"Alex Could you come to my place, please."
Alex masih menatap layar ponselnya ketika ia membaca chat dari tunangannya, Fey. Ia menyandarkan tubuhnya ke kursi kerjanya. Menghela nafas.
Alex sadar kalau beberapa hari belakang ia terlalu sibuk dengan urusannya bersama Surie. Alex memang terkesan egois semenjak ia sadar kalau ia telah jatuh cinta pada mantan istrinya.
Tapi ia hanya ingin mengikuti apa yang hati kecilnya inginkan saat ini. Alex tidak bisa kehilangan Surie begitu saja. Tidak sekarang dan juga selamanya. Namun di sisi yang lain ia seakan menelantarkan Fey. Tidak.. lebih tepatnya ikut menyalahkan Fey.
Seorang ibu memang selalu ingin yang terbaik bagi putrinya. Tapi semuanya terasa salah dan datang di waktu yang tidak tepat. Ketika Marissa menjodohkan Alex dengan Surie, orang yang Alex inginkan adalah Fey. Dan ketika Alex sudah bertunangan dengan Fey, ia tak ingin kehilangan apalagi melepaskan Surie dari genggamannya.
Alex meletakkan kembali ponselnya. Ia memejamkan kedua matanya dan menghela nafas seakan rasa lelah sedang menguasai dirinya.
"Wake up Alex, don't be like this. This isn't you." Batin Alex pada dirinya sendiri.
********
Surie mengaduk-aduk tehnya setelah ia menuangkan satu sachet gula pasir. Ia dan Sandra bertemu untuk meluangkan waktu bersama sambil menikmati afternoon tea di salah satu hotel bintang 5.
"Jadi.. Lo udah balikan sama Alex?" Tanya Sandra.
"Kita gak pernah putus."
"Oh iya, gue lupa. Lo berdua cuma pernah cerai aja." Ucap Sandra sambil tersenyum lebar.
Surie menatap Sandra namun ia tak merasa tersinggung. Itu kenyataan, pernikahannya dan Alex berakhir di sebuah surat cerai. Takdirlah yang membawanya dan Alex bisa kembali bersama seperti saat ini.
"Kita.. bisa di bilang udah baikan."
Sandra tersenyum tipis, "Udah gue duga, kalau sahabat gue yang tercinta ini gak akan pernah bisa marah lama-lama sama seorang Alexandre Hilman. Gila.. ya pelet mantan suami lo emang high quality."
Surie memutar kedua matanya. "Alex itu gak perlu pakai pelet segala, San. Gitu-gitu juga banyak yang luluh sama dia."
"Iya.. Salah satunya elo kan."
Surie diam dan itu berarti benar. Surie memang seorang wanita yang setia ketika ia sudah mencintai seorang laki-laki. Apalagi kalau mereka pernah bersama. Dan menurut Sandra, seharusnya Alex bersyukur dan akan selalu memperlakukan Surie dengan baik. Setidaknya Alex bisa berlaku adil. Rasa sakit itu pasti ada di setiap cinta segitiga.
Tapi yang bisa Sandra lihat sekarang di hubungan yang Surie jalani bersama Alex, sahabatnya hanya ingin selalu bisa berada di sisi Alex dan menjadi salah satu wanita yang akan selalu Alex cintai.
Bahtera pernikahan hanya sebuah keajaiban jika itu bisa terjadi. Alex sudah memiliki Fey sebagai tunangannya. Dan itu berarti Fey lah yang lebih berhak menjadi istri Alex. Namun jika Alex menginginkan hal yang sebaliknya, maka ia harus bisa membuat Fey mengerti atau melepaskan Fey jika ia tak mau menerimanya.
"San.."
"Hm.. Ya."
"Kenapa gue ngerasa bersalah ya sama, Fey? Sekarang… Alex terlihat lebih memilih gue daripada tunangannya sendiri."
"Surie.. My dear friend. Lo gak usah khawatir. Alex itu gak mungkin melepaskan kalian berdua. Dia lebih peduli sama lo, ya karena kadar cinta yang dia miliki ke elo lebih besar saat ini. Tapi itu gak berarti kalau dia akan melepaskan Fey. Situasi yang terjadi saat ini cuma kebalik aja dari yang dulu."
Surie terlihat berfikir. Perkataan yang Sandra ucapkan saat ini benar adanya. Tidak seharusnya ia merasa bersalah atas apa yang terjadi pada Fey, di saat ia adalah orang yang pertama mengalaminya.
*******
Fey membuka pintu apartemennya dan melihat Alex kini ada di hadapannya. Bibir Fey seketika langsung mengulas senyuman penuh kebahagiaan.
Yang di tunggu akhirnya datang juga. Fey benar- merindukan Alex. Setelah pintu tertutup kembali, Fey langsung memeluk Alex. Memeluknya erat untuk menumpahkan semua kerinduan yang selama ini tertahan.
