Chereads / Sweet Dating / Chapter 19 - Kesalahpahaman (II)

Chapter 19 - Kesalahpahaman (II)

Ana hanya diam memandang gadis di depannya itu. Berbeda dengan gadis di depannya yang terlihat tidak nyaman. Namun, bukan Julia jika hanya diam saja. Ia menahan tangan Ana agar tidak jadi masuk.

"Apa yang kamu lakukan di sini? Mencariku? Untuk apa kamu mencariku lagi? Oh, apa karena kamu khawatir aku mencuri barangku saat kamu pergi tadi? Tenang saja! Orang tuaku cukup kaya untuk memfasilitasi semua kebutuhanku! Dan lagi, urusi saja kekasihmu itu. Jangan hiraukan aku. Jangan terlalu baik padaku."

Ana mengernyitkan dahinya. "Omong kosong apa yang kamu bicarakan sekarang? Mencuri? Barangku tidak ada yang hilang. Dan kamu bilang... Kekasih? Semua orang tahu kalau aku tidak tertarik untuk menjalin hubungan dengan siapapun."

"Tidak perlu kamu berbohong padaku. Aku melihatmu memeluk Cecil di dekat parkiran sore ini."

Aksi diam Ana pada akhirnya hanya membuat Julia semakin frustasi. Ia memalingkan pandangannya dari mata Ana.

"Kamu seharusnya memberitahuku jika ada orang yang kamu suka. Maaf, aku salah mengartikan kebaikanmu yang selalu menolongku."

"Julia, ak-"

"Kamu tidak perlu datang kemari untuk memastikan keadaanku."

"Julia, aku ke sini bukan untuk kamu. Aku ke sini untuk bertemu kakakku."

Baru saja, ia merasakan sebuah bom terlempaf tepat di jantungnya. Memporak-porandakan hidupnya.

Bodoh!

Julia tersenyum getir. Ia memasukkan tubuhnya lagi ke dalam lift, bergeser ke sisi kanan.

"Masuklah," ucapnya datar.

Ana melangkah maju ke dalam lift dan berdiri di samping gadis itu. Seketika suasana menjadi canggung. Bahkan Julia memasang ekspresi yang menurut Ana itu terlihat sangat aneh.

"Aku memang ceroboh dan juga bodoh, tapi aku tidak menyangka harga diriku akan hancur di depanmu."

Ana langsung menoleh pada Julia. Dilihatnya gadis itu memandang lurus ke arah pintu lift. Ia bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi saat ini. Tidak. Lebih tepatnya ia bingung dengan apa yang dipikirkan Julia sekarang.

"Kamu ke kampus sore ini?" tanyanya membuka suara.

"Hanya untuk meminjam buku."

Julia membalikkan badannya, melihat ke arah Ana. "Maaf, aku terlalu terpengaruh sore ini. Sehingga saat melihatmu, aku justru meluapkannya."

"Kamu sudah makan?"

Julia menggelengkan kepalanya polos.

"Ayo, ikut makan malam bersamaku di rumah kakakku."

Mata sipit itu membulat dengan sempurna. Perasaannya sangat kacau sekarang.

"Jangan salah paham. Aku juga perlu merawat lukamu. Jadi sekalian saja kita makan malam di sana."

"Bukankah kamu mau bertemu kakakmu. Aku tidak ingin mengganggu-"

"Kamu tidak mengganggu. Lagipula sudah kubilang aku akan merawat lukamu. Aku tidak tahu nomor unitmu, dan aku malas untuk mencari tahu letak unitmu."

Triiing...

Pintu lift terbuka.

Tangan kanan Ana meraih tangan kiri Julia. Menariknya keluar dari lift tanpa menunggu persetujuan gadis itu.

Julia hanya melebarkan mata sambil menatap punggung Ana dengan tajam. Namun, detik berikutnya justru sebuah senyuman yang tergambar di wajahnya.

Mereka berhenti di sebuah pintu. Ana menekan bel yang ada di sana dan beberapa detik kemudian pintu terbuka.

Dokter Ratna membelalakkan matanya. Lantas ia memukul lengan Ana dengan keras.

"Kamu itu bodoh apa gimana sih? Kamu belajar taekwondo untuk menyerang orang jahat, bukan melukai gadis cantik seperti ini!"

"Aduh... Kak... Hentikan... Biarkan aku masuk dulu... Aku akan jelaskan di dalam." Ana meringis kesakitan. Sedangkan Julia hanya memasang wajah bingungnya.

"Ya memang kamu harus menjelaskannya!"

***

"Jadi bukan kamu yang melukai gadis cantik ini?" Dokter Ratna memandang wajah Julia dengan senyuman yang begitu lebar.

