Chereads / Last Hope! / Chapter 26 - BAGIAN 26

Chapter 26 - BAGIAN 26

"Kau akan cidera" bibi itu berkata dengan wajah datarnya.

Aku hanya tersenyum kecut ketika mendengarnya. "Bibi menyumpahiku ya?? Sembrono sekali ucapan bibi" cibirku.

Bibi itu kemudian hanya mengangkat bahunya. "Mau taruhan? Jika itu benar, bagaimana? Apa kau akan kembali lagi dan meminta penjelasan padaku?"

"Tidak bi. Taruhan ini membahayakan nyawaku. Sudah ya, akan kuambil barang ini. Sampai jumpa" ucapku kemudian membawa barang belanjaan.

Bibi itu lantas tersenyum dan melambaikan tangannya padaku ketika aku pergi menjauh.

Mau aku apakan benda ini? Aku hanya butuh satu. Haruskah kubuang saja? Ah tidak! Benda ini terlalu mahal, sayang kalau dibuang begitu saja.

Akan kupikirkan nanti. Sekarang aku hanya ingin menyantap makanan.

* *

Perlahan aku melangkahkan kakiku memasuki sebuah restaurant yang tak jauh dari tempat tadi, sekitaran jalanan kota.

Restaurant ini termasuk bangunan kuno melihat bagaimana kayunya yang mulai lapuk sebagian. Tapi meski begitu banyak orang yang masih datang. Entah itu langganan atau apa, yang jelas tempat ini selalu ramai tiap harinya.

Aku lantas menuju meja dikasir guna memesan makanan. Aroma masakan langsung menembus sampai kehidungku.

Uh!!!! Sedap sekali. Cacing diperutku rasanya sedang meronta ronta karena ini hehehe.

"Aku pesan satu mie udon jumbo dan 5 paha ayam.. um, aku juga ingin 2 lemon tea" ucapku pada karyawan disana.

"Baik, silahkan menunggu. Ini nomor antrian anda" dia memberiku sebuah papan kayu bertuliskan angka 5.

Hal yang paling aku suka dari tempat ini yang  pertama, pelayanannya yang ramah dan tidak bertele tele. Kedua, makanannya selalu enak karena memakai bahan bahan segar dari perkebunan mereka sendiri. Ketiga, alasan yang paling kusuka, kawasan ini bebas asap rokok dan tidak menjual alkohol.

Segera aku memilih tempat duduk didekat halaman. Tepatnya didekat air mancur kecil ditengah tengah bangunan.

Jika dilihat dari luar, ini nampak seperti restaurant biasa, kecil dan sempit. Tapi ketika masuk, kau akan takjub melihatnya. Bangunannya memanjang hingga kebelakang. Bahkan ada kolam ikan dengan air mancur kecil ditengah seperti yang kubilang tadi. Atapnya menjulang tinggi, mungkin 4 - 5 meter keatas. Disetiap dinding ada lukisan bunga  dengan menggunakan tinta hitam, sangat cantik untuk dipandang.

Tak selang beberapa menit kemudian, makanan yang kupesan datang. benar benar pelayanan yang cepat kan?

"Makanannya begitu cantikk.... Haruskah ku foto sebagai kenang kenangan?" Kataku ketika melihat betapa rapihnya mereka menempatkan makanan pelengkap seperti telur, rumput laut atau lainnya yang berada di mangkuk udon. Sedangkan paha ayamnya terlihat sangat krispi dan renyah.

Sesekali aku melihat jepretan yang ada digaleri handphone milikku. Tak kusangka sudah banyak potret makanan yang tersimpan disini. Ada pizza, cake, puding, dan lainnya yang ku jepret minggu lalu. Kalau dipikir pikir lagi, ternyata nafsu makanku begitu banyak.

"Nanti makanannya keburu dingin" tiba tiba suara berat itu mengejutkanku.

Kulihat Axel sudah duduk dihadapanku dengan muka datarnya.

"Sedang apa disini?" Tanyaku bingung. Setahuku tempat ini jauh dari tempat kerjanya.

"Kau sendiri?" Bukannya menjawab, dia justru balik bertanya padaku

"A-aku??? T-tentu saja menikmati akhir pekanku" sahutku kemudian menyumpit mie dan memasukkannya kedalam mulutku.

Tapi tak lama kemudian aku memuntakannya kembali. "Pa..as(panas)" ucapku dengan lidah yang keluar. Mulutku rasanya seperti terbakar. Aku lupa jika mie ini baru diangkat dari kuali panas disana.

Orang itu lantas menyodorkan minuman kepadaku. Segelas lemon tea dingin mampu meredakan rasa terbakar di lidahku ini.

