July, 1. 2020
10.00 am -Kediaman keluarga Verheaven.
Valerie duduk manis di sofa yang sudah disediakan. Ia bingung harus melakukan apa karena ini adalah permasalahan keluarga dan ia merasa ia tidak berhak untuk ikut campur hal tersebut.
Dirinya tidak menyangka jika Axel benar - benar membawanya kerumah kediaman Verheaven.
Ini terlalu cepat bukan? Valerie bahkan belum sempat menyiapkan apapun. Ditambah lagi ia di tinggal sendirian di ruang tamu sebesar ini.
Axel bilang hanya akan menyelesaikan masalah sebentar dengan ayahnya serta mengambil beberapa dokumen pekerjaan. Namun orang itu sangat lama perginya.
Valerie menarik nafas dalam dalam kemudian menghembuskannya secara perlahan. Mencoba untuk merilekskan semua pikirannya.
Ia kemudian memandang ke semua sudut ditempat ini. Ruangan yang sangat rapih dengan konsep putih gading disemua tempat. Sebisa mungkin ia alihkan pikirannya ke hal - hal positif, kan? misalnya saja dengan mengamati lukisan atau foto yang terpajang.
"Maaf sudah membuatmu menunggu" ucap seorang wanita cantik sembari membawa dua cangkir teh diatas nampan.
'Ah cantiknya' batin Valerie terkagum sesaat.
Valerie hanya mengangguk dan tak tau harus bereaksi apa. Ia ingat bahwa wanita di depannya ini adalah ibunda dari Axel.
"Kita belum sempat berkenalan waktu itu, Maxie. . . . . Perkenalkan, Aku maggie" dia mengulurkan tangannya
"M-Maxie? Ah~ Sebenarnya namaku Valerie dan bukan Maxie" ucap Valerie mengulurkan tangan yang sama. Tak ia sangka jika Maggie mengingat nama samarannya waktu itu.
Valerie tersenyum kikuk setelah menyudahi acara perkenalan itu. Maggie pun juga sepertinya bingung harus melakukan apa. Mereka saling diam untuk beberapa saat.
"Maaf sudah membuat kekacauan waktu itu. Aku tak bermaksud melukai siapapun" ucap Valerie membuka percakapan antara mereka.
Maggie mengambil cangkir teh miliknya, meminumnya sedikit dan mengembalikan ketempat semula.
"Ya, aku sudah dengar semua. Itu bukan sepenuhnya salahmu" balasnya
'Semua? Apa yang dia dengar? Apa aku langsung ketahuan begitu saja?' Batin Valerie khawatir.
"Ku dengar Alice yang memulai masalah ini. Tak kusangka dia akan mengkhianati kepercayaanku selama ini" ucapnya
Valerie tak mengatakan apapun. Ia hanya mendengar ucapan yang dilontarkan Maggie tentang orang yang bernama Alice itu.
Sebagai sesama wanita, Ia paham betul dengan perasaan Maggie. Merasa dikhianati itu bukanlah sesuatu hal yang sepele. Apalagi Maggie sudah menganggap Alice sebagai anaknya.
"Jadi Axel menceritakan semuanya padamu?" Tanya Valerie
"Tidak, bukan Axel. Dia tidak mungkin mau berterus terang padaku. . Melainkan Alice. Dia yang menceritakan sendiri" jawab Maggie
"L-lalu?"
"Dia bilang dia menyesal melakukan perbuatan itu dan ingin memperbaiki hubungannya dengan Axel. Memulai kembali semuanya dari nol"
Harusnya ini sebuah berita yang bagus. Tapi entah kenapa perasaan Valerie sedikit tidak enak mendengar hal itu.
Maggie menyelam jauh ke dalam mata Valerie. Melihat ada tidaknya keseriusan tentang Valerie.
"Bagaimana jika Alice meminta agar Axel kembali kesisinya. Apa yang akan kau lakukan?" Tanya Maggie
Valerie diam, memberi jeda untuk membalas percakapannya. Ini hanya pura - pura. Tapi rasanya pertanyaan itu seolah memang ditunjukan untuk dirinya. Dia merasa terpojok.
"I-itu.."
"Sudah ku bilang untuk tidak menganggu Valerie, kan Mom?" Kata Axel memotong kalimat Valerie. Tiba - tiba dia datang dengan beberapa kertas ditangannya.
"Jangan katakan sesuatu hal mengenai Alice lagi. Kalau pun dia mengemis dan berlutut padaku, aku tak kan terpengaruh Mom. Aku sudah punya Valerie" ucap Axel dengan tegas.
"Aku tak mengganggunya sama sekali. Aku hanya mengatakan apa yang Alice sampaikan padanya. Dia tau bahwa Valerie pasti akan datang menemuiku" sahut Maggie.
"Valerie, berdiri. Ayo kita pergi dari sini" ucap Axel. Ia kemudian menggenggam tangan Valerie dan mengajaknya pergi.
"...T-tunggu Xel.." kata Valerie berhenti.
Ia memberikan sebuah kotak berwarna merah muda yang sudah ia persiapkan sejak tadi di hadapan Maggie. "Aku membuatkanmu kue ini. Semoga kau suka, Maggie" ucap Valerie
"Ah mengenai pertanyaan tadi tentang apa yang akan aku lakukan. . . . Aku akan tetap mempertahankan apa yang sudah menjadi milikku. . . . ."
