Chereads / Second Life, Second Love / Chapter 18 - Debu di atas cerita tua*

Chapter 18 - Debu di atas cerita tua*

"Hacho!"

Suara yang cukup menggemparkan itu sangat mengganggu si pemilik suara sekalipun. Entah sudah berapa kali An Jia Li menggosok ujung hidungnya yang tak henti terasa gatal dan terus mengeluarkan cairan penangkal virus alami. Kepalanya terasa pusing dan berat, tubuhnya juga menggigil dibawah sinar matahari sehingga ia tak dapat fokus menyingkirkan dedaunan yang jatuh di tanah. Padahal itu adalah pekerjaan yang ringan, namun dengan kondisinya saat ini, An Jia Li merasa seperti tengah menyapu pasir di gurun.

An Jia Li merosot pada gagang sapu bambu yang ia pegang. Tak hanya menyapu pasir di gurun, ia bahkan merasa seperti tengah menyapu dengan menggunakan sebuah pohon kelapa.

"Agh!" An Jia Li berteriak dalam hatinya dan sesekali mendumal kesal dengan kondisinya. Ia rindu saat dimana dapat memegang laptop di atas kasur dan menyelesaikan pekerjaannya dengan santai saat kondisinya tak bagus. "Kapan semua daun-daun kering ini akan berhenti jatuh?!" Dumalnya. 

Angin kembali berhembus seolah menjawab pertanyaan An Jia Li sembari sedikit mengejeknya. Ia dibuli oleh angin yang sepertinya tengah senang mendapatkan mainan baru "Tidak bisakah angin sial ini berhenti berhembus sebentar?!" Oceh An Jia Li yang semakin kesal saat beberapa tumpuk daun yang telah ia kumpulkan kembali berhamburan tertiup angin. Ia memukul-mukul udara dengan sapu bambunya tanpa kekuatan namun berharap dapat membelah angin.

"Bagus sekali. Masih pagi sudah bermalas-malasan" celetuk seseorang. Itu adalah suara yang sangat akrab di telinga An Jia Li, jadi ia menghiraukannya dan lebih peduli dengan kegiatannya memukul-mukul angin.

Nona Liu datang dengan kata-kata kasarnya, namun tindakannya berbanding terbalik. Ia menyentuh kening An Jia Li sebelum akhirnya menjepit hidung An Jia Li.

"Ah!. Apa yang kau lakukan Nona Liu?!-" ucapan itu berakhir dengan bersin An Jia Li yang kembali meradang.

Nona Liu sedikit mengerutkan alisnya. Ia merasa heran namun juga tak terkejut seolah sudah tau apa yang terjadi. "Bagaimana bisa kau demam dihari yang cerah seperti ini?" Ejek Nona Liu, tapi itu hanyalah sesuatu seperti gurauan baginya dan tak lebih hanya seperti jarum akupuntur bagi An Jia Li. Menusuk namun tidak menyakitkan. Ia sudah terbiasa dengan Nona Liu.

"Kau tanyakan saja pada daun yang berjatuhan ini. Jangan tanya aku" ucap An Jia Li dengan ringan seolah tak peduli. Ia tidak mungkin memberitau jika semalam dirinya habis berendam dalam air dingin di penjara air. Ia tidak mau membuat Nona Liu lebih mengkhawatirkannya lagi. Nona Liu adalah satu-satunya orang yang dapat ia perhatikan menjadi keluarganya. An Jia Li tidak ingin merepotkannya terus.

"Kau fikir daun jatuh bisa bicara?. Bagaimana caranya yang mati dapat bersikap seperti hidup" dumal Nona Liu perihal daun-daun kering yang jatuh ke tanah itu.

Tentu saja. Tidak ada yang dapat berbicara dengan daun ataupun dengan daun mati sekalipun, jadi An Jia Li hanya dengan malas mencari alasan yang masuk akal penyebab dirinya demam secara dadakan.

"Kemarin malam seekor kucing mengambil makanan yang kusimpan dan tak sadar aku mengejarnya sampai terpeleset kedalam kolam"

"Bukankah kau kucingnya? Dan yang kau kejar itu tikus yang malang. Dasar, tulang saja masih kau makan" Nona Liu menyindir lagi. Ia tau dengan kebiasaan adik tirinya yang gemar menyisakan dan menyimpan makanan untuk dimakan saat malam hari. Entah kenapa kebiasaan mengunyah sesuatu di malam hari tak bisa lepas dari diri An Jia Li. Entah itu di kehidupan sebelumnya atau sekarang.

"Jiee!" An Jia Li akhirnya memanggil Nona Liu dengan sebutan kakak perempuannya dan bergelayut manja di lengannya.

"Apa?. Kau mau minta ikan padaku?"

