Chereads / Second Life, Second Love / Chapter 25 - Tusuk Rambut yang Patah ( Bag. 4 )*

Chapter 25 - Tusuk Rambut yang Patah ( Bag. 4 )*

...

Waktu berlalu begitu lambat di langit, bahkan bagai terhenti bagi sang peri karena ia menunggu begitu lama dan tak pernah melihat sosok yang tengah ia cari. Sosok langit malam yang telah mengembalikan jepit rambutnya yang jatuh. Si peri bahkan mulai berfikir "apakah mungkin abadi itu bukan berasal dari langit tengah?. Tapi kenapa dia mengatakan dirinya dari langit tengah?" Lalu si peri mendapat kesimpulan baru yang cukup meyakinkan dirinya untuk berhenti berdiri dibawah pohon persik.

"Penipu!. Dia pasti berbohong agar tidak dicari?!" Sedikit tidak masuk akal tapi cukup meyakinkan sehingga pemikiran seperti itu dapat diterima. Setidaknya oleh dirinya sendiri.

Si peri lantas menyudahi kegiatannya yang nampaknya sia-sia. Dia membalik tubuhnya dan menatap jalan menuju ke pembah persik hijau dengab mantap. Tapi seseorang dapat dengan mudah melihat tatapannya yang lembut dan goyah. Peri itu sama sekali tak menggerakan kakinya untuk kembali. Tak ada yang bisa membohongi hatinya, bahkan si pemilik hatinya sendiri itu tunduk. Dalam hati, si peri itu jelas mengatakan "tetap diam dan tunggu!"

"Tapi sampai kapan?!"

"Sampai kau bertemu dengannya!"

Akhirnya si peri terdiam bagai sebuah patung buddha yang tengah memberkati. Hati dan fikirannya tengah berperang.

"Siapa kau dan sedang apa disini?"

Gencatan senjata dilakukan!. Si peri langsung melihat sosok yang bertanya padanya tiba-tiba. Setelah ia melihatnya, si peri kembali terdiam seperti batu tanpa nyawa. "Mungkinkah cahaya diberkati cahaya juga?" Batinnya.

Sosok yang bertanya itu adalah Zhi-Jun yang sudah lelah menjaga waktu sehingga ia berhenti sejenak dari kegiatannya hanya untuk memastikan sesuatu yang terus mengusiknya.

"Yang Mulia ... saya-"

"Aku hanyalah seorang penjaga. Tidak perlu memanggilku dengan sebutan Yang Mulia seperti itu"

Ying - Ying mendadak bingung. Ia tidak tau harus memanggil seperti apa para abadi dari langit tengah meski seorang penjaga sekalipun. Kau tidak dapat menilai sebuah batu hanya dari penampilannya. Mungkin saja batu itu adalah permata. Sosok abadi dari langit tengah begitu dihormati.

"Ma-maaf. Bagaimana saya harus memanggil anda tuan Abadi?"

"Bebas. Fikirkan saja sendiri. Aku disini hanya untuk melakukan tugas. Aku sedang patroli lalu menemukan seorang peri. Apa yang sedang kau lakukan disini?"

"Aku ... " Ying-Ying nampak ragu untuk memberitaukan niatnya. Tapi daripada sesuatu mengganjal lebih lama lagi, ia lebih baik layu dan mati bersama dengan tanaman yang tua.

"Aku sedang mencari seseorang ..."

"Siapa dan untuk keperluan apa?"

"Itu ... aku ... aku tidak tau siapa dia, tapi keperluanku hanya satu" volume suara itu semakin menciut. Ying-Ying menunggu respon sang penjaga dam bersiap untuk diusir.

"Bagaimana ciri-cirinya?" Pertanyaan itu keluar tanpa diduga Ying-Ying sehingga ia memasang wajah terkejut.

"Malam ... dia seperti malam yang cerah penuh bintang"

Setelah mendengar hal itu. Zhi-Jun telah memastikan satu hal jika sosok peri itu memang tengah mencarinya. Saat dalam penyamaran dirinya memang memakai jubah malam cerah sehingga ia langsung tau apa maksudnya 'malam cerah penuh bintang' yang dikatakan sang peri.

Zhi-Jun tersenyum samar. Sesuatu yang menyenangkan memenuhi dirinya. Dan ia tidak sadar akan perasaan itu.

"Keperluanmu?"

"Aku ... aku ..."

"Kau bisa mengatakan keperluanmu dan aku bisa langsung menyampaikannya pada orang yang kau maksud"

Setelah mendnegar itu, Ying-Ying menjadi semangat. Ia masih penasaran dengan sosok yang tidak ia ketahui itu. Sosok yang telah mengembalikan jepit rambutnya.

