Mobil Ana masuk ke halaman rumah yang cukup luas. Di samping carport ada sebuah taman dengan ukuran kurang lebih 3x4 meter lengkap dengan pohon, kolam ikan, bunga, juga ayunan dibagian tepi.
Ana mematikan mesin mobil, lalu keluar. Julia mengikutinya. Namun wajah gadis itu terlihat seperti pakaian yang belum disetrika. Sangat badmood. Mereka berjalan menuju ke teras rumah.
Mata Julia masih terus memandang sinis Ana. Begitu juga bibirnya yang seolah bergerak menggerutu. Namun, gadis yang membuatnya sebal itu justru tidak peduli dan asik dengan ponselnya.
Sebuah mobil mini Cooper berwarna merah masuk dan terparkir di samping mobil Ana. Seorang wanita berusia 30 tahunan keluar. Pakaiannya terlihat sangat fashinable. Jumpsuit berwarna ungu dengan lengan model Sabrina. Serta di pinggang diberi sabuk kain berwarna pink muda.
"Maaf ya, tadi sedikit lama. Aku harus mengisi bensi lebih dulu," ucapnya sembari melepas kacamata.
Julia tersenyum ramah pada wanita dewasa itu. Berbeda ekspresi dengan saat mata cantiknya bertemu pandang dengan sorot mata Ana.
"Tidak apa, Tante. Kami juga baru tiba di sini."
Tante Mila tersenyum. Ia mengambil kunci di dalam tasnya, lalu membuka pintu rumah itu. Ia meminta kedua wanita muda tersebut masuk ke rumah.
***
Hari sudah mulai gelap ketika Ana dan Julia duduk di ruang makan. Berbagai menu hidangan telah tersaji di sana. Salah satunya adalah ayam goreng saus inggris yang terlihat paling mencolok diantara yang lain.
"Ayam saus inggris ini makanan favoritnya Ana. Sekali makan, dia bisa menghabiskan satu ekor penuh seorang diri," jelas Tante Mila sembari menuangkan nasi ke piring Julia, Ana, dan juga dirinya.
Julia menggangguk dengan senyuman. Matanya terlihat sangat kagum dengan wanita di hadapannya ini.
Di sisi Ana, tanpa basa-basi, ia langsung mengambil bagian paha atas, sayap, dan juga leher ayam. Kemudian tangannya degan terampil, menuangkan saos hingga membentuk suatu pola hiasan yang cantik.
Manik mata Julia menangkap aktivitas Ana itu. Ia melihatnya dengan lekat. Matanya menyipit ketika melihat Ana tersenyum menikmati makanannya.
Wait, Ana tersenyum pada makanan?
Mulut Julia terbuka kecil. Mata yang tadi menyipit kini menatap Ana keheranan. Apakah ini sungguh Ana? Gadis yang selalu ia perhatikan ketika makan di kampus?
Ana tidak pernah senyum pada makanan seperti sekarang. Bahkan di kampus dia jarang tersenyum, kecuali senyum ledekan yang menyebalkan itu!
"Julia, makanlah dengan nyaman. Abaikan saja Ana," ucap Tante Mila menginterupsi.
Julia memalingkan pandangannya ke Tante Mila. "I-iya, tante," jawabnya terbata.
Mereka pun mulai menyantap hidangan masing-masing. Hingga tanpa terasa makanan di meja Tah habis dan tergantikan dengan semangkuk dessert berupa es puding.
"Jadi Julia tadi ikut ke makam ibunya Ana?"
"Iya, Tante. Saya tidak tahu jika Ana mengajak saya ke sana. Ini alasan kenapa saya memakai baju seperti itu hari ini."
Ana mendekat ke meja makan dengan membawa gelas berisi air lemon madu hangat. Ia duduk di samping Julia.
"Aku memang tidak memberitahunya. Jika kuberitahu, dia mungkin tidak akan ikut," sahut Ana.
"Tapi kan dia jadi malu karena salah kostum seperti itu, Ana. Untung saja Tante punya butik."
"Karena aku tahu tante punya butik, aku langsung membawanya ke butik tante untuk mengambil beberapa baju."
"Dasar anak kecil!" Seru Tante Mila sambil memukul lengan gadis itu. Ana mengerang kesakitan. Membuat Tante Mila menghentikan aksinya dengan senyuman lebar.
"Kenapa orang-orang memukulku demi membelamu?" tanya Ana dengan menatap Julia sinis.
"Karena kamu memang pantas mendapatkannya!" sahut Tante Mila.
Julia terkekeh pelan, sedangkan Ana hanya memutar bola mata entah ke mana.