".... aku pamit dulu.. Sampai jumpa, Maggie"
Valerie kemudian beranjak pergi bersama Axel. Kata kata tadi terucap begitu saja di mulut Valerie.
* *
"Apa tadi kau kesulitan?" Tanya Axel ketika mereka berada didalam mobil.
"Ya, tentu. Maggie sepertinya masih belum bisa menerimanya. Aku maklumi itu" jawab Valerie.
"Apa masalahmu dengan ayahmu sudah selesai?" Lanjutnya
Axel berdehem, sebagai jawaban untuk 'iya' atas pertanyaan Valerie.
Sesaat ia kembali fokus mengemudi. Sesekali juga ia melirik kearah Valerie yang sejak tadi terus mengalihkan pandangannya keluar jendela.
Valerie nampak cantik dari sini. Kaca jendela yang terbuka membuat rambutnya berterbangan. Matanya terpejam dan merasakan angin yang menerpa wajahnya.
"Apakah itu artinya urusan kita sudah selesai?" Tanya Valerie lagi
"Belum"
Gadis itu langsung menoleh kearah Axel, membulatkan matanya seakan tidak terima. "Kenapa?"
"Aku belum mengatakan hal yang sebenarnya tentang dirimu pada mereka. Lagi pula kau tadi bilang pada mama ku jika kau akan mempertahankan milikmu kan?"
Valerie tak mengatakan apapun. Ia tak menyangkalnya sama sekali. Itu memang kata kata yang ia ucapkan tadi, kan?
"Tapi itu hanya berpura pura, Xel"
"Kalau begitu terus lanjutkan. Meski hanya berpura pura, statusku sekarang adalah milikmu dan mulai sekarang kau adalah milikku" sahut Axel
Gadis itu lagi lagi menerjapkan matanya berulang kali.
Ia tidak salah dengarkan?
Wajah Axel terlihat sangat serius. "Lalu sampai kapan kita akan begini?" Sahut Valerie
"Saat situasi sudah mereda, aku akan segera menyelesaikannya"
Suasana mendadak hening. Selama beberapa menit, belum ada yang memulai percakapan lagi. Mereka kalut dengan pikiran masing masing.
"Ini bukan jalan kerumahku" ucap Valerie yang menyadari adanya kejanggalan.
"Maaf. Kita pergi kekantorku sebentar" balas Axel santai.
Valerie melirik kearah Axel dengan tatapan tidak suka.
'Dia selalu melakukan hal seenaknya sendiri' gumam Valerie dalam hati.
* * * * *
"Kau yakin akan menunggu disana?" Tanya Axel kesekian kalinya
Valerie mengangguk. Ia tidak mau jika harus mengekor kemanapun Axel pergi. Alhasil ia lebih memilih menunggu di restaurant sembari menikmati minuman segar dan beberapa makanan.
"Baiklah, aku akan kembali secepatnya. Pakai saja kartu ini, pesanlah sesukamu" ucap Axel memberikan sebuah akses berupa kartu VIP hotel.
Ketika Valerie sibuk mengamati kartu ini, dalam sekejap Axel hilang dari pandangan saat ia ingin mengucapkan terima kasih.
Valerie pun kemudian memasuki area restaurant. Para pengunjung memadati tempat ini. Untungnya masih ada satu meja yang tersisa. Segera Valerie mempercepat langkahnya dan duduk di meja tersebut.
Pelayan pun menghampirinya, menanyakan makanan apa yang akan dipesan.
"Aku ingin ini dan ini. Dan membayarnya dengan ini. . ." ucap Valerie menunjuk beberapa pilihan menu dan memberikan kartu tadi pada pelayan tersebut.
"Um~ tolong potongkan dagingnya kecil - kecil untukku"
Tak menunggu waktu yang lama, sepiring steak dan segelas lemon tersaji diatas meja.
"Ini kartu anda" ucap pelayan tersebut mengembalikan kartu tadi
"Terima kasih"
Tanpa basa basi lagi, Valerie langsung menyantap makanan yang ada
"enaknya~"
Tenderloin memang tak ada duanya. Dagingnya yang empuk dan juga bumbunya yang begitu terasa dilidah.
Tak membutuhkan waktu yang lama, Valerie sudah menghabiskan semuanya.
Tiba tiba saja pelayan tadi kembali dan memberikan sepiring dessert berupa sepotong kue cokelat. "Maaf, aku tidak memesan ini" ucap Valerie bingung.
"Itu dari saya, nona"
Valerie langsung membalikkan badannya, mendapati Nick sedang berdiri di belakangnya.
"Oh, hai tuan Nick" sapa Valerie
"Ini sebagai perminta maafan ku waktu itu" ucapnya
"....padahal aku sudah lupa haha..... kalau begitu terima kasih, tuan Nick"
Nick hanya tersenyum seperti biasa. "Silahkan nikmati makanan anda, saya akan kembali berkeliling nona"
"Baiklah tuan Nick, sampai jumpa" sahut Valerie.
Tak lama kemudian tiba tiba saja seseorang menghampiri meja Valerie.
"Semua meja penuh. Apakah aku boleh bergabung disini, nona?"