Yang terhormat tuan Xing Yi. Kami memutuskan untuk menerbitkan karya anda yang lain untuk kelanjutan dari novel legenda bintang hitam dan putih. Jika tuan telah menulis seri ketiganya, tuan bisa langsung mengirimnya, tapi jika belum, kami bersedia menunggu balasan surat dari anda. Kami akan menunggu kabar baiknya. Terimakasih.
Salam, kepala Biro Literatur kekaisaran Li.
Mo Hua.
Chunyin terdiam. Entah berapa lama waktu telah berselang. Chunyin seperti tengah melakukan kultivasi pada tingkat kesadaran roh sehingga jiwanya nampak tak berada dalam raganya.
"Yang Mulia ... "
"Yang Mulia ... "
"Yang Mu-"
"Tidak mungkin!"
Wenhua terkejut ketika ia berusaha menyadarkan Chunyin.
"Tidak mungkin ... tidak mungkin" Chunyin terus bergumam dengan wajahnya yang benar-benar nampak seperti pahatan sekarang. Kulit-kulit wajahnya menegang dan membuat ekspresi sulit dijelaskan. Antara terkejut, suram, dan bahagia secara bersamaan. Ekspresinya saat ini cukup menyeramkan karena tarikan sudut-sudut bibirnya membentuk senyuman yang seperti iblis baru saja bangkit. Tak hanya itu. Ia juga menyorot tajam nama yang dituju dari surat itu yang terdiri dari dua karakter dengan arti 'satu' dan 'bintang'.
"Yang Mulia. Apakah ada masalah?" Wenhua nampak bingung dan khawatir. Untuk pertama kalinya. Wenhua yang biasanya dapat tenang justru terlihat seperti manusia bodoh saat ini.
"Aku ingat. Aku ingat sekarang!" Chunyin masih bergumam. Ia bahkan tak memperdulikan siapa dirinya sekarang atau siapa yang ada di sekitarnya sekarang.
Tanpa menjawab pertanyaan Wenhua. Chunyin beranjak dari kegiatan santai permainan Guqinnya walau sebenarnya kegiatan itu sama sekali tak membuat Chunyin merasai rileks karena ia masih harus terus memutar isi kepalanya. Seharusnya seseorang dapat membuat tenang fikirannya saat bermain guqin, tapi Chunyin justru terlihat sebaliknya. Tidak mungkin bermain guqin menyebabkan seseorang jadi gila secara instan kan?.
Chunyin nampak berfikir keras dan cepat sebelum akhirnya bangkit dari tempat duduknya. Ia berjalan menuju ruang kerjanya dan mengacak beberapa rak.
"Xing Yi"
"Pantas saja aku merasa selalu tidak asing dengan nama pena yang kugunakan saat menulis novel Cinta Sejati dari Hati itu"
"Ternyata itu adalah namanya"
"Xing Yi adalah nama pena bedebah ini!"
Chunyin melayangkan ingatannya ke kehidupan lamanya saat menjadi kaisar Feng.
Secara khusus. Setiap minggu, kaisar Feng selalu pergi ke pusat Biro Literatur kekaisaran. Tentu saja ia tak pergi sebagai seorang kaisar. Ia selalu menyamar agar dapat berbaur dan dapat mengunjungi perpustakaan Nasional kekaisaran itu dengan bebas untuk melihat karya-karya sastra yang datang dari luar kekaisaran. Saat itu ia sangat beruntung karena pertukaran karya-karya sastra sedang berlangsung sehingga ada banyak karya baru yang mengisi koleksi perpustakaan nasional kekaisaran.
Ia berjalan menyusuri rak-rak kategori karya terbaru. Di urutan peringkat pertama ia melihat sebuah buku bersampul hitam putih. Tulisan karakter judulnya dilapisi warna emas dan perak.
"Legenda bintang hitam dan putih" gumamnya. Ia juga membaca tulisan yang cukup besar disampingnya. Disana tertulis 'Sastra populer di benua Timur'.
