Fey menaburkan petal mawar di atas makam Jerym. Ia juga meletakkan buket bunga yang ia bawa. Entah mengapa saat ini ia sangat ingin mencurahkan apa yang hatinya rasakan. Mencurahkan semua kegundahan yang ia rasa. Mengerahkan semua ego di dalam dirinya.
Fey menyentuh nisan Jerym, kedua matanya mulai berkaca-kaca.
"I miss you, Jerym."
"Gak ada yang bisa mengerti dan memahami aku selain kamu."
Fey merebahkan tubuhnya di samping makam Jerym. Menutup sebentar kedua matanya. Merasakan ketenangan yang ia dambakan. Setidaknya bisa mengurangi kegusaran di dalam hatinya.
"Selamat tinggal pangeranku. Kamu akan selalu memiliki tempat khusus di sudut hatiku yang terdalam."
Fey kembali berdiri. Ia menatap kembali lekat makam sahabat laki-lakinya yang pernah ia cintai.
"Jerym.. I'm sorry. You're not a man that my heart wants anymore." Batin Fey.
Fey pun berbalik dan meninggalkan makam Jerym. Dalam hatinya ia berjanji kali ini ia tidak akan kehilangan laki-laki yang hatinya dambakan.
*****
Sepulang dari makam Jerym, Fey berkunjung ke rumah keluarga Hilman. Tak lupa ia juga membawa lapis legit plum kesukaan Marissa.
Marissa menyambut kedatangan Fey sambil memeluk calon menantunya itu.
"Aku bawa ini buat Tante." Kata Fey sambil menunjukkan lapis legit plum yang ia bawa.
"Oh my god Fey… kamu gak usah repot-repot, Nak."
"Gak apa-apa Tante, mumpung sekalian tadi lewat."
Marissa membawa Fey ke ruang tamu dan mereka duduk bersebelahan namun saling menghadap.
"Kamu habis dari mana?" Tanya Marissa.
"Aku habis ziarah ke makam Jerym, Tante."
Tentu saja Marissa tahu siapa Jerym. Dia adalah sahabat Fey dan putranya. Laki-laki yang ia ketahui disukai oleh Fey.
"Fey.. apa kamu masih.."
Fey menyela ucapan Marissa. " I came to say goodbye, Tante."
Marissa mengangguk. Tentu saja dalam hatinya ia sangat senang. Hal itu berarti hubungan Fey dan Alex akan semakin dekat.
Fey melihat ke sekeliling rumah mencari keberadaan seseorang yang ingin ia lihat saat ini.
"Alex… lagi di kantor ya, Tan?"
"Oh enggak kok. Dia lagi di kamar. Lagi malas ngantor katanya, takut gak fokus. Padahal Tante tahu ini pasti ada hubungannya dengan Surie."
Terlihat dan terdengar jelas oleh Fey ekspresi ketidak sukaan di wajah Marissa ketika ia menyebut nama Surie. Fey sangat yakin kalau Marissa saat ini benar-benar membenci Surie.
"Kalau gitu… aku ke kamar Alex ya, Tan."
"Oh.. boleh dong. Sekalian kamu bawain dia kopi dan lapis legit yang kamu bawa ya." Ucap Marissa sambil tersenyum.
"Iya Tante." Sambung Fey.
Fey mengetuk pintu kamar Alex. Namun tidak ada balasan. Karena pintu kamar tidak terkunci, Fey pun memutuskan untuk masuk saja ke kamar Alex dengan nampan yang berisi secangkir kopi dan piring kecil berisi potongan kue lapis legit plum.
"Alex." Panggil Fey.
Alex yang tidur terpelungkup mendengar seseorang yang memasuki kamarnya dan memanggil namanya. Suara yang Alex kenal.
Ia pun membalikkan tubuhnya. Ia melihat Fey berjalan ke arah meja lalu meletakkan nampan yang ia bawa.
"Kamu gak ngantor hanya karena lagi berantem sama Surie?"
Alex sama sekali tidak menyangka kalau Fey berkunjung ke rumahnya. Dan saat ini sedang ada di kamarnya.
"Kamu ngapain kesini?" Tanya Alex namun terkesan ketus.
Fey duduk santai di sofa yang menghadap ke ranjang Alex sambil menyilangkan kakinya.
"Aku punya hak kan berkunjung ke rumah tunanganku sendiri." Ujar Fey.
Alex tersenyum tipis. "Udahlah Fey, kenapa kamu gak langsung to the point aja. Aku lagi gak minat basa-basi sekarang."
"Kamu masih berantem sama Surie?"
"Itu bukan urusan kamu." Ujar Alex dingin.
