Jarum jam berputar sangat cepat. Tanpa terasa malam sudah tiba. Penerangan masing-masing kamar hotel mulai dinyalakan oleh penggunanya.
Tok tok tok
Terdengar bunyi pintu dari luar. Segera Axel menyuruh orang tersebut untuk masuk kedalam ruangannya.
"Kau belum selesai?" Tanya nya
"Sebentar lagi, Mom. Aku akan menyusul" balas Axel tanpa memperhatikan orang yang dipanggil Ibu.
"Kami akan menunggumu disana. Cepat selesaikan pekerjaanmu. Jangan biarkan Alice menunggu terlalu lama" sahutnya kemudian pergi meninggalkan ruang tersebut.
Huft.
Axel mengurut dahinya. Ia masih berpikir tentang apa yang akan ia lakukan nanti. Apakah ayah dan ibunya akan terima jika ia membatalkan pernikahan begitu saja?
Kata demi kata ia susun agar menjadi sebuah kalimat yang epik saat bertengkar nantinya. Alasan yang berbobot serta saksi yang mungkin akan ia butuhkan nantinya juga sudah ia persiapkan.
Sedari tadi ia hanya mondar mandir kesana-kemari, mengigiti ujung kuku tangannya. Rasa khawatir melingkupi dirinya.
Akankah ini berhasil?
Atau
Apakah ada cara pengungkapan lain yang tidak menyakiti semuanya?
Tidak! Jika ini dipertahankan, pada akhirnya dia sendiri yang akan menderita. Alice menyukai orang lain. Cinta sepihak itu lebih sakit daripada apapun. Terlebih jika mereka berpura pura mencintai kita.
Berbagai pertanyaan muncul dikepalanya. Situasi ini tidak akan menguntungkan baginya. Ayah dan ibunya mungkin akan marah besar terhadapnya.
Ia terduduk di kursi kebanggaannya. Membayangkan apa yang nantinya akan ia lalui.
Sesekali ia melirik kearah jam tangan yang ia pakai. Waktu hampir menunjukkan pukul tujuh malam namun wanita yang ia tunggu tak kunjung datang.
Apakah dia membatalkan pernyataannya tadi siang?
'Rupanya aku salah. Sepertinya benda ini sama sekali tidak berarti apa - apa untuk wanita itu' gumamnya pelan
Ia menekan tombol di telepon yang berada didekatnya. Dipilihnya angka 2 sebagai panggilan cepat. Beberapa detik kemudian, telepon tersebut tersambung dengan ruangan Nick.
"Ya tuan?"
"Apa dia belum datang?" Tanya Axel
"Sejauh ini saya belum menerima tamu yang bernama Maxie" jawab Nick
"Baiklah, terima kasih" ucap Axel memutuskan sambungan teleponnya.
'Aku tidak punya rencana lain. Apa yang harus kulakukan sekarang?' Pikirnya
* * * * *
Nick di sibukkan oleh beberapa tamu yang 'rewel'. Sejak tadi ia bahkan belum sempat meminum air putih guna mengisi cairan di tubuhnya. Baru beberapa menit saat ia beristirahat, dirinya disibukkan kembali oleh Axel yang menanyai tentang kedatangan 'tamu istimewa' yang sudah di tunggu tunggu.
Telepon kembali berbunyi. Kali ini bukan dari Axel, namun dari tim keamanan hotel.
"Bagaimana kondisi saat ini?" Tanya Nick sekedar basa basi mengingat pengunjung hotel sangat ramai.
"Ada beberapa kekacauan yang terjadi di loby, pak"
"Kekacauan?"
"Tadi sempat heboh ada seseorang yang membawa sebuah senjata, pak! Ia mengancam beberapa resepsionis yang bertugas didepan"
"Lalu?" Tanya Nick was was.
"kekacauan sudah kami tangani pak"
"Apa dia membawa senjata api sungguhan?"
"Tidak, pak!"
Nick menghela nafas lega. "Jadi cuma tipuan?"
"Ya, Dia berbohong membawa senjata api"
"Apa kau sudah catat namanya? Kirimkan datanya keruanganku nanti"
"Namanya? apa anda ingin tahu? kalau begitu tunggu sebentar, tuan. akan saya tanyakan"
Nick terdiam, mendengar beberapa percakapan dengan suara kecil mereka yang secara tidak sadar sampai di telinga Nick meski hanya samar samar.
"Nama orang itu Maxie, pak. . . halo, pak? Halo?"
Segera Nick berlari meninggalkan telepon yang masih tersambung. Untung di usia seperti ini ia masih mempunyai tenaga untuk berlari.
Jika hal ini sampai terdengar di telinga Axel, ia bahkan tidak bisa memastikan jika para pegawainya ini mempunyai karir yang panjang disini.
Akhir - akhir ini Axel mempunyai temperamen tinggi. Beberapa masalah sepele akan dibesar besarkan dan dijabarkan ulang.
Padahal ia sudah memberitahu beberapa pegawai untuk meloloskan orang bernama Maxie agar dia bisa masuk secara leluasa di hotel ini karena dia adalah tamu istimewa.