"Hm. Jadi ini novel yang tengah banyak dibicarakan para sarjana baru-baru ini?. Sepertinya aku harus membacanya juga dan ... mungkin Xiang-er juga akan suka"
Saat itu. Setelah mengetahui Xiang-er nya itu gemar membaca. Chunyin - dulu jadi sering memberikan banyak buku untuk Xiang Lian. Dan karena hal itu pula, kaisar iblis Feng yang agung jadi gemar untuk mencoba menulis sastra lebih giat lagi dari biasanya. Kegiatannya dari seorang pembaca beralih menjadi seorang penulis. Dan Xiang Lian adalah sosok pertama yang akan membaca karya-karyanya.
"Yang Mulia, karya Xing Yi ini benar-benar bagus!"
"Benarkah?, apa kau menyukainya?"
"Tentu saja. Sebuah kehormatan untukku dapat membaca karya sebagus ini. Terimakasih, Yang Mulia"
"Kuharap ada seri selanjutnya" gumam Xiang Lian. Sementara itu Sang kaisar hanya tersenyum. Ia bahagia memperhatikan sosok wanita yang ia cintai berwajah bahagia seperti itu hanya karena sebuah buku.
"Aku akan mencari tau tentang seri selanjutnya jika kau sangat menyukainya"
"Benarkah?. Terimakasih banyak, Yang Mulia!"
Sejak saat itu, aku mulai mencari tau tentang karya sastra itu dan tentang identitas penulisnya. Tapi siapa sangka jika penulisnya adalah Li Xi dari kekaisaran Li di sebelah kekaisaranku ini?!. Fikir Chunyin dengan penuh emosi saat ia mengingatnya. Ia mendadak membenci tindakan yang sudah ia lakukannya. Ia sangat tidak suka ketika Xiang Lian, Xiang-er nya tersenyum karena tulisan-tulisan dari bedebah Li Xi. Namun disisi lain, ia juga tidak bisa menyingkirkan karya milik Li Xi itu. Bagaimanapun. Senyuman Xiang-er nya adalah sesuatu yang tidak bisa ia hapus begitu saja.
Chunyin kembali tersenyum. Sisi iblis kaisar Feng nampaknya masih mengalir dalam darahnya.
"Kalau begitu, kali ini aku yang akan menulis kelanjutan legenda bintang hitam dan putih seri ketiganya untuk Xiang-er"
Dengan begitu. Nama pena Xing Yi menjadi identitas dari dua orang sekaligus yakni Kaisar Feng dan kaisar Li Xi.
"Tapi ... ceritanya tentang apa?, aku tidak ingat. Padahal aku sering mengulang novel itu berkali-kali dulu" gumam Chunyin dengan enggan. Ia mengingat masa lalunya. Meski tidak ingin mengakuinya, namun kenyataannya, di masa lalu ia memang membaca karya itu lebih banyak dari karya sastra lainnya. Ia tak menyangkal jika ia menyukai karya itu juga. Tentu saja karena ia belum mengetahui identitas penulis aslinya saat itu.
Chunyin nampak termenung sebentar. Ia menatap dua buku novel legenda bintang hitam dan putih yang disimpan sebagai arsip pribadi itu. "Apa aku harus membaca ulang semua buku ini?" Gumam Chunyin. Tentu saja ia masih merasa kesal ketika menatap buku-buku itu. Terutama jika mengingat Xiang-er nya. Rasanya seperti Li Xi telah merebut senyuman Xiang-er nya.
Chunyin masih memikirkannya dan mulai membuka buku itu asal-asalan. Entah dari mana ia akan mulai membaca cerita itu.
"Jika tidak salah. Ceritanya tentang sebuah jembatan dan sebuah klan yang menjaga jembatan itu" batin Chunyin. Mau tak mau, ia pun mulai tenggelam dan membaca ulang novel legenda bintang hitam dan putih. Chunyin melupakan sejenak permasalahan pribadinya tentang Xiang-er ataupun tentang korban-korban di Danau Giok dan Mata Air Yue Lan.
***
Sementara itu. Ditempat An Jia Li berada. Ia dinyatakan benar-benar sakit demam yang parah karena berjalan sambil mengigau tentang sebuah buku di dapur. Nona Liu menarik kembali An Jia Li kembali ke kamarnya.
"Kau benar-benar sakit?!"
