Ting-Tong!
Alex memencet bel apartmen Surie. Pada dentingan kelima akhirnya Surie membukakan pintu untuk Alex.
"Hai.." Sapa Alex yang di iringin senyuman.
"Alex, kamu ngapain sih—"
Alex menerobos masuk ke dalam. Membuat Surie tak bisa berkata dan berbuat apa-apa selain membiarkannya.
Greb!
Alex langsung membawa tubuh Surie kedalam pelukannya. Dan Surie hanya membiarkannya. Seakan mencium dan merasakan kehangatan dan aroma tubuh mantan istrinya itu membuat Alex merasa nyaman. Alex semakin mengeratkan pelukannya untuk menyalurkan semua kerinduan yang ia rasakan pada Surie.
Surie melihat Alex masih berpakaian kerjanya. Namun ini belum menunjukkan jam pulang kantor. Surie kemudian membawakan secangkir kopi dan ia berikan pada Alex yang kini duduk di sofa ruang tamu.
"Ada apa?" Tanya Surie pelan.
"Aku mau nginap disini hari ini." Jawab Alex langsung.
Surie terpekik namun Alex tak ingin di bantah.
"You heard me, Surie."
Alex mencampurkan creamer ke dalam kopi hitamnya. Mengaduknya lalu meminumnya.
"Hmm… I always love coffee you make for me."
Surie tersenyum tipis. Ia memang tahu banyak hal tentang Alex. Apa yang laki-laki itu sukai dan apa yang tidak.
*****
Sesuai dengan pembicaraan mereka berdua di telfon. Fey dan Marissa bertemu di sebuah coffee shop.
Marissa bisa melihat jelas dari raut wajah Fey kalau saat ini ia sedang berada di situasi tidak baik. Marissa yakin kalau saat ini suasana hati Fey sedang buruk.
"Fey… ayolah cerita ke Tante. Ada apa?" Tanya Marissa.
"Alex Tante…"
"Alex? Kenapa lagi dia?"
"Alex mau jaga jarak sama aku, Tante. Dia minta supaya kita gak ketemu dulu untuk sementara waktu."
Kedua mata Marissa melebar. Ia benar-benar kaget mendengar kata-kata Fey. Marissa tak habis fikir kalau Alex bisa berbuat sejauh ini. Ternyata pertengkarannya dengan Surie membuat Alex bisa melakukan apa aja.
"Tadi siang aku ke kantor Alex untuk bawain makan siang. Dan…" Fey menutup mulutnya, ia tak kuasa membendung air mata yang berusaha ia tahan sejak tadi keluar dari kantor Alex.
Marissa berusaha menenangkan calon menantunya itu sambil mengusap-usap lengan Fey. Disisi lain Marissa juga masih tak habis fikir dengan sikap Alex pada Fey.
Alex tidak pernah bersikap seperti ini pada Fey. Marissa tahu bagaimana Alex biasanya memperlakukan Fey. Tapi sekarang Marissa semakin yakin kalau putranya benar-benar sudah di butakan mata dan hatinya akan cintanya terhadap Surie.
"Aku benar-benar gak bisa kehilangan Alex, Tan. Aku udah lepasin semuanya hanya untuk Alex, hiks."
"Fey kamu tenang ya. Tante jamin, kamu gak akan pernah kehilangan Alex. Kamu gak lupa kan, kalau kalian udah tunangan? Itu artinya kamu yang lebih banyak dalam memiliki Alex daripada Surie."
Fey menyeka air matanya. "Tapi Alex mencintai Surie, Tan. Bahkan aku gak yakin kalau Alex masih cinta sama aku atau enggak."
Marissa melihat kalau Fey sekarang benar-benar terguncang akan ketakutan dan kecemasan akan kehilangan tunangannya.
Fey mulai yakin kalau posisinya sudah tergeserkan oleh Surie. Walaupun ia masih berstatus sebagai tunangan Alex, jika itu tak berarti penting di hati Alex maka semuanya akan sia-sia.
Alex terlambat menyadari perasaannya terhadap Surie, dan itu juga terjadi pada Fey sekarang. Di saat Fey yang sekarang ingin Alex sebagai laki-laki satu-satunya yang akan ia cintai, tapi takdir berkata lain. Fey mulai merasa kalau Alex bukan hanya tak menginginkannya lagi, tapi juga tak mencintainya seperti dulu.
*****
Di malam hari, di apartemen Surie.
Mereka berdua makan malam bersama. Surie sengaja membuatkan steak dan salad kesukaan Alex. Bisa Surie lihat kalau Alex sangat menikmatinya.