Oh kenapa aku selalu mempermalukan diriku di depannya?

Dia hanya memandangiku dan beberapa hidangan di depanku. "Kau pesan semuanya untuk dirimu sendiri?"

"Lalu, menurutmu aku memesan untuk siapa? Dirimu?" Aku balik bertanya, persis seperti yang ia lakukan tadi.

"Cih.... akan ku bantu kau menghabiskan ini" sahutnya

"Tidak bisa! Ini makan siangku tau!!" Aku memukul tangannya yang ingin mengambil paha ayam milikku.

"Ayam terlalu banyak mengandung lemak dan minyak. Bagaimana kalau kau nanti terkena penyakit kolesterol atau bahkan obesitas? Lihat, lenganmu lebih besar daripada kemarin... Pasti itu lemak"

"Bukankah kata kata itu ditujukan untukmu? Harusnya kau menjaga kesehatanmu di usia yang semakin tua ini..... lagi pula, aku tidak menyebutnya dengan lemak. Tapi otot... aku suka otot di lenganku" balasku tak kalah darinya

"Pesanlah sendiri makananmu. Aku harus banyak makan untuk pertumbuhanku" ucapku kemudian mulai menyantap satu persatu hidangan yang ada didepanku. Sedangkan yang ia lakukan hanya menontoniku sampai aku menghabiskan ini semua.

"Nah... kuberikan ini saja"ucapku sambil memberi minuman.

Untung aku selalu memesan 2 lemon tea disini. Sebenarnya hanya untuk berjaga jaga jika aku kepedasan ketika memakan cabai.

"Ada apa kau jauh jauh datang kemari?" Tanyaku ketika aku sudah menyelesaikan makan siangku.

Dia duduk santai seperti biasa. Salah satu kakinya ia tumpukan ke kaki yang lain. Matanya sesekali mengamati orang disekitar. Hari ini gelagatnya sedikit aneh.

"aku sedang ada proyek disekitar sini dan kebetulan aku melihatmu memasuki tempat ini tadi" jawabnya sedikit angkuh seperti biasa.

"Lalu?" Aku masih menginginkan  penjelasan lebih. Tidak mungkin kan kalau hanya itu alasannya? Pasti ada hal lain yang dia sembunyikan.

"Papaku ada disini juga.. apa kau.. ingin menemuinya?" lanjutnya.

Sudah kuduga.

"Kenapa?" 

"Kemarin kau hanya menemui mamaku. Jadi sekarang papa menuntutku karena ingin bertemu denganmu. Kau mau?"

Astaga! Kapan ini akan selesai?? Dari awal aku sudah menduga jika ini tak akan berakhir dengan mudah.

"Kalau sekarang tidak bisa" jawabku

"Kenapa?"

"Kau tidak lihat bajuku? Kupikir ini tidak sopan jika untuk bertemu orang tua" balasku.

Hari ini aku hanya memakai kaos tipis dan celana kodok diatas lutut berwarna biru soft.

Dia memandangiku sekali lagi. Namun kali ini dari kepala hingga ujung kaki.

"Kau tampak sempurna" sahutnya.

"Tidak, Xel. Lain kali saja"

"Apa kau mau kubelikan baju? Diujung sana ada--"

Segera aku memotong ucapannya. Bukan begitu maksudku, Axel.

"Aku hanya tak enak pada papamu nanti"

dia hanya mengangguk.

"Bagaimana kalau kita ganti baju dulu?"

"Um~~ tidak. Aku mau pergi kerumah sakit sekarang" kataku.

"Nanti malam?"

Uh... dia berusaha keras.

"Akan aku hubungi nanti" kataku sembari mengemasi barangku.

"Akan aku jemput jam 7 malam. Dandan yang cantik, oke?"

Yang kulakukan hanya berdecak sebal. Apa selama ini aku tidak berpenampilan cantik?

Setelah menyelesaikan semuanya, Axel dan Valerie kemudian berjalan bersama hingga kedepan restaurant.

"Mau kuantar sampai rumah sakit?" Tawar pria itu

"Tidak" balas Valerie

"Bagaimana kalau aku memaksa" sahut Axel.

"Tapi kenapa?" Tanya Valerie bingung

"Karena kau tanggung jawabku" jawab Axel

Deg.

Seketika jantung Valerie berdegup kencang. Berdebaran tak karuan.

'Tidak Val. Jangan seperti ini' batin gadis itu mencoba menenangkan diri.

"A-apa? Kenapa? Sejak kapan aku jadi tanggung jawabmu?"

Axel menghentikan langkahnya dan menoleh kebelakang. "Sejak kau bilang bahwa aku milikmu. . . . maka mulai saat itu kau sudah menjadi tanggung jawabku"