Chereads / Sweet Dating / Chapter 26 - Tertarik Padaku

Chapter 26 - Tertarik Padaku

"Hei, bangun! Katanya kamu ingin berlatih taekwondo."

Ana membangunkan Julia yang sedang tertidur pulas di ranjang. Tangan gadis itu menepuk pelan punggung Julia yang membelakanginya. Panggilan demi panggilan terus melayang dari bibir mungilnya.

Julia mengerang pelan denga merentangkan tangannya. Tubuhnya ia balik perlahan dan mata cantik itu terbuka dengan sempurna.

Secara reflek tangan Ana menjauh dari tubuh Julia setelah tertangkap basah gadis imut itu.

"Ana sedang apa?" tanya Julia dengan suara khas bangun tidur.

"Bangunlah! Ayo kita berlatih taekwondo. Aku akan mengajarimu."

Julia memicingkan matanya. "Sungguh membangunkanku untuk berlatih? Atau Ana memiliki niat buruk padaku?"

"Jangan bodoh. Ini di rumah tanteku." Ana membalikkan badan dan berjalan keluar. "Cepatlah mandi. Setelah sarapan kita pergi."

Blaam...

Pintu tertutup rapat. Julia memandang pintu itu dengan wajahnya yang penuh tanda tanya. Dengan pikiran yang terus menerka-nerka, akhirnya gadis itu bergegas mengambil handuk dan pakaian ganti yang telah disiapkan.

***

Ana, Julia, dan Tante Mila sudah duduk di ruang makan. Berbagai menu juga telah terhidangkan dengan sempurna. Nampak pula seorang wanita paruh baya berjalan menyiapkan minuman di depan mereka.

Ana nampak sibuk dengan ponselnya. Sedangkan Tante Mila juga nampak sibuk mengingatkan pelayan itu tentang menu apa saja yang dihidangkan. Hanya Julia yang terlihat bingung dan kagok di sana.

"Semua menu sudah dihidangkan. Ayo kita mulai makannya," ajak Tante Mila. Tangannya mulai sibuk mengambilkan nasi dan juga lauk untuk Ana dan Julia.

"Terima kasih, Tante." Julia tersenyum ramah.

Ia mengambil sendok dan mulai menyuap nasi ke mulutnya. Untuk beberapa saat ia terdiam, namun sedetik kemudian garis senyum tergambar jelas di wajahnya. Bahkan mata sipit nan indah itu membulat dengan sempurna. Memancarkan aura cerah dari dalam.

"Apa kamu menyukainya, Julia?"

"Tentu saja!"

"Syukurlah. Aku sempat khawatir kamu tidak akan menyukai masakan rumah ini," jawab Tante Mila penuh kelegaan.

"Mana mungkin aku tidak menyukainya? Sejak semalam Tante telah menjamuku dengan sangat baik. Masakan buatan Tante adalah yang terbaik." Suara Julia terdengar sangat antusias.

Senyuman di wajah Tante Mila semakin melebar. Ia menatap mata Julia lekat. "Benarkah?"

"Iya, Tante. Bahkan sarapan pagi ini adalah menu yang terbaik. Memiliki rasa yang sangat pas dan juga enak."

Tante Mila mengangkat sebelah alisnya, lalu menatap Ana yang tersenyum samar dibalik mata yang sibuk memandang piring.

Tante Mila mengalihkan pandangannya, ke Julia. Ia tersenyum lebar melihat Julia sangat menikmati hidangan itu.

"Tapi, Julia..."

Julia melihat ke arah Tante Mila dengan mulut yang terus bergerak tanpa suara.

"Masakan pagi ini bukan aku yang membuatnya. Ana yang memasak," lanjut Tante Mila.

"Uhuk...Uhuk..."

Julia menepuk dadanya yang terasa sesak, bahkan membuat beberapa butir nasi terlempar keluar dari mulutnya yang terus batuk.

Ana mengulum senyuman, namun tangannya langsung mengambil air putih untuk diberikan pada Julia.

Julia meminumnya. Matanya melirik ke arah Ana, membuatnya semakin tersedak dalam minum.

"Julia, kamu tidak apa?" tanya Tante Mila khawatir.

Julia memejamkan mata sesaat, berusaha meredakan batuk yang terus keluar tanpa ia inginkan.

Ana sialan! Dia selalu berhasil membuatku terlihat bodoh di depan orang lain, umpat Julia tanpa suara.

Manik mata gadis itu terlihat tak nyaman. Ia hanya memberikan seringai kecil sambil mengangguk pelan. "Iya, Tante. Aku tidak apa," ucapnya dengan senyum canggung.

Ana meminum airnya dan terkekeh pelan.

"Boleh aku tanya sesuatu, Julia?" tanya Tante Mila tiba-tiba.

Julia menghentikan makannya. Manik mata itu kembali menatap Tante Mila dengan teduh. "Ada apa, Tante?"

"Apa kamu membenci Ana?"

Julia melebarkan matanya. Ia langsung menaruh sendok itu biar tidak menghasilkan denting di ruangan yang tiba-tiba sunyi.