"Julia, kamu bisa tidur di kamar tamu. Mungkin kamu ingin istirahat lebih awal karena kecapean."
"Iya, Tante. Kalau begitu saya permisi. Terima kasih untuk jamuan makan malamnya."
"Sama-sama, cantik. Selamat tidur ya..."
Julia tersenyum ramah. Kemudian ia meninggalkan ruang makan.
"Hei, Ana. Kamu sengaja mengajaknya untuk jadi temanmu mengemudi kan?"
Ana mengambil cangkirnya dan meneguk minuman yang dibuatnya tadi. Ia mengabaikan pertanyaan Tante Mila.
"Ya sudah jika kamu tidak ingin menjawab. Apa kamu mau tidur sekarang? Ini sudah malam."
Ana mengangguk singkat. Ia mendorong kursinya menjauh dari meja dan berdiri.
"Kamu mau tidur denganku?"
"Tidak, Tante. Aku akan tidur di kamarku sendiri."
"Oke. Aku sudah siapkan air minum di nakas samping tempat tidurmu."
Ana mengangguk. "Terima kasih, Tante. Selamat malam." Ana melenggang meninggalkan ruang makan.
***
Hari semakin larut. Namun, Tante Mila masih berada di ruang tengah, menonton tv, sembari beberapa kali matanya menatap ke arah kamar Ana. Tubuhnya terlihat tenang, namun matanya terus bergerak ke sana kemari menunjukkan kegelisahan.
Benar saja, tak lama setelah ia melihat kamar Ana, ia mendengar teriakan dari kamar itu.
Tante Mila segera masuk ke kamar Ana, membangunkan gadis itu, dan memeluknya dengan erat.
Keringat dingin seukuran biji jagung terus mengalir membasahi permukaan wajahnya. Bibirnya memucat dan tubuhnya bergetar hebat. Lelehan air mata mengalir deras bersamaan keringat tersebut.
"Tenang sayang. Tenang. Ada Tante di sini. Semua sudah berlalu. Kamu tidak perlu takut lagi."
Ana terlihat bersusah payah untuk bernafas. Bahkan untuk menenangkan jantungnya yang berdetak kencang pun ia tidak dapat melakukannya. Pandangannya pun juga kosong.
Tangan Tante Mila tak berhenti mengusap punggung Ana. Ia terus berusaha menenangkan Ana dengan bisikan-bisikan kata masa depan.
Setelah dipastikan Ana dalam kondisi lebih baik, perlahan ia melepas pelukannya. Ia mengambil gelas di nakas Ana dan memberikannya pada Ana.
"Perlu minum obat?"
Ana menggelengkan kepala. Tiba-tiba matanya menatap tajam ke arah pintu. Tante Mila pun mengikuti arah pandang mata Ana. Dilihatnya Julia memandang ke arah mereka dengan wajah ngantuk juga kebingungan.
"Julia, kembalilah ke kamar. Ini masih sangat larut," ujar Tante Mila.
"Ana kenapa, Tante?"
"Nightmare. Kamu tidak perlu khawatir. Dia sering seperti ini. Kembalilah ke kamar. Besok kalian harus berlatih taekwondo kan?"
"I-iya, Tante."
Julia pun menutup kamar Ana dan pergi.
Tante Mila memperhatikan wajah Ana lagi.
"Bagaimana? Sudah lebih baik?"
Ana mengangguk. "Terima kasih ya, Tante. Tante sudah merawatmu sejak kecil. Aku tidak tahu apa jadinya kalo tidak ada Tante di sisiku."
"Kamu itu putri adiknya Tante. Sudah pasti Tante anggap kamu seperti putri Tante sendiri."
Ana tersenyum. "Sekali lagi terima kasih, Tante."
"Iya, sama-sama. Sebaiknya kamu tidur lagi sekarang. Ini masih sangat larut."
Ana mengangguk. Ia menidurkan lagi tubuhnya dan mulai memejamkan mata. Tante Ana mencium kening Ana. "Sweet dream, princess." Ia mematikan lampu kamar, lalu meninggalkan Ana yang sudah mulai tidur lagi.
***
Di sisi Julia, gadis itu diam-diam mengumpat tak jauh dari kamar Ana ketika Tante Mila keluar dari sana. Matanya terus menatap ke kamar Ana. Wajahnya dipenuhi dengan rasa penasaran.
"Nightmare apa yang dialami Ana? Kenapa ia terlihat seperti itu? Dan apa yang mereka bicarakan tadi? Di mana ayah Ana?"
***