"Biarkan aku istirahat sebentar. Aku janji akan memusnahkan semua daun-daun itu nanti" dumal An Jia Li sembari memohon. Ia benar-benar tak tahan ingin segera berbaring di tempat tidur untuk sebentar saja.

Nona Liu menghela nafas. Bagaimanapun, ia harus bisa berlaku bijak dan adil sebagai kepala pelayan istana dan tidak bisa membuat pilihan khusus hanya karena An Jia Li orang dekatnya.

"Baiklah-baiklah. Kau boleh istirahat selama satu dupa. Setelah itu bersihkan semua daun disini dan musnahkan semua kertas-kertas berdebu di ruang arsip" jelas Nona Liu.

"Kertas berdebu?"

"Ya. Yang Mulia memintaku untuk merapihkan perpustakaan dan memusnahkan arsip-arsip yang tidak berguna. Ini daftarnya. Lakukan dengan hati-hati, ingat itu" jelas Nona Liu lagi. Ia memberikan sebuah gulungan kertas berisi daftar yang harus dibersihkan.

Seketika kedua mata An Jia Li berbinar seperti ia tengah melihat emas. "Kakak. Nona Liu. Ini ... ini ..."

"Jangan banyak bicara. Bersihkan saja. Aku harus ke dapur untuk menyiapkan makanan Yang Mulia" ucap Nona Liu. Ia tersenyum lembut pada An Jia Li setelah memberikan daftar 'hadiah' itu pada adik manjanya.

"Aku pasti akan membersihkan semuanya!. Terimakasih!"

An Jia Li membaca begitu banyak daftar yang ada disana. Semua itu pandang seperti hal yang sangat berharga. Ia bahkan hampir melupakan demamnya saat melihat daftar-daftar buku disana.

"Aku tidak menyangka bisa mendapatkan banyak buku novel yang bisa kubaca!" Gumam An Jia Li. Meski semua itu adalah daftar buku-buku novel koleksi lama di kekaisaran dan mungkin sudah berdebu dan menguning, tapi selama ada tulisan menarik didalamnya. An Jia Li pasti akan senang.

"Aku akan menyelesaikan semuanya dengan cepat sehingga dapat membaca novel-novel bekas ini!" Dan satu lagi keunikan dari An Jia Li. Ia sangat suka berburu novel-novel bekas di kehidupan sebelumnya. Entah kenapa cerita-cerita lama selalu membuatnya tertarik seolah ia memasuki dimensi yang berbeda ketika membacanya sehingga ia dapat melupakan rasa lelah dari rutinitasnya dengan mengalihkan dunianya sebentar. Meskipun saat ini baginya ia tengah berada di dalam dunia novel.

An Jia Li pun tak heran dengan tindakan Nona Liu. Dari novel yang ia baca. Nona Liu tau jika tokoh Xiang Lian ini sangat gemar membaca. Disisi lain ia juga tau tentang tokoh kaisar Feng yang gemar dengan seni dan sastra sehingga tak heran jika ia memiliki banyak koleksi novel.

Tanpa membuang-buang waktu. An Jia Li benar-benar dengan ajain melupakan demamnya, ia bahkan menyapu dengan kecepatan melebihi angin dan segera pergi ke perpustakaan kerajaan.

 Manor Da Huo - Aula Da Hua, ruang khusus penyimpanan buku-buku sastra.

Ini adalah pertama kalinya An Jia Li merasa begitu bahagia semenjak dirinya membuka mata di kehidupan keduanya itu, meski ia sulit membandingkan mana yang membuatnya lebih bahagia. Pertemuaannya dengan kaisar Li Xi atau rak-rak yang berisi deretan buku-buku sastra. An Jia Li bisa tahan hidup tanpa makan selama seminggu, namun rasanya ia membutuhkan buku setiap hari untuk ia habiskan sebagai asupan akalnya yang sering menggila karena kehidupan yang selalu menekannya. Tentu saja genre fantasi yang pertama.

"Aku pasti berada di surga sekarang!" An Jia Li hampir saja menangis bahagia. Jika di kehidupan sebelumnya ia dapat bolak- balik perpustakaan nasional dan toko buku, atau yang lebih canggih hanya perlu membuka webnovel dan membaca dari ponselnya kapanpun ia mau. Namun di zamannya saat ini. An Jia Li benar-benar seperti kembali ke masa lampau dimana buku-buku hanya dapat dibaca oleh para sarjana yang mayoritas berasal dari bangsawan dan keluarga kerajaan. Untuk orang-orang kelas bawah seperti An Jia Li. Ia hanya perlu bekerja keras belajar berhitung untuk menghitung jumlah uang yang dapat menghidupinya.

