'Ya, kau benar dokter Sam. Kalian sangat mirip. Terutama dibagian perut' batin Valerie terkekeh geli mengingat Dokter Sam saat membangga - banggakan anaknya
"Senang bertemu denganmu, Dokter Roey. Namaku Valerie" ucap Valerie memberikan sedikit salam padanya
Baik Dokter Liam atau Dokter itu, mereka terdiam dan hanya melihat Valerie dengan pandangan bingung.
"A-apa? Itu bukan Dokter Roey, Val. Dia Dokter Haris, kepala dokter bedah di rumah sakit ini" kata Dokter Liam sesegera mungkin mengoreksi. Bisa bisa Dokter Haris marah dan akan menghukumnya dengan memberikan tugas tugas yang sulit. Jadi sebisa mungkin dia menghindarinya.
Doengg~
'B-bukan dokter Roey?' Batin Valerie dalam hati. Menahan malu di hadapan mereka.
"Ah maafkan aku dokter Haris" ucap Valerie
"Ya tak apa. Abaikan saja keberadaanku disini. Lanjutkan urusanmu dengan dokter Liam. Jangan pedulikan aku" katanya santai
"B-baik d-dok"
Ia kemudian buru buru duduk didepan meja milik Dokter Liam. Meluruskan tangan kanannya diatas meja, "cepat periksa aku dokter"
Dalam hati Dokter Liam terkekeh geli melihat kelakuan Valerie yang setiap hari selalu mengejutkannya.
Krieeettt
Pintu terbuka secara perlahan dan memunculkan seseorang dibaliknya.
"Bagaimana keadaanmu?" Rosaline muncul, berdiri disamping Valerie
"aku belum diperiksa Rose" jawabnya tersenyum
krieetttt
lagi lagi pintu terbuka. kali ini disertai dengan seorang laki laki di baliknya.
Dengan gayanya yang dingin, laki laki tersebut berjalan dengan angkuh dan menghampiri Dokter Haris yang masih duduk ditempat.
Tubuhnya tegap dan gagah, mirip seperti dokter Liam. Wajahnya persegi namun sedikit tirus, hidungnya begitu mancung, matanya. . . --tunggu. Warna matanya sangat langka. Kulitnya seputih es. Dengan warna rambut kecokelatan itu, dia lebih mirip seperti boneka. Pantas saja para suster disini begitu antusias membicarakan dirinya.
Valerie pun begitu. Tubuhnya terpaku di tempat, namun bola matanya terus mengekor pada orang itu. Seakan akan ia sedang terhipnotis dengan pesona yang terpancar.
"Itu baru yang namanya Dokter Roey. bagaimana, lumayan kan?" Bisik Dokter Liam yang sedari tadi terus memperhatikan Valerie.
"Ya, lumayan..." sahutnya sedikit pelan
"Ah tidak!! Maksudku tidak begitu dokter!!" Teriak Valerie menyangkal.
Justru suara cempreng itu membuat semua orang jadi melihat kearahnya, tak terkecuali Dokter Roey.
"Aku tak mengatakan apapun Val. Kenapa kau bereaksi seperti itu?" Kata Dokter Liam mengangkat bahunya.
"Baiklah, mari kita lanjutkan pemeriksaanmu" ucap Dokter Liam
'Awas kau dokter Liam.. aku akan membalasmu' batin Valerie
* * * * *
"Kau tak apa Val? Seharian ini kau terlihat sangat lemas. Ada apa?" Tanya Rosaline
"Ya, tentu" jawab Valerie yang mengalihkan pandangnnya keluar jendela.
Ya benar. Hati Valerie masih bimbang untuk menghadiri acara yang diundang oleh Axel sehari yang lalu.
Apakah ia harus datang?
Kalung itu satu satunya pemberian dari seseorang dari masa lalunya dulu. Ia tidak boleh kehilangan benda tersebut. Hanya itu yang kenang kenangan yang tersisa.
Orang bilang, kenangan terindah akan selalu dikenang dalam memori otak. Tapi Valerie tidak merasakannya. Ia bahkan tak ingat dengan rupa pemberinya.
Apakah dia laki laki atau perempuan? Valerie bahkan tidak pernah mempermasalahkan hal itu. Yang jelas, dia sangat istimewa di hati Valerie.
Ckiiittt!!!
Tubuh Valerie langsung terpental ke depan akibat Rosaline yang menginjak rem secara dadakan. Untung saja ada sabuk pengaman, jika tidak mungkin wajah Valerie akan membentur dasboard mobil.
"Ada apa Rose?" Tanya Valerie
"Maaf Val. Tadi tiba tiba saja ada kucing lewat" jawab Rose yang sama kagetnya dengan Valerie.
Perlahan Rose mulai mengemudikan mobilnya kembali kejalan. Ia sedikit menggerutu akibat kuncing tadi.
"Hei Val, kau mau turun dimana?" Tanya Rose saat moodnya sudah merasa sedikit tenang.