"Aku bisa bicara sama Surie." Fey menawarkan bantuan.
"I don't need your help." Tolak Alex dengan tegas.
Fey pun bangun dari sofa dan perlahan mendekat ke arah Alex yang kini sudah duduk di pinggir ranjangnya.
"Kenapa sekarang kamu dingin sama aku, Al?" Tanya Fey lembut sembari duduk sebelah Alex.
Fey mengelus lembut pundak Alex dan menatapnya lebih romantis dari biasanya.
Alex kemudian berdiri. Saat ini ia benar-benar tak ingin di ganggu sama sekali.
"Lebih baik kamu keluar Fey. Kamu kesini mau ketemu Mama kan?" Ujar Alex sambil menunjuk ke arah pintu kamarnya.
Fey berdiri. "Aku mau ketemu kamu. Aku kangen kamu Al." Ucap Fey dan sontak memeluk tubuh Alex.
Alex yang kaget akhirnya mendorong tubuh Fey dari pelukannya. "Tolong keluar dari kamarku, Fey. I want to be alone now."
Fey mendengus kesal namun Alex tak peduli.
Mereka berdua menatap ke arah nampan yang berada di atas meja, yang Fey bawa tadi.
"Okay… aku akan keluar. Tapi aku mau kamu minum kopi dan makan lapis legit yang aku bawa. Kamu tenang aja itu gak ada racunnya sama sekali."
"..."
Alex tak memberi jawaban, dan Fey akhirnya keluar dari kamar Alex. Fey sangat kesal saat ini.
*****
Di malam harinya…
Fey dan Surie makan malam bersama di salah satu steakhouse restorant. Fey mengajak Surie untuk makan malam yang bagi Surie terkesan seperti ajakan paksa.
Di tengah-tengah makan malam mereka berdua akhirnya Surie berinisiatif untuk berbicara terlebih dulu agar pertemuan makan malam ini menemukan tujuannya.
"Ada apa lagi?" Tanya Surie.
"Aku mau kamu tahu."
"Tahu apa, Fey?"
Fey tersenyum sambil menatap Surie. "Aku udah mutusin untuk lepasin Jerym. Dan itu artinya.. mulai sekarang aku akan fokus ke hubunganku dengan Alex."
Deg!!!
Fey yakin kalau saat ini Surie kaget mendengar perkataannya. Hatinya pasti mulai kalut dan gundah. Menurut Fey, jika Surie pintar maka ia akan mengucapkan kata-kata dimana ia terlihat baik-baik saja.
"Selamat ya." Ucap Surie.
Fey tersenyum puas, tebakannya benar.
Surie kembali melanjutkan ucapannya. "Hubungan aku dan Alex sedang tidak baik-baik saja. Ini seharusnya bisa jadi kesempatan emas untuk kamu lebih dekat dengan Alex."
"Aku gak akan sejahat itu, Surie."
Surie terkesan malas mendengar ucapan Fey barusan. Ucapan yang terkesan menyindirnya.
"But thank you. Itu artinya kamu merestui hubungan aku dan Alex."
"Hm." Jawab Surie singkat dengan ekspresi yang datar.
Tepat pukul 21.45pm, Surie dan Fey akhirnya selesai makan malam. Surie berdiri di saat Fey masuk ke mobilnya sendiri.
"Kamu yakin gak mau aku antar?" Tanya Fey.
Surie hanya menggeleng. "It's okay. Aku bisa naik taksi online. Lagi pula kita beda jalur kan." Tolak Surie secara halus.
Fey mengangguk karena ia merasa tak ingin memaksa Surie untuk ikut dangannya.
"Ya udah kalau gitu, aku duluan ya."
"Hm.. hati-hati Fey."
Setelah saling melambaikan tangan, mobil Fey pun melaju meninggalkan restorant.
Surie menatap kepergian mobil Surie lalu tersenyum sinis.
Ia kemudian mengambil ponselnya yang ia simpan di clutch yang ia bawa. Surie menghubungi seseorang.
"Halo.."
Terdengar suara seorang laki-laki di ujung telfon.
"Alex.. jemput aku sekarang. Aku share loc alamatnya."
"Alright Sayang, kamu tunggu sebentar ya. Aku jemput kamu sekarang juga."
"Hmm.. hati-hati ya Al."
Setelah selesai menelfon Surie kembali memasukkan ponselnya ke dalam clutch.
"Hiduplah dengan keputusan barumu, Fey. Kita lihat sampai mana kamu bisa memiliki Alex." Batin Surie.
Ia memutuskan masuk kembali ke dalam restoran sambil menunggu kedatangan Alex.
Bersambung…