"Di atas jembatan putih" An Jia Li bergumam saat ia membaca deret buku pertama di rak paling depan. Alih-alih mengerjakan pekerjaannya. An Jia Li justru memutuskan untuk melihat-lihat sebentar perpustakaan milik kaisar yang besar itu. Ruangan itu memiliki nuansa yang sangat tenang dan alami seperti sebuah hutan dimasukan kedalamnya. "Sang Bintang Di antara tiga Alam" lanjut An Jia Li untuk deret buku yang kedua dari yang pertama.

An Jia Li lantas mengambil buku yang kedua itu. Sepertinya dia tertarik karena judulnya yang terdengar fantasi, jadi ia mencoba untuk mengintip sebentar isinya.

 ... Dia adalah harapan. Dia semurni embun. Dia berdiri di antara dua warna. Dia sang penjaga keseimbangan. Dia sang Bintang yang menyinari tiga Alam. Matahari dan Bulan menghormatinya. Setelah jembatan hancur. Bintang itu menghilang ....

An Jia Li membuka buku itu secara acak lalu membaca potongan paragraf di entah halaman yang keberapa. Itu kebiasaan An Jia Li. Dia selalu memulai sesuatu secara acak meski ia orang yang tidak suka dengan hal-hal yang berantakan dan suka dengan hal yang terstruktur.

 ... tiga Alam mengenalnya, tapi tidak ada yang bisa menyentuhnya. Keberadaan bintang-bintang itu seperti sebuah air yang dibutuhkan namun jika terlalu banyak akan menjadi bencana. Setelah jembatan runtuh. Tiga alam mengalami bencana seperti yang dikatakan dewa itu. Bagaimanapun. Jatuhnya bintang adalah sebuah hal yang tidak dapat dimengerti.

Peperangan pun dimulai. Letusan alam iblis membara seperti gunung yang pecah.

An Jia Li terus membaca meski ia tidak tau siapa sang bintang yang dimaksud, atau tentang jembatan yang hancur dan dewa yang memberitaukan bencana itu.

"Pantas saja. Ini seri kedua dari novel Legenda bintang hitam dan putih" gumam An Jia Li. Nampaknya ia baru sadar setelah melihat judul novel secara keseluruhan. Lantas An Jia Li membuka halaman info tentang seri pertamanya dan ia menemukan judul yang sama seperti judul buku pertama yang ia baca di rak.

"Di Atas Jembatan Putih adalah seri pertamanya?" Gumam An Jia Li. Ia pun lalu melihat ke arah buku pertama dan mengambilnya. Tapi saat ia baru mengambilnya di tangannya, An Jia Li dikejutkan dengan sebuah suara sehingga An Jia Li segera mengembalikan buku yang ia ambil tadi ke rak cepat-cepat.

"Mei-Mei, kau sudah disini rupanya" ucap Nona Liu.

"Nona Liu. Kukira siapa. Membuatku terkejut saja" ucap An Jia Li bernafas lega. Ia sempat berfikir jika yang datang adalah si selir itu atau mungkin kaisar Feng sendiri.

"Teruskan saja. Aku hanya ingin mengawasimu, tapi sepertinya tidak perlu untuk yang satu ini. Kupercayakan padamu. Aku pergi dulu" ucap Nona Liu yang telah selesai mengecek apakah ada masalah yang terjadi karena tokoh Xiang Lian ini ceroboh saat bekerja.

Setelah Nona Liu pergi. An Jia Li kembali berencana meletakan buku yang masih berada di tangan belakangnya. Sebelumnya ia tak sempat meletakan buku yang seri kedua itu jadi ini adalah saat yang tepat. Tapi lagi-lagi jiwa penasaran An Jia Li menguasai sehingga ia justru membuka buku di tangannya untuk dibaca kembali. Dan satu hal lagi yang harus ia ketahui pertama-tama sebelu membaca novel.

"Siapa penulisnya?" An Jia Li melihat ke sebuah sudut dekat judul dan menemukan dua karakter nama si penulis novel.

"Xing Yi"

"...."

An Jia Li seketika terdiam saat membaca nama itu. Ia merasa mengingat sesuatu yang penting. Dan saat ia sudah mengingatnya. An Jia Li membuat wajah sangat terkejut seperti ia baru saja melihat penampakan.

"Xing Yi ... bukankah itu nama yang sama dengan penulis novel Cinta Sejati Dari Hati?!" An Jia Li berteriak sangat kencang dalam hatinya. Tangannya bergetar karena tiba-tiba jantungnya berdetak begitu cepat, sama seperti keadaan dirinya yang terjun bebas ke laut dan berakhir di kehidupan dalam novel itu.

"Tidak mungkin ... apa maksudnya?. Apakah ini orang yang sama?!"