"Tidak, Tante. Aku tidak membencinya. Hanya saja dia sering membuatku kesal," jawabnya sembari memberikan senyuman lebar.

"Oh, syukurlah. Maaf ya, jika dia terkesan jail. Dia tidak pernah mau berteman. Kamu adalah teman pertama yang dibawanya ke rumah ini."

Julia melirik ke arah Ana. Menatapnya secara intens. Namun, gadis blesteran itu justru tidak peduli. Ia tetap fokus pada piring nasi yang ada di depannya.

"Tapi, Ana adalah anak yang cantik dan juga pintar. Sudah pasti dia populer di kalangan teman-temannya," ujar Julia dengan mata yang terus memperhatikan Ana.

"Benarkah? Ana cantik?" Tante Mila memalingkan wajahnya pada Ana. "Ana, apa kamu cantik?"

"Tidak."

"Apa kamu juga pintar?"

"Tidak."

"Lalu kenapa Julia mengatakan hal seperti itu tentangmu?"

"Karena dia menyukaiku."

Seketika mata sipit Julia membulat dengan sempurna, sedangkan Tante Mila langsung tersedak mendengar kalimat tidak masuk akal itu.

Ana menaikkan pandangannya dan melihat ke sekitar. Ia tersadar bahwa kalimatnya tadi terdengar ambigu, sekalipun itu adalah kenyataan.

"Ah, maksudku Julia salah satu yang mengidolakan ku."

"I-idola?" tanya Julia tergagap.

"Kamu masuk di komunitas fans-ku. Bukankah itu artinya kamu juga mengidolakanku? Sama seperti yang lain."

Julia mengerjap tidak percaya. Gadis di sampingnya ini kenapa begitu blak-blakan? Tidak bisakah dia berbohong sedikit? Atau paling tida menyembunyikan fakta bahwa ia mengidolakannya?

"Oh, jadi di kampus Ana juga memiliki fan club?" goda Tante Mila.

Julia tersenyum kagok dengan pandangan sinis pada Ana. Sedangkan wanita itu meletakkan sendoknya dan meneguk sisa air putih pada gelas.

"Tante, aku sudah selesai makan." Ana mendorong kursinya. "Aku tunggu di mobil sekarang. Kita berangkat latihan taekwondo."

Ana meninggalkan ruang makan. Julia memalingkan wajahnya pada Tante Mila. Wajahnya masih terlihat bingung. Ia berpamitan dengan kecanggungannya. Tante Mila menatap kepergian Julia drngan kerlingan mata yang sulit diartikan.

***

"Apa kita hari ini hanya belajar ini" tanya Julia dengan nafas tersengal.

Saat ini, keduanya sedang istirahat . Ana masih berdiri tegak dengan tangan melipat di bagian dadanya. Mereka berada di aula luas dan dikelilingi beberapa perlengkapan berlatih taekwondo.

"Tidak. Itu hanya pemanasan dan peregangan. Sekarang, berlatih memukul."

Ana mendekat ke arah Julia dengan sorot mata yang tiba-tiba menanam.

"Kamu mengatakan jika ingin kuat sepertiku. Setidaknya jangan tunjukkan bahwa kamu lemah dari nafasmu itu."

Tangan Ana menarik tangan Julia. Melebarkannya secara paksa, yang membuat gadis itu mengerang kesakitan.

Ana mengernyitkan dahinya. " Kamu kram?"

Julia mengangguk polos dengan wajah yang menahan sakit.

Ana membantu Julia untuk menepi ke sisi ruangan. Kemudian mengobati lengan Julia dengan semprotan pereda kram yang ada di sana.

"Sebenarnya berapa kali kamu berolahraga dalam satu minggu?"

"Satu kali...."

"Bagus. Seharusnya tidak ada masalah saat melakukan pema-"

"Kalo ingat," potong Julia dengan suara yang lebih lirih.

Ana menatap gadis itu tidak percaya.

"Julia, sebenarnya apa yang kamu lakukan? Kamu bahkan tidak menyukai olahraga. Kenapa memaksakan diri untuk berlatih taekwondo?"

"Aku ingin kuat seperti Ana."

Ana menatapnya semakin tajam. Tatapan yang berhasil menghilangkan rasa sakit di tangan Julia, dan memberikan rasa baru, yaitu rasa takut.

"Ya, baiklah. Aku ingin membuat Ana tertarik padaku. Aku ingin membuktikan pada Ana jika aku sungguh ingin mendekatimu."

"Aku? Tertarik padamu?" ulang Ana menunjuk dirinya sendiri. Ia tertawa kecil.

Ana mendekatkan wajahnua pada Julia. Ia berhenti tepat di samping telinga Julia. "Aku yakin bukan aku yang akan tertarik padamu. Tapi kamu yang semakin tertarik padaku," ucapnya lirih.

Namun, ucapan lirih tersebut justru berhasil membuat pipi Julia menampilkan semburat merah yang begitu jelas.

***