"A-ah? Turunkan di depan gerbang saja" jawab Valerie
Seusai dari rumah sakit tadi, Valerie tiba tiba saja meminta Rosaline agar mengantarkan ia pulang merumahnya. Mau bagaimana pun juga ia tidak suka jika harus merepotkan seseorang meski dia adalah saudara.
"Kau yakin tak ingin masuk? Papa dan mana pasti akan senang dengan keberadaanmu" ucap Valerie sebelum keluar dari mobil.
"Tidak, terima kasih Val. Aku harus menghadiri acara malam ini. Um~ sampaikan saja salamku untuk mereka"
"Baiklah, akan aku sampaikan salammu. . Sampai jumpa Rose, hati hati dijalan"
"Bye Val"
Valerie berdiri didepan pintu gerbang rumahnya. Ia pandangi terus rumah besar dihadapannya ini.
Huft.
Ia menghela nafas sejenak. Kemudian ia mengetuk pintu gerbang agar dibukakan pintu oleh penjaga. Hari mulai gelap. Bisa Valerie pastikan ia hanya akan sendirian dirumah karena malam ini papa dan mamanya sedang pergi.
Brukk!!!
Valerie menjatuhkan dirinya dikasur kingsize miliknya. Ia hanya memandangi langit langit kamar seperti biasa. Tak lama kemudian, ia terlelap dengan posisi itu.
Seharian ini terasa sangat melelahkan.
* * * * *
Valerie menerjapkan matanya perlahan. Ia terbangun karena suara jam wecker seperti biasa.
Ia regangkan tubuhnya sebentar. Kemudian ia berjalan kearah balkon dan membuka jendela kamarnya.
Udara terasa sangat segar pada saat pagi hari. Kabut mengelilingi lingkungan sekitar. Tetesan embun pagi dapat dilihat pada daun dan lainnya. Matahari juga masih malu malu untuk menunjukkan sinarnya.
Bangun pada pukul 5 pagi adalah keseharian Valerie saat berada dirumah. Ia selalu menyempatkan untuk mengecek beberapa tanaman yang ia tanam di jendela kamarnya.
Sesekali ia berolahraga walau hanya melakukan pemanasan biasa.
Setelah ia menyelesaikan aktivitas pagi harinya, Valerie kemudian turun dan berjalan kearah dapur.
Di atas meja sudah disediakan berbagai sayuran hijau yang diolah menjadi beberapa makanan. Papa dan mamanya juga sudah menunggu kedatangannya.
Namun aura yang Valerie rasakan sedikit berbeda dari mereka. Aura seperti hewan buas yang ingin mencekram mangsanya.
"Papa sudah mendengarnya dari Bryan" ucap Ryan melihat putrinya yang baru saja turun dari lantai atas dan bergabung dengan mereka.
"D-dengar apa?" Tanya Valerie gugup.
"Kau tak boleh melihat konser apapun mulai sekarang" sahut Lolita
Deg!!!
Apa yang Bryan katakan? Dia sudah berjanji akan merahasiakan ini dari papa dan mama. . . Apa gunanya aku menginap disana kalau bukan menghindari masalah itu? Uhh Bryan menyebalkan!!!
Pagi itu terjadi sebuah cekcok dalam keluarga seperti pada umumnya. Pertengkaran antara keinginan anak dengan pertentangan dari kedua orang tua.
Alhasil Valerie mengalah dan lebih memilih diam di kamarnya hingga saat ini.
Ia melirik benda diatas meja sambil berpikir keras. Tak lama setelah itu ia mengambil benda tersebut dengan kasar, kemudian menekan beberapa nomor di handphone miliknya.
Menelpon Bryan pada jam sibuk seperti ini membuat Valerie sedikit tidak yakin kakaknya mau meluangkan waktu.
"Tuttt....tuttt....tuttt"
Ini sudah kelima kalinya Valerie menelpon Bryan namun tidak ada jawaban sama sekali.
"Bryan curang!!" Dengus Valerie
Sedari tadi ia hanya mondar mandir kesana dan kemari. Barang kali Bryan balik menelpon dirinya
Matahari bahkan sudah berada diatas kepala, tak ada balasan apapun dari Bryan sejak tadi pagi. Mengirim pesan pun sepertinya juga percuma.
Kini ia hanya duduk bersantai dibalkon serta memikirkan hal hal yang lain. Ia menyerah. Tak ada gunanya bicara dengan Bryan, toh hal itu tidak akan mengubah keputusan orang tuanya.
Ia melamun, kalut dengan segala pikiran dan imajinasi di kepalanya.
Brakk!!
Valerie tiba tiba saja menggebrak meja didepannya. Ia kembali mengingat perihal kalungnya yang sedang disandera oleh seseorang.
"Kalung!!!" Pekiknya ketika menyadari tak ada benda yang menggantung dilehernya.
'Baiklah. Urusan konser bisa dipikirkan belakangan. Namun kalau menyangkut kalung kesayanganku, tak akan kubiarkan ia pergi begitu saja' batin Valerie.
---Akhir cerita Valerie sebelum Axel menyeretnya kedalam sebuah masalah--