"I miss you, Al."
"Are you sick right now, Fey?" Tanya Alex namun dengan raut wajah yang bahkan terkesan datar. Seperti tidak adanya kecemasan yang terpancar.
"I miss you." Jawab Fey.
Hanya kata di mana Fey merindukan Alex yang terucap sedari tadi.
Alex menuangkan 2 gelas air untuk dirinya dan Fey.
Sebelum kesini, Alex membeli delivery makanan di luar. Sembari mengunjungi tunangannya, ia juga berencana makan malam bersama.
"Al.. Kemarin malam kamu sama Surie ya?" Tanya Fey pelan.
Alex menautkan kedua alisnya. Darimana Fey bisa tahu? Setidaknya itulah pertanyaan yang ada fikiran Alex saat ini.
"Aku tahu dari Surie."
Hmm… its make sense right now.
Fey mengulurkan tanganya untuk menyentuh tangan Alex. Mulai menatap wajah tampan tunangannya itu.
Sejujurnya hati Fey masih terluka. Ia masih belum terbiasa dengan keadaan yang seperti ini. Sungguh… Fey tak ingin kehilangan untuk kedua kalinya. Jerym harus menjadi laki-laki terakhir yang tak bisa Fey miliki.
Fey selalu menyadarkan dan mengingatkan dirinya kalau ia belum kehilangan Alex. Tidak… Ia tidak akan pernah kehilangan Alex. Walaupun ada berjuta Surie di sekeliling Alex, hal itu tidak akan berpengaruh. Mungkin…
"Al.. seandainya.. Kamu dan Surie gak pernah saling bertemu dan mengenal, apa.. itu berarti kamu bisa jadi milik aku selamanya?"
Deg!!!
Alex mengerutkan kening. Kenapa Fey tiba-tiba bertanya seperti ini? Apa yang sedang ada di fikirannya saat ini? Apa dia mulai berfikir negatif lagi? Mulai hopeless lagi?
"Fey…"
Fey terlihat menahan air matanya yang akan keluar. Sungguh rasa sesak di dadanya sekarang benar-benar membuatnya sulit untuk bernafas secara normal. Rasanya Fey ingin berteriak sekencang mungkin di hadapan Alex.
"Apa kamu ingin menyalahkan takdir sekarang?"
Kedua mata Fey membulat bersamaan dengan jatuhnya bulir air mata netranya. Mulut Fey mulai terbuka, ia ingin mengatakan sesuatu tapi Alex terlanjur menyelanya.
"Apapun itu takdir di antara kita akan tetap sama, Fey."
"Jadi apa kamu masih cinta sama aku, hm?" Tanya Fey penuh tuntutan.
Alex kembali mengerutkan keningnya. Selama ini Alex masih belum mengerti sepenuhnya apa perasaan yang ia miliki terhadap Fey adalah perasaan cinta atau sebuah rasa ketertarikan biasa yang berupa obsesi untuk memiliki.
"Aku…"
Fey masih menunggu jawaban yang akan keluar dari bibir tunangannya. Sangat berharap kalau Alex akan mengatakan hal yang membuat perasaannya lega.
"Aku.. Aku gak tahu, Fey. Aku gak tahu apa aku pernah mencintai kamu atau enggak."
Seketika pegangan Fey tangan Alex langsung terlepas. Fey menarik dirinya dari Alex. Ia bukan hanya terkejut tapi lebih ke arah kecewa.
Fey merasa harga dirinya jatuh dan keberadaannya seperti tak ada artinya sama sekali bagi Alex. Kalau Alex tidak pernah yakin atas perasaan yang ia miliki pada Fey, untuk apa ia bersikap seolah-oleh Alex menginginkan Fey?
Berbagai macam pertanyaan kini muncul memenuhi hati dan fikiran Fey. Ia mulai menggeleng seakan tak menyangka dan tak ingin percaya akan perkataan yang keluar dari mulut Alex tadi.
Fey tersenyum tipis lalu menunduk. "Bodoh." Desis Fey.
Perlahan Fey mulai menatap wajah Alex lagi. Dengan penuh keyakinan ia berkata. "Bodohnya aku bisa jatuh di lubang yang sama untuk kedua kalinya."
"Fey…"
Sambil mendepak meja makan Fey berdiri dari kursi. Nafasnya memburu dengan rahang yang mulai mengeras. Kedua mata Fey mulai memerah. Ia tak peduli jika ia harus terlihat menyedihkan saat ini. Yang jelas Alex harus tahu kalau Fey juga korban disini.
"Don't say sorry Al,"
Alex terdiam karena Fey mencegahnya untuk berbicara. Fey mendengus dan sebuah seringai muncul di bibirnya.
Bersambung…