"Namanya Julia, Kak!"

Dokter Ratna menatap Ana sinis, namun kembali tersenyum ketika manik matanya bertautan dengan Julia. Sedangkan gadis itu terlihat canggung.

"Ya sudah. Kita makan malam bersama yuk."

Mereka berjalan menuju ruang makan. Dokter Ratna membuka penutup meja makan. Sedangkan Ana membantu mengambil beberapa piring kosong juga sendok dan garpu di rak penyimpanan.

"Tapi, Julia tidak apa kan jika makannya hanya sedikit? Aku tidak memasak banyak menu makanan malam ini," ucap Dokter Ratna khawatir.

Julia tersenyum canggung. "Tidak apa. Justru saya minta maaf karena datang ke sini dengan tiba-tiba."

"Bukan. Bukan salah kamu. Itu salah Ana karena tidak memberitahuku jika membawa orang lain."

"Ana tiba-tiba mengajak saya saat kami bertemu di lift."

"Kamu juga tinggal di apartemen ini?"

"Iya, Kak. Lantai 5 kamar nomor 4."

"Jika ada waktu, kamu boleh main ke sini. Tapi, buat janji dulu ya. Aku kerja di rumah sakit depan kampus." Tangan Dokter Ratna dengan cekatan mengambilkan menu makan untuk piring masing-masing.

Julia menoleh pada Ana. Namun gadis itu justru terlihat cuek dan menikmati santapan makan malamnya.

"Kak, akhir pekan ini kakak perlu pakai mobil tidak?" tanya Ana tiba-tiba.

"Tidak."

"Aku boleh meminjamnya? Untuk dua hari."

"Mau kemana?"

"Hanya ingin jalan-jalan."

"Iya, pakai saja mobilku. Lagipula tumben sih kamu pakai mobil."

"Udaranya terlalu panas kalau aku naik motor, Kak."

Dokter Ratna menyipitkan matanya dan menatap lurus ke Ana. Membuat gadis itu tersedak.

"Kenapa kaget gitu?" tanya Dokter Ratna sambil mengulum senyum di bibirnya. Sedangkan Julia dengan cekatan memberikan segelas air putih untuk Ana.

"Jangan menatapku seperti itu, Kak. Seolah aku ini penjahat," gerutu Ana kesal.

Sedangkan Dokter Ratna terkekeh pelan karena merasa berhasil menggoda pasiennya itu. Pasien yang selama ini terlihat datar dan tenang.

"Oh ya, aku ambil obat P3K di kamar Kakak ya. Aku akan mengobati luka Julia. Makanku sudah selesai."

Ana bergegas meninggalkan Julia dan Dokter Ratna yang masih menikmati minuman mereka.

"Oh ya, kamu kuliah di jurusan apa?"

"Farmasi, Kak."

"Sebentar... Semakin aku perhatikan, wajahmu terlihat semakin familiar. Apa kita pernah bertemu?"

Julia hanya diam. Ia juga lupa-lupa ingat pada wanita elegan yang duduk di depannya itu.

"Ah, iya. Lift!" seru Julia tiba-tiba yang membuat Dokter Ratna tersedak.

Seketika wajah Julia langsung berubah menjadi tidak enak hati. "Maaf, Kak. Maaf, saya mengejutkan anda."

"Oh, tidak apa kok. Tadi kamu bilang lift?"

"Iya, kita pernah bertemu di lift. Tapi dalam situasi yang membuat salah paham."

"Maksudnya?"

"Saat itu saya menuduh Ana menjadi stalker saya. Saya tidak tahu jika kakaknya tinggal di sini. Hingga akhirnya anda datang dan mengatakan ponsel Ana tertinggal di sini."

"Oh yang waktu itu ya? Hahahaha.... Jadi begitu... Hahahahaha. Maaf ya, saat itu aku hanya fokus pada Ana."

"Tidak apa, Kak. Lagipula waktu itu kami masih menjadi sepasang orang asing."

"Memangnya sekarang kalian berteman? Setahuku dia tidak akan membuka hubungan dengan siapapun."

Boom!

Skakmat dari Dokter Ratna berhasil membuat pipi Julia memerah. Sudah pasti dia malu karena dengan percaya dirinya ia telah mengatakan saat itu dan masa sekarang. Padahal, kenyataannya pun Ana tidak pernah mengiyakan untuk mereka berteman.

"Julia, apa kamu sudah selesai makan? Ayo, aku obati lukamu di depan meja tv," ujar Ana sambil berjalan ke ruang tv.

Julia yang merasa semakin canggung langsung mendorong kursinya dan berjalan ke arah Ana memintanya datang. Rona di wajahnya masih tidak hilang.

***