Suara musik klasik mengalun indah diseluruh ruangan. Sebuah Cafe dengan tema retro 90an menjadi incaran banyak kalangan remaja akhir akhir ini. Banyak muda mudi berkunjung walau hanya memesan minuman. Tak sedikit pula yang berfoto disetiap sudut tempat ini karena memang banyak spot yang menarik untuk diambil.
Axel melangkahkan kakinya masuk. Walau hanya memakai kaos dan celana pendek, ia masih terlihat menarik. Rambut yang biasa ia sisir kebelakang, ia biarkan terurai sehingga lebih terlihat seperti mempunyai poni.
Tampilan begini justru membuatnya nampak seperti remaja berusia belasan tahun. Buktinya banyak para wanita yang mencuri - curi pandang padanya sejak ia datang ketempat ini.
"Kau sudah disini?" Tanya Axel yang melihat Roey sudah duduk sembari menikmati kopi miliknya. Roey mengangguk dan kembali meneguk minumannya.
"Kau terlihat kesal" sahut Damian yang membawa makanan dengan nampan ditangannya. Jangan heran. Cafe ini adalah miliknya. Sebagai pengusaha, ia harus mempunyai pemasukan cadangan yang lain kan?
"Ya. Aku baru saja dikata katai oleh anak kecil" balas Axel masih mengingat kejadian tadi siang.
"Di kata - katai bagaimana maksudmu?" Tanya Damian bingung.
"Dia bilang aku seperti orang tua yang kolot" desis Axel
Sontak kalimat itu membuat perut Damian sedikit tergelitik. "Benarkah? Berani sekali dia hahaha" ucapnya terdengar mengejek.
"Hei, Apa kalian tau apa itu paramore?" Tanya nya dengan wajah serius.
Baik Roey maupun Damian, keduanya mengangguk.
"Roey sering memutarnya dulu semasa kita masih sering berkumpul dirumahnya. Bahkan dia memutar lagu yang sama setiap kita datang. Bukankah kau pernah memarahinya karena itu? Kau bilang gendang telingamu sampai sakit. . . Kau tidak ingat?" Jawab Damian yang membuat Axel harus mengingat kejadian jaman dulu.
"Ah. . . yang itu. . . Ya, aku ingat" ucapnya sembari mengangguk - angguk sendiri.
"Tapi Roey, apa judul lagu itu?" Tanya Axel lagi
Roey pun nampak berpikir. Banyak lagu yang ia putar dulu. Bahkan hampir 12 jam ia mainkan tanpa henti. "Lagu yang paling sering kuputar ya?? Um~ coba kuingat ingat lagi.... kalau tidak salah still into you dan ain't it fun. Kenapa?"
"Baiklah, akan ku ingat judul itu"
"Untuk apa?" Tanya Damian yang makin penasaran dengan tingkah laku Axel yang sedikit mencurigakan ini.
"Tidak apa - apa. Oh ya, omong omong bagaimana dengan kepindahanmu dirumah sakit yang baru?" Axel bergegas mengalihkan perhatian dengan membicarakan hal lain.
"Tidak ada yang menarik" sahut Roey
"Kudengar dari sepupuku yang bekerja disana, para susternya cantik dan baik hati. Apa rumor itu benar?" Tanya Damian
"Ya. Mereka selalu memberiku bekal makan siang yang mereka bawa. Alasannya karena mereka masak makanan berlebih dan ingin membaginya padaku" jawab Roey seolah tak peduli.
Mereka bertiga lantas membicarakan topik seputar kehidupan mereka sampai larut malam.
Ketika pria berkumpul bersama, mereka pasti akan saling bercanda dan mentertawakan. Bahkan untuk urusan bisnis dan lainnya rela dikesampingkan untuk sementara. Pertemanan antar pria adalah simbol persahabatan yang sesungguhnya.
* * * * * *
Hari silih berganti. Tak terasa satu minggu sudah terlewati dengan penuh kegiatan yang melelahkan.
Tak seperti biasa, siang ini jalanan sangat padat. Tak peduli terik matahari yang akan membakar kulit mereka hingga gosong, orang orang tetap keluar rumah menggunakan pakaian tipis serta terbuka. Mereka memadati trotoar disetiap sisi.
Akhir pekan memang selalu seperti ini kan?
Valerie turut berjalan menelusuri tapak kaki orang orang. Tanpa arah dan tujuan. Ia hanya asal mengikuti kemana langkah kakinya akan membawanya pergi.
Ini lebih menyenangkan daripada berdiam diri dirumah dan tidak melakukan apa - apa.
Sesekali mata Valerie dimanjakan dengan pernak pernik yang dijual dipinggir jalan. Begitu cantik dan membuat hati ingin membelinya. Namun apa daya? Aksesoris Valerie sudah banyak dirumah.
Meski begitu, tangannya tetap aktif dengan meraba setiap barang disana. "woahh... jepit yang indah" pekik Valerie ketika melihat sebuah jepit rambut dengan tempelan mahkota berwarna putih.
"Aih.. tidak. Bibi Zoey pasti akan mengomel" katanya bergegas mengembalikan barang itu ketempat semula.
Ia kemudian melihat satu barang yang tak asing. Sebuah benda yang terbuat dari kayu dan berbentuk lingkaran. Ada 3 helai bulu yang tergantung. Tepat ditengah tengah lingkaran, terdapat sebuah bintang kecil yang terikat dan digantung.
"Itu namanya dream charter" ucap seorang wanita yang diduga sebagai bibi penjual. Namun penampilannya agak aneh, tak seperti penjual disisi kanan dan kirinya. Meski beliau sudah sedikit tua, namun pakaiannya masih terlihat sangat modis.