"Maaf, apa Anda tidak apa apa?" Tanya Nick panik. Nafasnya terengah engah, hasil berlarian dari lantai 4 hingga ke basement 1.
"Siapa kau?" Tanyanya memincingakan sebelah matanya.
"Aku Nickolas, kepala cabang hotel ini" sambil memberi hormat pada wanita itu.
"Ya, Tuan Nick.. aku Maxie. Kapan aku bisa keluar dari sini? Apa aku akan ditahan selamannya?"
"Ah maaf, biar aku lepaskan borgolnya" sahut Nick.
"Tapi kalau aku boleh bertanya, kenapa kau bisa sampai disini nona?" Tanya Nick
Dia menghela nafas. "Coba kau tanyakan saja pada mereka, tuan. Aku pun hanya korban disini" katanya dengan nada memelas.
Nick langsung mendelik ke orang orang yang bertugas disana.
"Kalau aku boleh bilang, pelayanan disini sangat buruk" katanya berbisik, namun masih bisa terdengar seisi ruangan.
"Ah benarkah? Bisa kau ceritakan sambil kita jalan, nona?" Kata Nick
Sejenak Nick menghentikan langkahnya, menatap pihak keamanan dengan tegas.
"Kalian bisa saja dipecat, jadi berbaik hatilah pada tuan Axel nanti, tuan-tuan" kata Nick penuh penekanan. Ia merasa penat karena tidak mampu menghandle semua karyawan disini mengingat partnernya sedang cuti.
"T-tuan Nick, kami tak tahu apa apa. Kami hanya mendapatkan laporan jika gadis itu membuat kekacauan di loby"
"Harusnya kalian melapor dulu padaku, baru bertindak" sahut Nick memarahinya.
"Aku tak bisa melakukan banyak hal. Semua tergantung pada nona itu, dia adalah seorang tamu istimewa. Sejak tadi tuan Axel sudah menunggunya di lantai atas, tapi yang kalian lakukan malah menahannya disini" kata Nick tidak habis pikir dengan apa yang telah di perbuat orang orangnya.
"Tuan Nick, apa kau baik baik saja?" Panggil wanita itu dari luar
"Ah ya tentu nona, aku akan segera kesana" ucap Nick sedikit meninggikan suaranya agar terdengar
"Pokoknya, aku tidak mau hal seperti ini terulang kembali" ucap Nick kemudian pergi
* * * * *
Setelah mengantarkan wanita tadi, Nick menyempatkan diri untuk menemui meja resepsionis.
Mereka bercerita banyak hal mengenai kejadian itu. Sedangkan Nick hanya mengangguk angguk saja. Entah ia percaya atau tidak pada cerita tersebut.
Satu hal yang Nick simpulkan dari kejadian tersebut adalah pergantian shift yang membuat kesalahpahaman ini.
"Apa kalian tidak mendengarkan perkataan Madam Magnolia saat briefing tadi?" Tanya Nick
"Tidak. Dia tidak menjelaskan apapun" sahut salah satu dari mereka.
Tanpa basa basi lagi, Nick langsung memanggil orang bernama Magnolia tersebut. Orang ini adalah penanggung jawab atas beberapa pegawai, tepatnya dibagian resepsionis dan bagian dapur.
Beberapa saat kemudian, Madam Magnolia datang dengan sedikit berlari.
"Maaf membuat Anda menunggu" ucapnya memberi salam pada Nick
"Apa kau sudah memberitahukan pada semua karyawan tentang pengumuman yang aku katakan tadi, Madam?" Tanya Nick
"Tentu. Aku sudah memberitahukan pada semua orang saat briefing pergantian shift tadi, termasuk penjaga bagian depan" jawabnya.
"Kepada mereka juga?" Tanya Nick lagi
Madam Magnolia menatap mereka sesaat. "Ya, Orin dan Jenny sudah saya beri tau. Memangnya ada masalah apa sampai sampai tuan bertanya?"
Nick langsung menoleh kearah dua resepsionis yang tertunduk malu karena telah berbohong.
"Tolong kau disiplinkan lagi pada orang orangmu, Madam. Khususnya kedua orang ini" sahut Nick
Madam Magnolia langsung mendelik kearah mereka berdua. Asal diketahui saja, Axel memilih koordinator hotelnya tidak berdasarkan lamanya ia bekerja atau pada pendidikan yang sudah ditempuh. Namun ia memilih berdasarkan karakter dan sikap mereka. Salah satunya adalah Madam Magnolia ini. Beliau terkenal sangat tegas dan galak dalam memberikan pendidikan awal pada bawahannya. Tak terkejut bila Nick selalu mengandalkannya dalam hal pendisiplinan pegawai.
"Apa mereka berbuat kesalahan?"
"Ya. Mereka bersikap tidak sopan pada tamu.. akan aku percayakan padamu, Madam" ucap Nick kemudian pergi meninggalkan semuanya.
Sesaat ia berdiri di sisi koridor dan mengetikkan beberapa pesan yang nantinya akan dikirim pada Axel, sekedar melaporkan kejadian yang sebenarnya.