"Tuan. Bisakah saya mengetahui siapa sosok itu?. Saya ingin mengatakan keperluan saya padanya secara langsung!" Lontar Ying-Ying. Ia akhirnya meluapkan apa yang tertahan tanpa memikirkan apakah dirinya akan diusir atau tidak.

"Apa yang kau katakan?. Bukankah kau sudah mengetahui peraturannya?. Tidak ada yang boleh tau identitas para abadi di langit tengah ..."

"!"

"Tuan. Maafkan aku!. Aku tidak bermaksud seperti itu, sungguh!"

"Kalau begitu katakan saja keperluanmu dan kau bisa pergi setelahnya"

Ying-Ying kecewa. Tapi setidaknya ia dapat menyampaikan rasa terimakasihnya lagi. Lagipula ia juga sudah sedikit puas dengan fakta jika sosok yang memgembalikan jepit rambutnya benar-benar berasal dari langit tengah. Ying-Ying rasanya menjadi satu-satunya peri yang beruntung saat itu karena dapat bertemu dengan seorang abadi dari klan bintang.

"Terimakasih"

"Tolong katakan itu padanya ..." lanjut Ying-Ying. Dan ia pun pergi dengan setengah perasaan puas dan kecewa.

Sementara itu Zhi-Jun masih berdiri dibawah pohon persik untuk memperhatikan peri itu pergi. Sebuah badai dalam dirinya tengah berputar tanpa ia ketahui perasaan apa yang tengah melandanya. Dirinya seperti embun yang menetes ke atas sebuah kelopak bunga. Kelopak itu kemudian melayang terbang tanpa tujuan, namun ia menikmati perjalanan dari hembusan lembut itu.

"Terimakasih ... aku sudah menerimanya" gumam Zhi-Jun dengan bahagia.

Angin berhembus, waktu berlalu, cinta hadir tanpa disadari kedatangannya.

"Oh!. Zhi-Jun pasti jatuh cinta pada peri persik ini!" Gumam An Jia Li dengan penuh semangat, tapi semangat itu memudar lebih cepat. Selalu seperti itu.

An Jia Li kembali mencoba mengingat kapan terakhir kali ia membaca kisah-kisah romansa yang penuh dengan akhir bahagia seperti dongeng, lalu romansa tragedi seperti kisah romeo dan juliet, sampai akhirnya tak pernah lagi mau menyentuh hal-hal yang berbau romantis. Tidak ada lagi kata romantis atau romansa dalam kamus hidupnya.

"Apa itu cinta?" Pertanyaan itu kembali muncul dalam benak An Jia Li. Padahal ia tau cinta adalah hal abstrak yang sulit dijelaskan, dan hanya bisa dirasakan. Tapi An Jia Li saat ini membutuhkan penjelasan 'Apa itu Cinta?' Untuk membuatnya yakin drngan perasaannya sendiri yang tak ia mengerti.

An Jia Li menutup buku. Ia menyudahi kegiatan membaca hari ini dengan termenung. Tanpa sadar langit sudah menggelap. Malam pun tiba. Malam indah yang dipenuhi oleh bintang-bintang.

"Apa yang harus kukatakan pada Yang Mulia Li tentang tusuk rambut pemberiannya yang sudah patah?" Gumam An Jia Li. Ia masih mencari cara untuk memperbaiki tusuk rambut itu, dan sisanya mencari alasan untuk memberikan kata-kata pada tokoh kaisar Li itu jika ia tak bisa memperbaiki tusuk rambut itu.

Sampai sebuah pemikiran muncul dalam kepala An Jia Li, "tusuk rambut ini dari perak. Aku bisa membawanya ke pengrajin untuk memperbaiki ulang tusuk rambut ini!" Akhirnya An Jia Li kembali ceria.

Keesokan harinya, ia benar-benar mencari tau tentang pengrajin perhiasan. Bahkan ia tak ragu untuk bertanya pada pelayan yang biasa membawa perhiasan untuk selir Zhi Yang.

"Dimana aku bisa menemui pengrajin perhiasan terbaik di kekaisaran?"

"Kenapa kau menanyakan hal itu?"

"Aku ... aku harus memperbaiki sebuah perhiasan yang tak sengaja kurusak. Itu milik selir Zhi Yang. Tolong bantu aku. Aku tidak mau dihukum olehnya" jelas An Jia Li dengan kebohongan.

"Ah. Kau berada dalam masalah kalau begitu. Aku akan memberikan alamat pengrajin itu. Kau bisa datang kesana ... tapi bagaimana dengan biayanya?. Kau mau minta potong gaji?"

"Itu adalah masalahku teman. Kau tidak perlu mencemaskannya"

"Kalau begitu ini alamatnya. Semoga berhasil"

"Terimakasih. Aku tidak akan melupakan kebaikanmu"

Dan An Jia Li pun pergi mencari alamat pengrajin itu dengan susah payah. Melewati begitu banyak gang sempit dan daerah kumuh, sampai akhirnya ia berada di pinggir perbatasan hutan Yin.

