Chereads / Last Hope! / Chapter 18 - BAGIAN 18

Chapter 18 - BAGIAN 18

Valerie mendengus sebal. Ia marah dan kecewa pada Bryan. Pasalnya Bryan memberitahukan semuanya pada ayah dan ibunya perihal konser itu. Padahal Valerie sudah merangkai kata - kata dan berencana meluluhkan hati mereka dengan masakan andalannya yang memang super enak.

Tapi gara - gara Bryan, keadaan menjadi lain. Apalagi Dokter Sam sudah pulang sejak tadi, jadi ia tidak bisa mendapat dukungan.

Valerie melipat kedua tangannya tepat didepan dada. Bibirnya maju mengerucut, sama persis dengan anak kecil yang sedang marah. Ditambah lagi dengan rambutnya yang saat ini sedang di kuncir 2 tanpa poni.

'permintaan sialan!' batin Valerie

Saat ini ia sedang mendengarkan ceramah dari mama nya yang selalu berisikan kata - kata yang sama setiap harinya.

Oh ayolahh. . Siapa yang tidak kesal?

Tiket sudah berhasil didapatkan, Bryan mau menemani disaat kesibukannya bekerja, bahkan Dokter Sam sudah menyetujui semuanya dan memberikannya obat. Tapi sekarang apa? Gagal begitu saja hanya karena larangan keras dari sang ibu.

"Aku akan rajin meminum obatku, janji!" Pekik Valerie

"Apa yang kau pikirkan Val? Itu konser berbahaya. Bagaimana jika kau terinjak injak oleh penonton lain? Siapa yang mau tanggung jawab soal itu?" Ibunya menyahut

'Tidakkk!!! Tidak mungkin!!!Kumohon jangan lagi!!! Aku sangat ingin menonton konser itu, mah' batinnya dalam hati mengingat kemarin ayahnya juga melarang perihal yang sama.

"Aku bersama Bryan, Ma. Tolong, tolong kasih kesempatan padaku kali ini. Biarkan aku menghabiskan sisa umurku dengan daftar yang sudah kubuat ditahun tahun sebelumnya, ya?" Tanya Valerie lagi dengan menunjukkan sebuah kertas panjang dari bawah bantalnya.

Jujur, setiap kali Valerie mengatakan kalimat  'sisa hidupnya', Lolita selalu merasa kasihan pada putrinya. Dari sekian banyak orang yang hidup di dunia, kenapa Tuhan harus memilih Valerie sebagai 'anak yang istimewa'?

Lolita tampak menimang nimang jawaban yang akan ia berikan. Sesaat ia melirik kearah Ryan, suaminya itu pun juga sepertinya tak tahu akan menjawab apa.

"Sudahlah Ma, biarkan saja. Toh dia pergi bersamaku. Aku akan menjamin keselamatannya" sahut Bryan yang sejak tadi ada disitu juga.

"Lihat. . . Mama bisa percaya padaku kan sekarang?? Biarkan aku pergi menonton konser, oke? Konser itu hanya diadakan satu kali dalam setahun di setiap kota yang berbeda. Kalau aku sampai kelewatan, maka aku harus menonton di kota lain. . . Bagaimana? Boleh kan????" Valerie meminta dengan puppy eyes nya.

"Tidak sampai aku bicara dengan dokter barumu. Kita serahkan jawabannya pada dia" sahut Mamanya

"Bagaimana kalau dia tidak memberi ijin?" Tanya Valerie panik mengingat ia tidak tau bagaimana rupa dokter itu.

"Tentu jawaban mama akan sama dengannya" sahut Lolita dengan tegas.

"Tapi dokter itu baru berangkat besok. Dokter yang berjaga sementara adalah Dokter Liam" kata Valerie yang baru ingat jadwal.

* *

Lolita terbengong melihat pria muda di depannya. Dengan jas putih yang  dikenakan dan postur tubuh yang gagah, ia bak selebriti yang sedang memainkan peran di dalam film - film yang sering muncul di televisi.

Sesekali ia melirik putrinya yang melompat kesana kemari seperti anak kecil.

"Tenangkan dirimu, Val. Kau harus menjaga tubuhmu agar nanti tidak kelelahan" ucap Dokter Liam.

"Yes, sir!" Sahutnya

Valerie bersorak gembira. Ia berteriak senang karena dokter Liam memperbolehkannya mengikuti konser nanti malam. Padahal biasanya Dokter Liam tidak pernah memperbolehkan Valerie melakukan apapun.

Lolita melihat Dokter itu dengan pandangan tidak percaya,

"T,tapi bagaimana jika dia--"

"Kupikir Dokter Sam kemarin sudah memberitahukannya pada kalian. Beliau bilang kalau kondisi Valerie sudah stabil, ia bisa menghadiri konser itu" kata Dokter Liam santai.

"Tapi aku belum bisa percaya jika bukan dokter sam sendiri yang mengatakannya. . . Lalu, anda ini siapa?" Pekik Lolita tak percaya.

"Oh maaf. Apa aku belum memperkenalkan diriku? Namaku Liam Wilson. Aku yang biasa menggantikan dokter Sam saat dia libur. Senang bertemu denganmu nyonya" kata Liam sambil tersenyum.

"Memangnya mama belum pernah ketemu ya??" Valerie menimpali

Lolita hanya menggeleng, "padahal aku sering datang kemari"

"Entahlah, aku juga tidak tahu. Dokter Liam ini selalu berjaga hanya disaat Papa atau Bryan datang. Mungkin Dokter Liam tidak nyaman dengan mama?" Ucap Valerie polos.

