dari debu tanah yang menempel.
'Kenapa dia disitu?' Batin Valerie ketika memandang orang itu.
"D-dokter? Apa yang dokter lakukan disitu?" Tanya Valerie gugup
"Bukankah sudah jelas? Aku sedang istirahat" jawabnya singkat
"A-apa aku mengganggu? Maafkan aku dok, aku akan segera pergi... nikmatilah waktu istirahatmu"
Dia hanya melirik kearah Valerie sesaat, kemudian pergi meninggalkan gadis itu sendiri.
"Aku sudah selesai" ucapnya dingin.
"Uh! Arogan sekali. Dia sama sekali tidak pantas untuk profesi itu" sahut Valerie sambil memandanginya.
* *
"Kau cantik seperti biasa suster" sapaku pada orang yang berada di meja resepsionis.
"Oh, hai Val.. kau sudah disini??" Balasnya dengan penuh senyuman
"Emm suster Anna, apa dokter Liam ada diruangannya?" Tanyaku
Dia melihatku dengan tatapan bingung. "Dokter Liam?" Tanyanya memastikan
"Ya" jawabku
"coba ku lihat dulu. seharian ini aku sama sekali tidak melihat batang hidungnya" ucapnya
Kemudian wanita ini membolak balikkan kertas didepannya, seperti sedang mengecek sesuatu. "Dokter Liam hari ini libur, Val" balasnya sembari memperlihatkan jadwal dokter yang bertugas hari ini.
"Libur???" Pekikku tak percaya
"Lalu dengan siapa aku periksa sekarang?? Aku tak mungkin salah jadwal kan?" Aku segera mengecek jadwal milikku sendiri.
"Tidak, aku tidak salah lihat jadwal" kataku sendiri
Suster Anna tersenyum ketika melihatku. Kini matanya beralih kelayar komputer di depannya. "Kau memang ada jadwal hari ini, tapi bukan dengan dokter Liam" sahutnya
"Lalu dengan siapa?"
Dia bergeleng, "entahlah, tak ada nama yang tertera disini" jawabnya.
"Kau masuk saja keruangan dokter Liam. Aku yakin dia sudah ada disana" ucapnya
Ah ya. . Lebih baik aku memastikan sendiri. Semoga saja bukan dokter Felix. Dia kejam. Aku masih ingat ketika dia menyuntikku, semua badanku bengkak karena dia terus terusan tak bisa menemukan pembuluh darah milikku.
"Baiklah, terima kasih suster anna. Oh iya, aku ada bingkisan untukmu" ucapku sembari memberikan sebuah kotak berisikan kue yang tadi sempat kubeli.
"Ahaha, terima kasih. . Lain kali kau tidak perlu repot repot Val" ucapnya
"Kalau begitu aku pergi dulu, sampai jumpa suster" sahutku kemudian meninggalkannya.
'Suster anna sangat cantik, tapi kenapa diumurnya sekarang dia tidak cepat cepat menikah? Em, apa ada seseorang yang dia tunggu? Kalau dipikir pikir kami tak pernah membicarakan perihal percintaan' pikirku.
Aku terus berjalan menyusuri lorong ini hingga sampai ke tempat yang kutuju.
Tanpa basa basi lagi, kubuka pintu itu dan masuk seperti biasa.
"Ruangan ini sepi. Huh, padahal suster anna tadi bilang kalau akan ada dokter yang menunggu disini" ucapku sedikit kecewa.
Selang beberapa saat kemudian, seseorang juga memasuki ruangan.
"Duduklah" titahnya.
Ia kemudian berjalan mendahului langkahku.
Aku hanya terdiam ditempat. Apa dia bicara padaku?
"Kau tak mau duduk?" Tanyanya.
"Huh? A-aku?"
"Siapa lagi kalau bukan kau" sahutnya dengan nada datar.
J-jadi dokter yang akan memeriksaku hari ini adalah dokter Roey??
Aku membelalakan mataku selebar mungkin. Ternyata perkataan suster anna tadi ada benarnya. Dia bilang seorang dokter akan menungguku disini kan? Aku baru ingat jika dokter Liam dan dokter Roey saling berbagi ruangan.
"Duduklah, biar kuperiksa" ucapnya lagi
Dengan tatapan tajam menusuk seperti itu bisa bisa tekanan jantungku meningkat. Apa dia ingin balas dendam karena aku tadi sempat membangunkan tidurnya?? Bagaimana ini??