"Apa ini?. Apa aku salah membaca peta atau pelayan itu mempermainkanku?" Dumalnya.

An Jia Li tak beranjak dan tetap berada disana untuk memutar-mutar peta di robekan kertas itu sembari memutar kepalanya. "Sial. Seandainya ada google maps!" Rutuknya.

"Nona. Apa yang sedang kau lakukan disana?" Seorang pria menghampirinya. Dia membawa sebuah kapak di tangannya untuk menebang pohon.

"Oh paman, maaf. Bisalah aku bertanya padamu?. Apa kau tau tempat ini?"

Pria yang An Jia Li panggil dengan paman itu segera membaca peta itu dengan singkat "oh. Kau mau pergi ke penempa tua, Tuan Fang?"

An Jia Li tidak tau nama itu namun ia sedikit memahami kata 'penempa' jadi ia mengangguk mengiyakan.

"Ya" jawabnya.

"Kalau begitu kau hanya tinggal lurus terus dari sini. Lalu belok kiri setelah menemukan sebuah batu besar dekat sungai ... kuingatkan lagi. Hati-hati dengan sungainya" ucap paman itu lalu ia pergi kedalam hutan sendiri.

"Sungai?. Ada apa dengan sungainya?. Buaya?" Hanya itu yang ada di fikiran An Jia Li. Namun ia masih berfikir, "kenapa rumahnya ada di dalam hutan?. Apa dia orang yang suka mengurung diri?" Gumamnya. Fikiran An Ji Li kembali melayang ke berbagai kisah petualangan fantasi yang melewati hutan.

"Jangan katakan aku akan bertemu seekor Naga nanti" ucapnya sembari tertawa tak percaya. Bagaimanapun. Seekor naga adalah hewan dari dunia fantasi di fikiran An Jia Li yang sekarang.

"Siapa itu?, apakah ada yang bisa kubantu?" Tanya seseorang tiba-tiba saat An Jia Li larut dalam fikiran fantasinya tentang naga yang tiba-tiba muncul untuk menyerang.

Tentu saja An Jia Li terkejut. Bayangan ketika di danau giok kembali terulang dalam ingatannya tentang ia yang melihat bayangan naga yang besar. Ia takut jika hal itu kembali mengincarnya.

"Tenang saja nona, jangan takut. Aku hanyalah penempa tua. Aku memasang array pendeteksi sederhana. Jadi aku dapat merasakan siapa saja yang melewati atau menyentuh batu itu"

An Jia Li menghela nafas "Ah, begitu ya ... kalau begitu langsung saja Tuan Fang?" An Jia Li ragu begitu ia menyebut nama itu. Ia takut jika ia salah orang, tapi hal lain juga sebenarnya mengganggu fikirannya. "Sepertinya aku pernah mendengar tentang nama ini dalam novel ..."

Sementara itu, Tuan Fang yang sudah memeriksa benda dalam potongan kain itu mengerutkan dahinya dengan soror mata penasaran.

"Nona ... bolehkah aku tau darimana kau mendapatkan benda ini?" Tanyanya.

"Eh?. Ke-kenapa memangnya?. Apakah tidak bisa diperbaiki lagi?"

"Tidak. Bukan begitu ... ini ... ini adalah perak paling murni yang hanya bisa kau temukan di kekaisaran Li dan ... ini adalah perak yang hanya bisa dimiliki keluarga kekaisaran, tapi ... kau memakai baju pelayan kekaisaran Feng ... aku tidak tau harus bertanya seperti apa lagi."

Meski di akhiri kata-kata "aku tidak tau harus bertanya apa lagi" namun penempa tua itu kembali bertanya pada An Jia Li.

"Nona ... apakah kau memiliki hubungan dengan keluarga kekaisaran Li?"

"Maaf. Aku tidak bermaksud ikut campur dalam kehidupanmu, tapi aku sarankan sesuatu untukmu karena kau berasal dari Feng. Jangan menjalin hubungan rumit dengan kekaisaran Li atau kau akan terkena kutukan dari langit ..."

"Beberapa tahun yang lalu ada beberapa pasangan yang memiliki hubungan seperti ini dan mereka hidup dalam penderitaan sampai akhirnya mati dengan mengerikan"

"Langit akan mengirim Naga penghakiman bekepala tiga untuk menghukum sesuatu yang seharusnya tidak boleh bersatu" jelas penempa tua itu dengan panjang lebar. Sementara An Jia Li merasakan atmosfer seperti dirinya tengah mendnegarkan sebuah cerita fantasi singkat dari audiobook. Suara penempa itu sangat nyata seperti pengisi suara yang sedang bernarasi dalam audiobook.

"Naga kepala tiga?!"