"Bagaimana bisa kau berteriak-teriak di dapur tentang sebuah buku?!. Sangat bodoh ... " Nona Liu tidak habis fikir. Ia mulai mengoceh lagi dengan rentetan kata-katanya yang tajam. Namun An Jia Li sudah terbiasa ditebas. Jadi ketajaman semacam itu tak lagi terlalu mempengaruhinya. Ia tak peduli dengan banyaknya goresan. Ia hanya peduli dengan goresan kuas dan tinta dalam buku yang ia tanyakan.
"Nona Liu. Kau yang membereskan buku-bukunya-"
Nona Liu memotong ucapan An Jia Li lagi, "Aku sudah bilang. Aku akan membawanya padamu nanti. Jangan membuatku terus mengulang perkataan. Tapi aku tidak bisa membawanya sekarang. Selir ular itu nampaknya tengah kelaparan lagi. Apa kau dengar?!" Jelas Nona Liu. Ia masih ingat jejak berwarna gelap di pergelangan tangan An Jia Li, jadi ia juga tau jika selir yang tak menyukai An Jia Li itu pasti masih akan meneruskan perbuatannya. Dengan melihat sifatnya. Ular itu akan terus merasa lapar dan ingin memburu mangsanya, bahkan jika mangsanya sudah mati, ia masih ingin melilitnya dan meremukan tulang-tulang mangsanya sampai hancur.
"Aku tidak tau apa yang tengah direncanakan ular itu. Tapi setelah tau tugas membersihkan perpustakaan itu ternyata perintah darinya. Dia pasti sudah mengincar Xiang Mei-mei" batin Nona Liu. Untungnya Nona Liu tak hanya memiliki lidah yang tajam, namun juga dengan instingnya. Sebagai kepala pelayan, ia harus dapat melihat segalanya sampai di sudut tergelap sekalipun. Ia tidak mau melihat hal-hal mengerikan terjadi kepada para pelayan yang berada dibawah tanggung jawabnya apalagi Xiang Lian adiknya yang harus ia lindungi sebagai seorang kakak.
"Nona Liu, aku hanya ingin menanyakan buku-"
"Baiklah-baiklah. Diamlah disini dan tutup mulut serta matamu. Aku akan kembali lagi setelah selesai dengan urusan dapur!" Akhirnya An Jia Li tak pernah diberi kesempatan untuk mengeluarkan semua kata-katanya. Nona Liu selalu memotong pembicaraannya dan kini bahkan telah meninggalkan An Jia Li dalam kamar dan memaksanya agar tidak keluar jika demamnya belum turun.
Sayangnya. An Jia Li adalah sosok yang keras kepala. Ia akan selalu melakukan apapun untuk mencapai apa yang ia inginkan. Sesulit apapun hal itu. Ia akan berusaha sekuat tenaga dengan penuh perhitungan rencana yang matang. Meski begitu, An Jia Li tetap sering kelepasan bertindak impulsif karena didorong rasa penasarannya. Dan saat ini ia sama sekali tidak memikirkan apa yang terjadi jika ia menyelinap kembali ke perpustakaan untuk mengambil buku karangan Xing Yi. Saat ini, kepalanya hanya dipenuhi oleh pencarian cara agar ia dapat keluar dari kamarnya yang dikunci oleh Nona Liu dan cara membawa buku novel Legenda Bintang Hitam & Putih kedalam kamarnya.
Bukan hanya nama pena itu yang membuat An Jia Li sangat penasaran, tapi juga tentang isi cerita dalam novel itu yang entah kenapa ia merasa pernah membacanya, meski ia tidak ingat sama sekali jika di masa lalu ia memang sering membaca novel itu. Ia juga selalu membahas cerita itu bersama dengan sosok yang ia cintai.
An Jia Li masih mengingat potongan cerita yang ia baca novel Legenda Bintang Hitam dan Putih dalam seri keduanya yang berjudul "Sang Bintang di antara 3 Alam : melintasi jembatan hancur" Gumam An Jia Li.
Ia mulai berperan sebagai seorang Narator saat membaca sebuah kisah "Saat ketua klan Bintang jatuh. Jembatan mulai runtuh dan hancur. Tiga alam mengalami bencana. Keseimbangan menjadi kacau. Saat itulah sebuah kitab Embun Abadi muncul dan memilih pemimpin Klan Bintang yang baru untuk mencegah kehancuran Jembatan Putih" lanjutnya.
"Bagus!. Jendelanya tidak dikunci!" Bisik An Jia Li dengan riang.