"Sejak diujung jalan tadi, aku selalu menemukan benda ini" sahut Valerie
"Tentu. Benda ini sangat laris beberapa minggu terakhir"
"Kenapa begitu?"
"Benda ini mempunyai kekuatan magis, menangkal hawa negatif saat kita tidur. . . . Jika kau kesulitan tidur atau mungkin sering bermimpi buruk, cobalah menggunakan benda ini" katanya
"Benarkah??? Tapi benda ini terlihat biasa biasa saja" pungkas Valerie
"Sesuatu yang istimewa tidak akan memperlihatkan jika dirinya istimewa, sayang" bibi penjual itu tersenyum.
Entah ini penipuan atau trik marketing macam apa, yang jelas Valerie merasa ingin memilikinya.
"Berapa harganya?"
"Kuberi kau harga spesial.. 300 ribu, bagaimana?" balasnya
"Apa??? Mahal sekali... tidak bisa lebih murah sedikit ya?" Valerie sedikit kecewa
"Tidak. Itu sudah harga pasarannya"
Valerie mengerucutkan mulutnya. Sebal.
Kenapa semua penjual pasti mempunyai kata - kata sakral itu? Harga pasaran lah, tidak dapat keuntungan kalau potong harga lah, dan alasan macam macam.
"Maaf bi, aku tak punya uang sebanyak itu. Lebih baik aku membeli barang lainnya. Dengan uang 300 ribu, aku bisa mendapat 4 ember ayam di toko ujung jalan ini" ucap gadis itu.
"T-tunggu! Apa kau tidak ingin menawar?" Cegah bibi penjual ketika Valerie mulai meninggalkan dagangannya.
"Tidak bi, mungkin lain kali. Sampai jumpa" sahutnya
"350 ribu untuk dreamcharter yang ini, bagaimana?" Tawarnya
"Tidak. Akan ku belanjakan semua uangku dengan ayam saja, bi. Aku pasti akan kenyang"
"Kalau begitu, bagaimana dengan ini?" Bibi penjual itu terlihat mengeluarkan sebuah kotak hitam beludru yang isinya terdapat 2 dream charter yang mempunyai warna berbeda, yakni warna coklat susu dan putih gading.
"Ini sebuah pasangan dreamcharter. Kalau kau punya pasangan, mimpi kalian akan saling terhubung tapi kalau kau berikan ini pada sahabatmu, maka pertemanan kalian akan berlangsung lama" ucap bibi itu terlihat sangat serius
Valerie hanya melongo. 'masih ada orang yang percaya hal hal begituan ternyata' batinnya.
"Bagaimana, apa kau tertarik? Benda ini hanya kutawarkan pada mereka yang mempunyai harapan" Tanya bibi penjual itu
"Tidak bi. Sayang sekali aku tidak punya keduanya, baik pasangan atau sahabat" jawab Valerie
Bibi penjual itu terlihat menatap mata Valerie sesaat. "Tidak sayang, tentu saja kau punya... kau mempunyai keluarga yang sayang padamu.. kulihat, akan ada beberapa orang yang nantinya akan mendatangimu. Menjadikanmu teman atau bahkan kekasih.. harapanmu ada bersama orang orang itu" ucapnya.
'Baik. . . Bibi ini mulai membuatku takut. Bicaranya terlalu ngawur' batin Valerie
Bibi itu sedikit melamun. Matanya fokus menghadap depan untuk beberapa detik. Selanjutnya, ia menoleh kearah Valerie dengan tatapan yang aneh. Semburat kesedihan terukir diwajahnya.
"Aku turut berduka dengan hidupmu, sayang. Dengan umur yang terbatas ini, kau masih berusaha untuk mewujudkan keinginan terbesarmu" katanya
Sontak Valerie langsung terkejut. "M-maksud bibi?"
"Meski kau akan mengalami jatuh bangun, akan ada seseorang yang akan membantumu nantinya. Dia yang nantinya akan menemanimu sampai akhir hayatmu"
Valerie sudah tak tahan. Ia bergegas mengeluarkan uang dari dompetnya dan memberikannya pada bibi itu. "Maaf, Aku sudah tidak mengerti dengan kalimat yang bibi ucapkan. Aku akan mengambil benda ini dan pergi" sahut Valerie memotong, sebelum bibi itu lebih mengucapkan kalimat yang lebih ngawur lagi.
"Oh, maafkan aku jika kata kataku mengganggu. Tapi yang kukatakan ini memang benar adanya. Akan ada seseorang yang menemanimu menjalani hidupmu yang sekarang. Sebagai peramal, aku pastikan hal itu. Sejauh ini ramalanku tak pernah salah"
"T-tunggu! Peramal? Maksud bibi, bibi adalah seorang peramal?" Pekik Valerie
Bibi itu langsung menaruh telunjuknya dimulut, menyuruh Valerie untuk memelankan suaranya atau malah menyuruhnya untuk diam. Seakan dia tak ingin orang orang tau keberadaannya.
"Tapi aku tak percaya dengan ramalan" sahut Valerie
"Hohoho... hampir semua orang bilang begitu. Tapi kenyataannya, mereka akan balik lagi kesini keesokan harinya"
"Apa yang membuat bibi yakin bahwa aku harus percaya dengan kata kata bibi?"
Bibi penjual itu terdiam, memberikan jeda sesaat.
"Sebentar biar kulihat..... sementara coba hindari mobil berwarna kuning jika tak mau celaka" bibi itu menerawang jauh.
"Apa yang akan terjadi?" Dia memang tak percaya hal seperti ini, namun ia pun juga turut penasaran.
"Kau akan cidera" bibi itu berkata dengan wajah datarnya yang malah terlihat menyeramkan.