"Aish tidak begitu. . . Mungkin hanya kebetulan saja kita belum dipertemukan, nyonya. Selanjutnya kita akan sering bertemu. Ya kan Val?" sangkal Dokter Liam

'Dasar Valerie. . Ngomong seenaknya saja' pekik Dokter Liam dalam hati.

*  *  *  *  *

Sebuah syal berwarna cokelat susu ia lilitkan dilehernya agar ia tidak kedinginan. Suasana malam terasa seperti musim dingin ternyata. Ini pertama kalinya Valerie diperbolehkan bermain di 'jam malam'. Maksudnya pada pukul lebih dari jam 10 malam.

Sesekali Valerie menggosokkan kedua tangannya dan menempelkannya kepipi. Ini cara yang ia lihat di televisi untuk menghangatkan wajahnya agar tidak membeku.

Ia sudah menunggu Bryan didepan rumah sejak tadi. Ini sudah lewat jam tayang, namun batang hidung kakaknya itu belum terlihat sama sekali.

Apa dia sengaja? Pikir Valerie.

Beberapa kali ia melirik kelayar handphonenya, sekedar melihat jam atau barangkali ada pesan masuk dari Bryan. Tapi sayang, hasilnya nihil.

Malam pun semakin larut dan sudah dipastikan konser tersebut akan segera berakhir. Valerie mendengus sebal karena merasa dibohongi.

"Mungkin datang ke konser paramore atau oasis akan lebih baik. yah,, setidaknya akan ada siaran ulang di Youtube" kata Valerie putus asa. Ia melepas syal yang sedari tadi bertengger di lehernya. Air matanya hampir keluar karena tidak bisa mendatangi acara impiannya.

Belum sempat ia melangkahkan kakinya masuk kerumah, semburat cahaya muncul dari balik gerbang. Menampakkan mobil Mercedez hitam dengan Bryan di dalamnya.

"Menunggu seseorang, lady?" Tanya Bryan basa basi, sekedar menghibur adiknya.

"Ayo masuk" titahnya.

Valerie mengangkat sudut bibirnya. Terharu dengan kelakuan kakaknya yang super menyebalkan ini. Tanpa basa basi, ia langsung kembali memakai syalnya dan berlari masuk kemobil.

"Mari kita berangkat!!!" Sahut Bryan menancapkan gas

"Maaf sudah membuatmu menunggu" kata Bryan disela sela keheningan di dalam mobil.

"Asalkan Gerard masih menyanyi, kau akan kumaafkan" sahut Valerie merajuk.

"Rosaline tadi sempat pingsan. Jadi aku harus mengantarnya pulang dan menyuruhnya untuk istirahat dirumah sejenak. . . . . . . . . Beberapa hari terakhir ia selalu pulang telat atau bahkan tidur di kantor. Sejak ada projek untuk membangun resort dipesisir pantai, ia jadi sibuk dan jarang makan.  Aku maklumi jika seorang arsitek akan selalu sibuk seperti itu. Tapi bukan kah dia juga harus makan? Beristirahat? Meluangkan waktu untuk keluarga juga?" Kata Bryan yang malah mencurahkan isi hatinya dengan cerita rumah tangganya yang panjang.

"Rosaline membangun resort?" Tanya Valerie

Bryan mengangguk,

"Belum lama ini kudengar dia bekerja sama dengan perusahaan Lausel. Mereka ingin membangun sebuah resort eksklusif di tepi pantai barat" sahut Bryan

"Wuahh... Rosaline sangat keren. Bukan hanya resort biasa, tapi eksklusiff!!!" Pekiknya kagum.

"Tapi memangnya pihak dari perusahaan Lausel meminta Rosaline untuk mendesain hal hal yang sulit ya? Kenapa dia bekerja sangat keras?" Tanya Valerie

"Tidak Val.. Rosaline hanya ingin memuaskan kliennya itu. Jadi, ia berusaha keras. Apalagi ini projek besar. Kesempatan tidak boleh dilewatkan begitu saja kan?" Jawab Bryan

Saking asiknya mengobrol, mereka bahkan tidak sadar jika sudah mulai memasuki kawasan yang dituju.

Orang mulai beramai ramai memasuki gerbang. Beberapa orang yang tidak mempunyai biaya, mereka rela menaiki tembok besar dan melihatnya dari sisi atas. Apapun akan mereka lakukan demi bisa melihat My Chemical Romance.

"Cepat parkirkan mobilmu Bry!" Ucap Valerie

Bryan hanya mengangguk, kemudian menaruh mobilnya di tempat yang sudah disediakan.

Setelah mengecekan tiket di pintu masuk, Valerie dan Bryan mencoba masuk ke kerumunan penonton yang antusias ini. Berkali kali mereka mencoba, sayangnya gagal. Tak ada celah sedikitpun diantara pengunjung. Alhasil mereka memutuskan untuk menonton dari jarak jauh, melihat dari layar besar yang ada di sisi kanan kiri panggung.

"Kau benar tidak apa apa jika harus melihat dari sini?" Tanya Bryan

"Ya... dari sini terlihat sangat jelas, Bry. Kita disini saja" sahut Valerie yang kemudian asik menonton.

Bryan hanya tersenyum. Hampir saja ia dimarahi  atau melihat Valerie menangis jika gagal melihat konser ini.