"Ini enak seperti biasanya." Puji Alex pada masakan Surie.
Orang yang di puji hanya tersenyum.
Hingga Surie teringat akan suatu hal. Akhir-akhir ini di saat ia bertemu atau tepatnya Fey mengajaknya bertemu dan berbicara, Fey selalu bilang kalau Alex bersikap dingin pada tunangannya itu.
Sekarang Surie benar-benar ingin memastikan langsung dari mulut Alex.
"Al.."
"Hm.. ya."
"Aku mau tanya sesuatu sama kamu."
"Tentang?"
"Kamu dan Fey."
Alex meletakkan garpu dan steak knife yang pegang di atas piringnya. Alex menghela nafas kasar seakan mendengus kesal setelah Surie menyebutkan nama Fey.
"Al.. Aku dengar kamu bersikap dingin sama Fey? Am I right?"
"Hm." Jawab Alex singkat dan ketus.
Ekspresi wajahnya pun berubah. Menjadi datar dan dingin. Alex terlihat malas dan tak menyukai pembicaraan tentang Fey saat ini. Alex tak ingin suasana hangat malam ini rusak begitu saja dengan membawa nama Fey di dalamnya.
"Al, ayolah jangan seperti ini. Fey itu gak salah apa-apa. Kamu gak bisa salahin Fey begitu aja."
"Kamu bela Fey sekarang?" Tanya Alex tak suka.
Surie masih terlihat tenang. "Bukan.. bukan seperti itu, Al."
"Surie… Mama sama Fey, mereka berdua itu sama. Mereka sama-sama mau pisahin aku sama kamu." Terdengar ada emosi di nada bicara Alex.
*****
Fey memandangi foto pertunangannya dengan Alex. Dengan wajah yang keningnya mengerut dan mata yang berusaha menahan air matanya.
"Kenapa… kenapa aku gak bisa dapatin cinta dari laki-laki yang aku inginkan?"
Fey meraba wajah Alex yang bingkai foto. Kesedihan dan kekecewaan terlihat jelas di wajahnya. Hatinya benar-benar merasa seperti di iris tipis-tipis.
Dulu dengan mudahnya Alex akan kembali dan melakukan segala hal untuk dirinya. Sehingga Fey tidak perlu merasakan kecemasan karena Alex tidak akan pernah berpaling darinya.
Tapi…
Di saat Fey mengukuhkan hatinya. Menyiapkan tekadnya untuk memberikan hati dan tubuhnya hanya untuk Alex, ia harus rela berbagi dengan wanita lain.
Wanita yang dulu tak pernah Alex hiraukan walaupun mereka terikat dalam pernikahan. Wanita yang dulu Alex tinggalkan hanya untuk lebih dekat dengan Fey.
"Kamu benar-benar jahat Alex. Apa kamu sadar sifat egois yang kamu miliki bukan hanya menyakiti aku? Tapi suatu saat nanti juga akan menyakiti dia dan juga diri kamu sendiri." Batin Surie.
Air mata itu akhirnya jatuh juga. Seberapa kuatnya, seberapa kerasnya hari yang Fey miliki, juga seorang wanita. Yang bisa berasakan rasa sakit dan senang karena lelaki yang memiliki tempat yang khusus di lubuk hatinya yang terdalam.
Fey sangat membenci berada di dalam situasi seperti ini. Egonya membencinya, namun karena egonya juga membuat dirinya harus seperti ini. Memohon agar Alex tak pernah melepaskannya. Berharap agar Alex juga akan selalu memilihnya.
"Alex…"
Fey menyeka air matanya. Menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya. Kedua sorot matanya berubah menjadi tajam dan dingin. Ketika ia sadar akan apa yang terjadi pada dirinya saat ini. Di saat ia sadar kalau ternyata posisi wanita yang mengusai hidup Alex telah berubah membuat Fey ingin berteriak karena amarah yang menguasai dirinya saat ini.
"Kalau Surie menghilang, apa itu artinya aku akan menjadi satu-satunya untukmu?"
Fey biasanya bisa mendapatkan apa yang ia inginkan dengan mudah. Tapi di saat apa yang sudah ia genggam dan itu di ambil dengan mudahnya dari genggaman tangannya begitu saja. Membangkitkan sifat kompetitif Fey. Apapun caranya, dan bagaimanapun juga Fey akan membuat hanya dirinya yang berakhir dalam pelukan Alex, selamanya.
Bersambung…